29 Mei 2011

Jaket dan Kemerdekaan

Angin pertama awal musim dingin sudah berhembus sejak seminggu yang lalu. Setiap saat menggetarkan batang-batang pohon yang sudah tak berdaun lagi di sepanjang jalan. Menimbulkan bunyi gesekan batang pohon yang memilukan. Bahkan hewan-hewan jalanan sudah meringkuk di kolong-kolong gelap sepanjang jalan menghindari terpaan angin yang lebih dingin lagi.

Anna merapatkan mantelnya tanpa bersuara dan segera mempercepat langkahnya menuju rumah. Yang ada dalam pikirannya hanya satu. Anak-anaknya yang mungkin lebih kedinginan daripada dirinya. Dan lebih kelaparan.

Anna memeluk kantong kertasnya lebih erat lagi, isinya memang barang berharga. Beberapa potong roti dan mentega yang didapatkannya hari ini memang hanya cukup untuk beberapa hari, namun ia mendapatkannya setelah memohon-mohon untuk diperbolehkan menambah hutang lagi. Sebenarnya dia benci mengemis.

Hutangnya sudah semakin bertumpuk, ia tahu itu. Suatu saat pasti akan dibayarnya, tapi Anna sendiri tidak yakin akan membayarnya dengan apa. Dia dan suaminya telah bekerja keras mendapatkan penghasilan. Namun upah suaminya dari menambang batu bara dan upahnya menjadi buruh jahit di pabrik tekstil sama sekali tidak dapat mencukupi. Tapi dia tidak boleh mengeluh.

Untungnya hari ini masih ada orang yang bersedia membantunya, padahal ia tahu, seluruh negara sedang krisis, dan bukan hanya dirinya yang mengalami kelaparan.

Soviet, negara besar dengan hasrat besar menguasai negara-negara kecil disekitarnya, tidak pernah puas dengan keluasan wilayahnya sekarang. Ia terus saja berperang, menguasai negara-negara di semua penjuru. Termasuk ke utara, negaranya.

Negaranya tidak memiliki harta apa-apa yang membuat Soviet tertarik, paling hanya beberapa tambang batu bara. Itu juga hanya mampu menghidupi negara sekecil ini. Tidak mungkin untuk Soviet yang sebesar itu. Anna tidak habis pikir, ada bangsa yang mengobarkan perang dimana-mana hanya karena terobsesi memperluas wilayah, dan akhirnya berimbas pada rakyat negara-negara kecil, seperti dirinya, dan bayak orang disekitarnya.

Tapi lebih dari itu, negara ini memiliki adat dan budaya sendiri yang tidak mungkin disatukan dengan Soviet. Finland memutuskan untuk berperang, mempertahankan kemerdekaannya dan kedaulatannya yang sudah ada sejak dulu.

Hah, Anna menghela nafasnya. Sebenarnya ia tidak tahu apa-apa. Suaminya yang menceritakan semua itu tiap malam, di depannya dan di depan anak-anaknya. Meskipun miskin, suaminya ingin keluarganya bangga atas tanah Finland.

Hal itu juga yang merupakan salah satu alasan Anna bangga pada suaminya. Dan menerima pinangannya sepuluh tahun yang lalu.

Ia dulu seorang gadis yang sederhana, keluarganya dulu tidak jauh berbeda dengan keadaannya sekarang. Keluarganya memang miskin sejak dulu. Anna sudah diajari menjahit oleh ibunya sejak kecil, dan kemampuan itu yang digunakannya untuk bekerja sekarang. Tapi ibu dan ayahnya sudah meninggal ketika ia masih remaja. Saat itu ia tidak memiliki siapa-siapa.

Anna bertahan hidup sendiri dari menjahit. Suatu saat seorang teman lelaki masa kecilnya datang dan menyatakan ingin menikahinya. Anna tidak pernah berpikir untuk mencintai lelaki sebelumnya. Di dalam pikirannya hanya ada ibu dan ayahnya. Tapi Anna mengenal lelaki itu. Dia bukan orang jahat. Lelaki ini orang baik-baik, dia juga orang yang sederhana.

Setelah berpikir selama seminggu penuh dan meminta pendapat bibi angkatnya, akhirnya Anna menerima pinangan itu, dan yakin bahwa dia akan menghabiskan sisa hidupnya bersama lelaki itu, yang sekarang menjadi suaminya.

Anna merasa sangat bersyukur, karena bagaimanapun miskinnya mereka, dia merasa bahagia atas yang dimilikinya. Suaminya dan anak-anaknya merupakan harta paling berharga dalam hidupnya.

Anna sampai di rumah dengan ceria, tanpa menyadari bahwa akan ada berita yang akan merubah hidupnya. Ia segera membagikan roti pada anak-anaknya segera setelah sampai di rumah. Anak-anaknya yang manis tidak pernah nakal. Mereka mengerti keadaannya sehingga tidak pernah membuat kenakalan berlebihan di sekolah.

Suami Anna baru pulang ketika Anna sudah selesai membuatkan anak-anaknya teh. Suaminya bersemangat sekali, wajahnya berseri-seri. Anna heran apa yang membuat suaminya sebegitu bahagianya. Ia juga ikut bahagia lalu bertanya.

.Suaminya bercerita dengan penuh semangat bahwa ia telah dipanggil langsung untuk membela negara ini dengan maju ke medan perang beberapa minggu lagi.

Seketika itu juga senyum di wajah Anna menghilang. Ia tediam beberapa lama untuk memahami apakah suaminya sedang bercanda atau tidak. Dan tidak, mata suaminya tidak pernah berbohong. Suaminya serius dengan yang dikatakannya. Suaminya ingin pergi. Lalu Anna lari masuk ke dalam kamar.

Tidak pernah terpikirkan dalam benak Anna, bahwa suaminya juga akan pergi ke medan perang. Selama ini dia pikir suaminya hanya bercerita tentang nasionalisme tapi tidak sampai sejauh itu hingga memutuskan untuk ikut berperang.

Anna hanya mampu terisak di dalam kamar, meninggalkan suami dan anak-anaknya di depan yang belum memahami kekhawatirannya.

Anna khawatir, kemungkinan Finland menang dalam perang ini sangat tipis. Soviet memiliki biaya perang yang lebih banyak dan senjata-senjata produksi sendiri. Sedangkan negaranya tidak. Dan itu berarti waktu kepulangan suaminya ke rumah masih belum dapat dipastikan. Atau bahkan tidak mungkin kembali.

Air mata Anna mengalir bertambah deras. Dia masih mencintai suaminya. Kehilangan suaminya disaat-saat berat kehidupannya seperti sekarang ini adalah hal yang paling tidak diinginkannya.

Anak-anaknya juga pasti akan kehilangan ayah mereka. Siapa yang akan menceritakan pada mereka tentang kepahlawanan bangsa ini? Anna tidak mungkin menggantikannya, ia tidak tahu apa-apa. Siapa yang akan mengajarkan anak-anaknya untuk terus bertanggungjawab seperti suaminya? Anna tidak mungkin bisa, orang yang paling bertanggungjawab yang ia tahu hanyalah suaminya.

Suara batuk siapa yang akan didengarnya ketika dingin turun kalau bukan suaminya? Anna telah hidup bertahun-tahun dengan suara batuk itu dan ia pasti akan merindukannya. Suaminya selalu batuk parah karena bekerja di bawah tambang batu bara selama bertahun-tahun dan tidak dapat disembuhkan, apalagi dengan biaya yang sedikit.

Siapa yang akan menghapus air matanya dan memeluknya sampai pagi ketika ia sedih kecuali suaminya? Anna sangat membutuhkan suaminya. Ia tidak mungkin dapat bertahan hidup tanpa suaminya.

Tapi Anna tidak boleh egois, ia tahu, sudah sejak lama suaminya bermimpi untuk dapat berjuang bagi Finland. Anna bahagia bila melihat suaminya senang dan bersemangat. Ia tersugesti bersemangat juga. Anna tidak bisa memaksakan kehendaknya sendiri. Ini mimpi suaminya. Ia tidak boleh menghalangi mimpi suaminya.

Selama ini suaminya telah melakukan banyak hal untuk keluarganya, sekarang Anna harus memahami mimpi suaminya. Tidak ada cara lain, kecuali ia harus mengikhlaskan suaminya pergi dan mengejar mimpinya. Bukankan mimpi suaminya merupakan mimpinya juga?

Anna sudah lebih tenang dari sebelumnya. Tapi air matanya tetap mengalir, apakah ia membohongi dirinya sendiri? Anna tidak tahu. Tapi air mata tidak pernah berbohong, suaminya selalu mengatakan itu ketika ia menyembunyikan kesedihannya.

Suaminya masuk ke dalam kamar, Anna menyembunyikan wajahnya, tapi suaminya mendekat dan duduk disampingnya. Dekat sekali hingga Anna dapat mendengar helaan nafasnya. Ia takut suaminya tahu dirinya menangis. Tapi selama ini, usaha Anna menyembunyikan tangisnya tidak pernah berhasil. Suaminya telalu memahaminya.

Suaminya meraih wajah Anna dan menghapus airmata di pipinya, ia tidak bisa menolak. Lalu, suaminya meraih tubuhnya dan memeluknya tanpa mengatakan apa-apa. Anna tidak bisa menahan perasaannya.

Anna menangis lagi. Kali ini terisak tanpa takut ketahuan suaminya. Suaminya sudah tahu semuanya. Air matanya semakin deras keluar dan membasahi kemeja suaminya. Tapi suaminya tidak peduli. Suaminya hanya ingin memeluknya dan menenangkannya. Anna juga tidak peduli, dia memeluk suaminya lebih erat lagi. Ini mungkin pelukan terakhir dalam hidupnya.

***

Angin dingin lebih sering menerpa wajah Anna yang sembab karena sering menangis. Kali ini disertai dengan butiran-butiran putih halus yang jatuh dari langit. Membuatnya semakin sadar, tangisnya tidak akan mampu menghalangi suaminya pergi. Suaminya harus memenuhi mimpinya untuk berjuang bagi bangsanya. Bagi Finland. Entah akan kembali atau tidak, Anna harus merelakannya pergi, mungkin untuk selamanya.

Anna juga harus lebih keras lagi bekerja membiayai sekolah dan makan anak-anaknya. Ia juga harus lebih kuat mendidik anak-anaknya nanti, karena ia hanya sendirian.

Pagi-pagi setelah mengantarkan anak-anaknya ke sekolah, Anna pergi membawa perhiasan terakhir yang dia punya, yang sebenarnya dari dulu selalu ditahan-tahan untuk tidak dijualnya. Tapi sekarang Anna memang sangat membutuhkan uang.

Anna juga pergi menuju pabrik tekstil tempatnya bekerja lebih pagi dari biasanya, untuk bisa dihitung sebagai lembur. Anna juga meminta penambahan jam kerjanya hingga larut malam. Anna sedang membutuhkan uang.

Sepanjang minggu ini Anna selalu pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang ketika tengah malam, tapi Anna tidak langsung istirahat. Ia masih terus menjahit hingga menjelang pagi dan hanya tidur beberapa jam untuk bangun lagi bekerja. Wajah Anna tidak lagi ceria, semakin lama semakin meredup. Tubuhnya juga melemah. Tapi sebentar-sebentar ia masih memaksakan untuk tersenyum.

Suaminya berkali-kali menegurnya untuk tidak terlalu keras bekerja. Suaminya mengira, Anna bekerja karena ingin mengalihkan kesedihannya. Suaminya kasihan pada Anna, tapi dia hanya tersenyum lemah tanpa mengatakan apa-apa.

Anna tidak pernah mengeluh, ia juga masih dengan kesigapannya mengurusi kebutuhan suami dan anak-anaknya. Suaminya takut, keputusannya untuk pergi benar-benar salah meskipun itu impiannya. Tapi Anna bilang tidak, suaminya harus pergi karena itu tanggungjawabnya. Namun suaminya semakin ragu.

Suatu malam yang dingin, malam-malam terakhir suaminya akan pergi, Anna menemui suaminya dam membawakannya sebuah bungkusan. Tubuh Anna lemah sekali, ia menghabiskan waktunya unuk bekerja keras tanpa memperdulikan kesehatannya beberapa hari belakangan. Anna sudah tidak menangis lagi. Entah mungkin sudah tidak sedih lagi, atau mungkin sudah tidak bisa menangis lagi. Anna hanya tersenyum lemah.

Suaminya membuka bungkusan itu dan meminta penjelasan. Setelah suaminya memutuskan untuk pergi, Anna tidak penah bercerita apa-apa lagi. Ia menjaga jarak dari suaminya.

Padahal bukan begitu yang diinginkan suaminya. Padahal di kedalaman hati, suaminya ingin, di saat hari-hari terakhir dia di rumah, Anna semakin dekat padanya dan memaksanya untuk membatalkan kepergiannya. Sekali saja suaminya ingin mendengar bahwa dirinya tidak boleh pergi, suaminya akan membatalkan seluruh mimpinya, dan menemani Anna. Suaminya juga sangat mencintai Anna. Tapi Anna tidak pernah melarangnya.

Suaminya menemukan di dalam bungkusan, sebuah jaket paling bagus yang pernah dilihatnya apalagi dimimpikannya. Kainnya tebal, dari jenis yang lumayan bagus dan jahitannya nomor satu. Suaminya mengenali, ini kain yang tiap malam dikerjakan istrinya di depan mesin jahitnya hingga pagi, tapi tidak tahu sama sekali bahwa itu adalah jaket untuknya.

Mata Anna berkaca-kaca, lalu menjelaskan, untuk pertama kalinya setelah selama ini tidak berbicara panjang pada suaminya, “ Suamiku, tangisku tidak akan mampu menghalangimu pergi mewujudkan kemerdekaan bangsa ini.” Suara Anna pecah, dan menangis. Tapi Anna masih melanjutkan.

“Aku juga tidak akan bisa memelukmu untuk menghangatkanmu lagi ketika dingin turun. Lalu aku pergi membelikanmu kain jaket yang paling tebal yang bisa kudapatkan dengan sedikit uang yang aku punya. Lalu kujahitkan sendiri. Aku tidak mampu membayar jahitan yang lebih bagus dari jahitanku. Bawalah jaket ini dan jangan lupa dipakai saat malam datang. Jaketmu yang sebelumnya sudah sangat tipis, tinggalkan saja jaket itu. Akan kupakai setiap malam seolah-olah kau sedang memelukku. Hanya itu yang bisa kulakukan, karena aku tahu, suamiku selalu batuk-batuk parah ketika dingin turun. Hanya itu yang bisa kulakukan. Maafkan aku,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulis saja apa yang kau pikirkan