30 Mei 2012

Istilah Jatuh dan Patah Hati

Tulisan ini berawal dari pertanyaan-pertanyaan yang kuajukan. Aku hanya sekedar bergumam mengenai apa yang sedang kupikirkan, belakangan tentang istilah jatuh hati dan patah hati. Karena menurutku istilah itu aneh sekali.

Kenapa mulai mencintai seseorang disebut 'jatuh hati'? Baiklah, mencintai memang urusan hati dan aku paham kenapa hati ada di sana. Tapi bagian yang tidak kumengerti adalah kenapa 'jatuh'? Kenapa tidak 'terbang' yang padahal rasanya seperti sedang terbang ke langit ketujuh ketika sedang mencintai seseorang?

Kenapa pula jatuh? Padahal yang setelah jatuh pasti rasanya sakit? Apakah sakit adalah sebuah kepastian untuk kata kerja mencintai dalam jatuh hati? Apakah karena ketika jatuh, meskipun sakit, seseorang bisa tetap bangun dan bangkit lagi untuk mencoba kesekian kali untuk mencintai lagi? Bahasa Inggris untuk memutuskan mencintai seseorang juga 'falling in love', jatuh juga artinya. Ada apa ini? Apakah semua orang di dunia sepakat bahwa mencintai adalah kata kerja yang mengakibatkan kata sifat sakit karena terjatuh itu?

Kurasakan hal yang sama dari kata patah hati.

Kenapa ketika seseorang yang kita cintai tidak membalas dengan cinta yang sama pada kita, kata yang dipakai adalah 'patah hati'? Lagi-lagi kata 'hati' memang ada di sana karena ini memang menyangkut urusan hati. Namun kenapa bukan menggunakan kata 'remuk' atau 'pecah'? Padahal rasa kehancuran itu memang seperti hati pecah berkeping-keping, yang seolah tidak akan bisa dikumpulkan untuk diutuhkan kembali.

Kenapa pula patah? Apakah patah itu untuk sesuatu yang terbagi dua dan karena urusan hati ini memang menyangkut dua orang maka kata itulah yang paling cocok? Apakah karena ketika sesuatu patah menjadi dua, ia tetap dapat diperbaiki untuk disatukan, setidaknya menggunakan lem yang paling kuat? Namun tetap saja sesuatu yang patah akan menimbulkan bekas yang jelas dan tetap tidak akan kembali utuh seperti awalnya, dan apakah cinta seperti itu? Berbeda dengan 'remuk' atau 'pecah' yang tidak bisa diapa-apakan dan tinggal dibuang saja. Bahasa Inggris untuk perasaan campur aduk ketika cinta tidak terbalas adalah 'broken heart', hati yang rusak atau hancur. Tapi dalam Bahasa Inggris, benda yang 'broken' tetap dapat direparasi 'repair', yang beberapa tetap dapat bekerja sesuai kapasitasnya seolah-olah tidak pernah 'broken' sebelumnya. Dan benda 'broken' yang lain selebihnya malah tetap tidak akan bisa dipergunakan lagi meski sudah direparasi.

Apakah perbedaan ini mengungkap perbedaan cara pandang Budaya Timur dan Barat mengenai cinta? Budaya Timur, terutama di Indonesia, mampu menerima kembali cinta yang patah itu meski luka bekas patahan masih tersisa, bahkan untuk selamanya. Sedangkan Budaya Barat, entah negara mana, sebagian mampu menerima kembali cintanya yang sudah rusak dengan utuh tanpa merasa pernah rusak sebelumnya, atau malah sekalian saja dibuang cinta itu tidak pernah diingat lagi dan mulai saja cinta yang baru. Begitukah?

Pertanyaan-pertanyaanku tidak butuh dijawab. Terkadang ia bahkan sudah menjawab sendiri pertanyaannya.

Entahlah. Tapi dari pertanyaan-pertanyaanku di atas, aku belajar bahwa istilah ‘jatuh hati’ dan ‘patah hati’ tidak merujuk pada apa yang dirasakan manusia ketika mengalami itu. Ia merujuk kepada konsekuensi di masa depan ketika manusia mengalaminya. Untuk mengingatkan manusia bahwa setiap tindakan, ada konsekuensi yang harus dihadapinya di depan sana. Dan manusia sebaiknya bersiap akan apa yang akan ada di depannya.

Surat Untuk Bintang

Malam Bintang,
Salam kenal,

Aku senang ada yang mengajakku berkorespondensi melalui surat. Sayangnya Bintang, aku lebih suka dengan korespondensi tulis tangan daripada melalui email seperti ini. Terlalu cepat, terlalu instan, dan terlalu mudah. Persis seperti anak muda jaman sekarang yang dunianya seolah berputar sangat cepat. Ah anak muda. Bisa apa anak muda dengan keinstanan itu? Apa yang bisa mereka pelajari dari kehidupan kalau mereka suka hidup dengan cara yang instan seperti itu Bin?

Haha, pasti kamu heran ya, Bintang yang baik.

Memangnya siapa aku, kenapa bisa-bisanya aku berkata seperti itu tentang anak muda jaman sekarang? Apakah kamu sedang mendapatkan surat dari seorang tua? Haha, tidak Bintang. Bukan begitu.

Aku sendiri masih muda kalau ukuran muda adalah lama hidup di bumi, umurku masih 22 tahun. Umur yang seharusnya sedang sibuk dengan dunianya, dan tergila-gila pada dunia yang bisa digenggamnya dengan mudah. Bukankah begitu, Bintang yang cerah?

Dengan umurku yang 22 tahun ini, untuk sementara aku belum punya keinginan untuk hidup lebih lama dari 25 tahun. Aku sangat ingin mati Bin, sangat ingin mati muda. Keinginanku mati muda sudah kupunya sejak aku SMA kalau tidak salah ingat, sekitar tujuh tahun lalu. Hanya saja aku sendiri terlalu pengecut untuk bunuh diri. Karena aku masih meyakini, kematian hanyalah hak Tuhan. Aku manusia, tidak diperkenankan mengetahuinya. Tapi keinginan saja tidak dilarang kan Bin?

Pasti di sini kamu heran lagi, Bintang sahabat baruku.

Kenapa aku begitu ingin mati? Hmm, bagaimana menjelaskannya ya, darimana aku mulai menjelaskannya ya Bintang. Karena ada begitu banyak alasan yang dimiliki dunia ini yang membuatku sangat ingin mati muda.

Suatu ketika, ada teman yang berkata padaku, bahwa aku itu seperti pembatas buku. Anggaplah sejarah Indonesia ini ada dalam sebuah buku. Di dalam buku itu ada satu bab mengenai generasi tua, dan bab selanjutnya mengenai generasi muda jaman sekarang. Nah aku ini berada di tengah-tengahnya sebagai pembatas buku. Aku tidak termasuk generasi tua karena aku memang tidak dilahirkan di masa itu. Aku pun tidak seperti generasi muda ketika aku tidak sepaham dengan mereka, tidak berpikir dengan cara yang sama, pun tidak melakukan hal yang sama.

Manusia sepertiku entah manusia yang terlambat lahir di dunia ini, karena aku lebih memahami generasi tua daripada generasi anakmuda jaman sekarang. Atau bisa jadi aku malah manusia yang terlalu cepat hadir untuk generasi ini. Aku berpikir tentang masa yang akan datang dimana keinstanan atau kemudahan hidup yang dimiliki anak muda jaman sekarang tidak ada manfaatnya bagi pengalaman hidup mereka.

Tapi pemikir hebat seperti Soe Hok Gie atau Ahmad Wahib kan juga pada dasarnya adalah orang-orang yang terlalu cepat hadir bagi generasi mereka. Semoga saja aku begitu, seperti mereka. Aku orang yang terlalu cepat hadir di generasiku sehingga apa yang aku katakan atau aku pikirkan tidak bisa dipahami mereka.

Mungkin kamu tidak habis pikir, Bintang yang ramah. Kenapa aku bisa seperti ini. Tadinya aku pun bingung, ada apa denganku, apa yang salah dengan hidupku. Tapi belakangan mungkin aku bisa mengambil kesimpulan dari kebiasaanku.

Aku orang yang mungkin agak terlalu banyak membaca buku sejarah dan juga sastra. Buku-buku yang jarang dibaca anak muda jaman sekarang, Bintang. Dan dari buku-buku itu, aku kemudian muak ketika melihat kenyataan ternyata dunia ini tidak pernah belajar dari masa lalunya. Aku pun muak melihat kebejatan yang dilakukan manusia kepada manusia yang lain. Exploitation de l'homme par l'homme katanya, eksploitasi manusia oleh sesama manusia. Kemuakan ini membuatku lelah Bin, lelah sekali untuk hidup. Lelah sekali menjadi bagian dari umat manusia yang seperti ini.

Karena banyak membaca buku-buku seperti itu, aku menjadi orang yang sangat banyak bertanya, sangat banyak mempertanyakan, sangat banyak menggugat kenyataan. Apapun aku tanyakan, apapun aku pertanyakan, dan apapun aku gugat, Bintang sahabatku.

Mungkin kamu pikir banyak mempertanyakan adalah sebuah bentuk ketajaman pikiran, kritis katanya. Awalnya pun bagiku seperti itu. Awalnya bagi teman-temanku pun seperti itu, Bintang. Jadi pada awalnya kubiarkan saja.

Tapi ini sudah melewati batas. Pertanyaan-pertanyaanku membuatku gelisah tidak bisa tidur setiap malam. Mereka membawa serta mimpi-mimpi buruk yang membuatku ketakutan menutup mataku setiap malam. Pertanyaan-pertanyaanku membuatku gelisah tidak mampu makan. Mereka membawa serta nasib-nasib petani yang dirugikan dari makanan yang kumakan. Mereka juga membawa kelaparan dan kemiskinan yang diderita lebih dari separuh manusia di bumi, Bintang.

Pada akhirnya pertanyaan-pertanyaanku itu semakin lama membuatku ingin mati. Pertanyaan-pertanyaanku kini membunuhku! Bukan kritis namanya kalau begini, aku kini sekarat!

Maka aku menulis surat ini kepadamu, Bintang, cahaya yang berpendar lemah dari bumi. Setidaknya kamu menawarkan harapan di kegelapan malam. Bukankah semakin gelap malam, maka semakin bersinar dirimu, Bintang Sahabatku?

Aku menulis karena dengan menulis aku mampu menunda bunuh diri. Aku menulis surat ini karena aku menunda mati. Setidaknya untuk malam ini.

Selamat malam Bintang,
Hiduplah selama-lamanya.

Ruang Duduk Rumah Jogja,
30 Mei 2012
19:16

Nadia Aghnia Fadhillah
@nadanakaneh

---

Di perjalanan menuju warnet barusan aku hampir ketabrak, dan kalau surat ini tidak jadi aku publikasikan, bagaimana kelanjutannya? Seru yah? Hahaha.

25 Mei 2012

A Letter to A New Penpal

Hi! my name is Grace, I'm 26 years old and I'm from the San Francisco Area, in California, USA. I am a double degree major and currently studying Civil Engineering. I want to provide clean water for people in third world countries after graduation.

I love traveling to new places and learning languages. I enjoy reading books. :) I hope that someday I could visit Italy. I like writing letters, watching movies, reading and hanging out with friends. I like to write and also in my free time I write books and have published four books.

Please write something about you, your life, your job, your dreams and what makes you happy.


Hi Grace, how do you do?
My name is Nadia. I'm 22 years old. I'm an architecture student. I live in Yogyakarta, Indonesia. And I am Indonesian. As you know, Indonesia is one of the third world countries that you mentioned in your profile.

As an architecture student and a member of the third world, I do understand what you said earlier about water crisis. Let me tell you about Indonesia, my own nation, Grace.

Indonesia actually has a lot of nature resources. Just name it; gas oil, forests, woods, birds, beaches, mountains, gold minings, everything. We are rich of nature. We can call it: just like a piece of heaven falling to the earth.

But what happen now, Grace? Everytime you watch Indonesian news on television, they are bad news. There is no future of Indonesia. Everytime you go out to the streets, junctions, corners, underbridges, and riverbeds, you can find a lot of hunger people right there. The goverment do nothing. Yeah maybe just a little and the rest of them, they do corrupt.

I do really love Indonesia, Grace. I'm a native and the most fluent language for me is Bahasa Indonesia. I can't thinking about living in other place but Indonesia.

But this country makes me sick. This country makes me believe that there is no justice exist in this world. What a cruel fact that I and the young Indonesians had to face in front of us.

We are, Indonesian youngsters do not have hope for the better future of Indonesia if we do nothing. We can't depend on the goverment nor the president. So we do what we can do.

So there are many youth movements in Indonesia nowadays. Some young Indonesians do demonstrations in front of parliament buildings. They fight for justice, humanity, human rights, and for a better place to living in. The other young people do research in their own educations. The other try the best for their works. Another young Indonesians do community services, examples: giving free education for poor children, giving healthcare for poor people, and making improvement based on local community.

The picture in my first postcard shows a beatiful beach in Belitong Island. What do you think about that beach, Grace? Beatiful, isn't it? But you know, that beautiful island has many complicated problems. Especially water problem. I did two months last year doing community services to try solving the problem. My second postcard shows you a publication of Yogyakarta-Netpac Asian Film Festival 2011. I joined watching the festival. This is one of youth movements we do to make a better future of Indonesia.

This is my first letter. If you want to ask something, questions about Indonesia, I will try my best to answering your questions,

I sent you a map of Yogyakarta City and the entire Yogyakarta Hadiningrat Royal Family names written in the back side.

Hope you will be happy received my post cards. I'm sorry if you don't have any idea what i am talking about. I'm not really good in English. But I love watching The Mentalist Series, they are from California, your city, aren't they? Hehe.

See you someday, Grace!
Cheers!

24 Mei 2012

Penembak Misterius: Sebuah Resensi

Aku sebenarnya jarang menikmati cerpen. Suka membuatnya namun tidak terlalu suka membaca cerpen orang lain. Karena berbagai rekomendasi tentang kehebatan Seno Gumira Ajidarma dari teman-teman; Mas Panda dan Mas Pra, maka aku membeli dan membaca kumpulan cerpen ini.

Karena aku jarang membaca kumcer lain, aku tidak punya kemampuan membandingkan buku ini dengan buku lain yang sejenis. Dan juga karena ini buku SGA yang pertama aku baca, aku pun tidak bisa membandingkannya dengan buku-buku SGA lainnya. Jadi aku membuat review ini, murni dari yang kurasakan saat membacanya. *sok polos*

Ada 12 cerpen dalam buku ini yang dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama merupakan trilogi cerpen: Penembak Misterius, berisi tiga cerpen yang bertema sama, tentang Penembak Misterius atau Petrus selama tahun '80an. Dua bagian lainnya adalah Cerita Untuk Alina dan Bayi Siapa yang Menangis di Semak-Semak. Yang alasan kenapa cerpen-cerpen di dalamnya dimasukkan ke bagian itu tidak terlalu jelas.

Aku biasa memegang pensil saat membaca buku untuk menggarisi kalimat yang kuanggap menarik atau memberi komentar di margin buku. Namun ketika aku membaca cerpen pertama; Penembak Misterius, aku merasa ada yang aneh. Karena cerpen ini indah, tapi aku tidak menemukan bagian mana yang harus aku garis. Kata-katanya sederhana, tidak rumit, biasa saja. Tapi keseluruhan cerpennya luar biasa. Kalau aku bersikukuh menggarisinya, maka aku menggarisi keseluruhan cerpennya. Nahloh.

Cerpen kedua; Bunyi Hujan di Atas Genting, yang menarik perhatianku adalah ternyata si Sawitri, tokoh utamanya, sangat lugu. Cerpen ini menurutku sederhana, biasa, dan malah membuatku takut kalau aku membuka jendela, melihat ke kanan bawah, lalu menemukan mayat setiap pagi sehabis hujan. Cerpen ini pernah dialih-bahasakan ke bahasa asing. Memang mudah mencari padanan kata dalam bahasa asingnya, karena kata-kata yang digunakan sederhana. Namun sulit menjelaskan bahwa judul cerpen ini adalah sebuah lagu rakyat. Pasti banyak footnote.

(bersambung)

Karena dengan Sastra

Malam ini Kau bertanya, Kekasihku
Kenapa aku membaca sastra.

Lalu aku menjawab.
Kau tahu Sayang, karena dengan sastra, aku bertemu denganmu di deretan rak-rak buku itu.
Karena dengan sastra pula, aku jatuh cinta perlahan padamu dalam diskusi-diskusi kita tentang buku.
Karena dengan sastra, aku menyatakan perasaanku padamu melalui surat-surat cintaku.

Dengan sastra aku pun semakin memahami dunia, dunia tanpa keadilan, dunia kita ini, Sayangku.
Semakin pula aku memahami Tuhan kita yang entah apa alasannya menciptakan kamu, aku, dan manusia.
Semakin pula aku memahami Tanah Air kita yang tidak hentinya membuatku menangis setiap malam kemudian Kau mengusap air mataku setelah itu. Setiap malam pula, Kekasihku.

Juga karena dengan sastra, kuputuskan untuk membakar hatimu yang beku itu dengan api asmaraku, alih-alih cinta membakarku sendiran. Dengan sastra, aku mampu memahami makna cintaku padamu.

Dan karena dengan sastra pula,
akhirnya Sayangku,
kudapatkan hatimu.

Peri yang Mati

Tidak,
Ia tidak pantas
Untuk raksasa mana pun di dunia.

Makanya Ia ingin mati
Segera mati
Lekas mati

Peri tidak dilahirkan berpasangan dengan raksasa
Tapi Ia punya hati
Bisa saja jatuh hati

Tapi apa salahnya jatuh hati
Jatuh hati yang berteman baik dengan patah hati
Itulah kenapa jatuh hati dan patah hati
Tak jauh berbeda
Karena sekali jatuh, hati peri yang rapuh akan patah berkeping-keping
Dan tak ada lagi.

Peri pun mudah patah hati
Ia akan mati karena sakit yang tak terkira
Apalagi karena patah hati.

Raksasa akan bersama raksasa
Dan peri akhirnya mati.

18 Mei 2012

Pangan Sederhana

Dalam setiap sendok nasi yang kita makan ada: petani menderita, pemerintah korupsi, cukong gendut oportunis, hingga anak petani kurang gizi.

Dalam seporsi telur dadar ayam negeri ada: garam impor pahit, petani garam merugi, tengkulak dan pemerintah untung besar, hingga pakan ayam impor.

Dalam sekeping tempe ada: dilema kedelai impor, harga kedelai meroket, limbah pabrik tempe, hingga pemerintah yang mental tempe padahal makan biasanya makan daging.

Dalam mi goreng yang direbus itu ada: impor gandum yang membengkak, gaya hidup instan, pembodohan dan penyakitan massal, nasib buruk buruh pabrik, hingga monopoli kapitalis pengusaha mi.

Dalam seteguk es teh manis ada: gula impor pahit, nasib pahit petani tebu dan buruh pabrik, pemerintah dan pengimpor gula yang kena diabetes massal.
Belumlah usai, yang di atas hanyalah contoh sederhana, masih banyak pangan bermasalah lain di indonesia. Kalau kau tahu pasti tidak akan tega makan apapun!

15 Mei 2012

Suami Idealku

Hai,
Aku menulis tulisan ini sebagai penerimaan permintaan Mas Ardi Wilda untuk menulis seperti apa suami ideal yang kuinginkan. Sebelumnya aku menulis komentar di tulisan Mas Ardi tentang istri idamannya di sini.

Ini pertama kalinya aku menulis mengenai Suami Idealku karena sampai detik ini pun aku tidak merasa suatu saat akan saling direbutkan atau saling diributkan laki-laki sehingga harus memilih. Yang aku tahu, aku tidak cantik.

Aku juga belum pernah menulis seperti ini sebelumnya karena tidak begitu memikirkan tentang pernikahan. Bukan karena tidak ingin menikah, hanya saja aku lebih ingin mati muda bahkan sebelum menikah. Ketika aku memikirkan pernikahan, aku sebenarnya sedang bernegosiasi pada diri sendiri untuk memperpanjang keinginanku hidup. Juga kalau aku meminta pada seorang laki-laki; "Nikahi aku, Mas.", itu sebenarnya merupakan sandi S.O.S untuk menyelamatkan diriku dari keinginan mati saat itu juga.

Jadi, syarat pertama laki-laki yang bisa menjadi suamiku adalah yang mampu menunda keinginanku untuk mati. Karena aku ingin mati setiap harinya, maka laki-laki ini pun harus bisa menunda keinginanku itu setiap hari pula. Penundaan ini bisa dilakukan dengan menunjukkan hal-hal baru yang menyenangkan atau bahkan yang luar biasa dari dunia, memperkenalkan dengan aktivitas baru yang seru, merekomendasikan buku-buku luar biasa yang belum pernah aku baca, atau mengajakku ke tempat-tempat baru. Bisa juga dengan memiliki anak. Karena aku pasti tidak ingin mati ketika bertanggungjawab terhadap karakter anak-anakku nanti.

Syarat yang kedua adalah laki-laki ini bisa aku ajak bicara tentang apapun; kemuakanku pada pemerintah, perih yang kurasakan saat menyanyikan lagu Indonesia Raya, pesimis yang kupunya dengan masa depan umat manusia, dan lain-lain. Ia juga laki-laki yang bisa memahami karya-karya Pram, Dickens, atau Jostein Gaarder yang membicarakan tentang manusia dan bahkan Tuhan. Di saat yang lain ia mampu mendengarkan dongeng-dongeng tentang peri dan raksasa, naga, monster-monster bawah laut, penyu sisik yang mudah mati, dan juga paus terdampar yang merindukan lautnya. Atau bahkan hal-hal remeh mengenai ukuran bra, berat badan, jerawat, bisul, cacingan, kegagalanku memasak, jarangnya aku makan atau bahkan jarang mandi. Kadang pula cerita tentang ciuman panas yang akan atau sedang dilakukan berdua.

Yang ketiga adalah laki-laki ini bersedia dan bisa menjadi korban gombalanku tiada akhir, menjadi korban tindak tanduk agresifku yang menerkam atau menciumi membabi buta. Atau justru pada saat yang lain mampu membuat pipiku merah tiba-tiba, membuatku mengalihkan pandangan karena malu, menyembunyikan mukaku di balik bantal, hingga membuatku berguling-guling kegirangan sehabis diciumnya, yang jarang-jarang aku dicium. Ia pun tahu bagaimana harus mengendalikanku saat aku bergelayutan di lengannya saking manjanya atau saking menyebalkannya. Burung liar yang selalu terbang bebas pun kadang ingin masuk sangkar untuk mendapat perhatian dan kasih sayang seorang Tuan yang tidak didapatkannya dalam kebebasan.

Selanjutnya yang agak sulit, laki-laki ini baiknya peka. Tahu ketika aku sedang marah, kecewa, sedih, dan emosi negatif lainnya hanya dengan memandang ke kedalaman mataku -pada dasarnya emosiku sangat mudah ditebak-. Aku punya kesulitan mengatakan: "Aku mau kamu minta maaf kepadaku,". Jadi harus tahu sendiri. Yah maaf kalau merepotkan. Selain itu ia juga mampu menerima alasan "Aku sedang membaca buku," karena aku lebih memilih aktivitas membaca buku daripada aktivitas pacaran.

Laki-laki ini juga suka minum sesuatu di pagi hari. Minum teh hangat atau kopi manis atau susu murni atau jamu gendong. Aku suka membuatkan minuman pagi untuk orang lain, apalagi jika diminum bersama. Sebuah aktivitas memulai hari yang sangat menyenangkan.

Di atas semuanya, laki-laki ini harus datang ke rumah dan melamarku di depan ibu bapakku. Menyedihkan sekali ternyata banyak laki-laki yang dengan mudah bilang "Ayuk nikah, ayuk ke penghulu," padahal tidak ada satupun yang berani datang melamar ke rumah.

Aku tahu, standarku sangat normatif di tulisan yang kubuat ini untuk menjadi standar Suami Ideal bagiku. Siapapun, dengan latar belakang apapun bisa. Memang begitu.

Aku mau tahu dan peduli dengan masa lalunya agar berhati-hati menjaga perasaannya. Aku mau tahu dan peduli dengan mimpi-mimpinya agar mampu membantu untuk mewujudkannya. Aku mau tahu dan peduli dengan jenis musik kesukaannya untuk mencarikan hadiah yang tepat untuk ulang tahunnya. Aku mau tahu dan peduli dengan tim sepakbola favoritnya untuk mengingatkannya ada jadwal pertandingan malam nanti. Tapi mau bagaimanapun masa lalunya, apapun mimpinya, jenis apapun musik kesukaannya, dan siapapun tim sepakbola favoritnya, itu tidak menjadi pertimbangan jadi atau tidak aku menerimanya menjadi suamiku.

Sederhana kan? Tapi adakah lelaki seperti itu? Yang syaratku padanya juga sama dengan syaratnya padaku?

*Aku menulis ini merupakan sebuah tantangan yang besar, untuk jujur atau tidak dalam penulisannya. Tulisan ini agak kontroversial karena pastinya mendobrak pikiran orang-orang tentangku. Teman-temanku merasa aku anak penurut yang tidak mungkin agresif hingga menerkam segala. Tapi yah, calon suamiku harus tahu seperti apa aku aslinya. Kalau seorang laki-laki ilfill padaku setelah membaca tulisan ini, yah berarti dia bukan orang salah satu kandidat Suami Idealku. Mudah saja kan? 

12 Mei 2012

Review Buku Jostein Gaarder Lagi

THROUGH A GLASS DARKLY
CECILA DAN MALAIKAT ARIEL
Jostein Gaarder

Bahagia adalah kupu-kupu
Mengepak lemah, rendah dekat tanah,
Tapi nestapa adalah rajawali
Dengan dua sayap hitam raksasa nan perkasa.
Ia mengangkatmu tinggi di atas kehidupan.
Yang merekah di bawah sana, di hangat surya dan pertumbuhan.
Rajawali nestapa tinggi terbang.
Ke negri para malaikat yang setia menjaga
Sarang kematian.

Edith Sodergran (1892-1923) hal.5

Buku ini adalah sebuah dialog panjang pengantar kematian bagi seorang gadis kecil bernama Cecilia dengan seorang malaikat kecil bernama Ariel yang bertugas menjaganya. Cecilia menderita penyakit parah yang membuatnya harus hampir selalu berbaring. Berbulan-bulan.

Ceritanya sederhana, dialog seorang anak kecil dan malaikat kecil yang membicarakan kehidupan dengan cara menyenangkan. Bagaimana rasanya dingin itu? Bagaimana caranya melihat? Bagaimana caranya mendengar? Bagaimana bermimpi? Bisakah memilih apa yang akan dimimpikan malam ini? Bisakah memilih untuk mengingat atau melupakan sesuatu? Hal-hal semacam itu.

Bahasan anak-anak ini bahkan terlalu cepat buatku sendiri. Cecilia dasarnya adalah gadis yang sangat cerdas, dia tahu banyak hal tentang bebatuan dan meteor karena menghabiskan waktunya membaca tumpukan majalah sains, ia juga suka mengatur-atur, tipikal anak gadis yang ceriwis. Malaikat Ariel pun malaikat yang suka bertanya. Karakter mereka hampir sama satu dan yang lain yang membuat agak sulit mengidentifikasi siapa diantara mereka yang sedang mengajukan pertanyaan atau menjawabnya bila tidak ada keterangan nama. Selain mereka berdua, karakter lain sebagai pendukung adalah keluarga Cecilia. Keluarga yang indah sekali hingga membuat menangis.

Mungkin kita sedih ketika merasakan keindahan karena kita tahu itu tidak akan berlangsung selamanya. -Hal.20

Anak-anak ini pun menyimpulkan, manusia memang terlahir dalam tubuh yang terdiri dari darah dan daging yang mudah hancur karena terbuat dari tanah.

Di dalam badan itu, darah dan daging bergejolak, yang berarti hidupmu tidak abadi. -Hal.51

Tapi ruh manusia akan abadi selamanya, tidak akan hancur. Begitu pula manusia dapat terbang di dalam mimpinya hingga dapat menjelajahi dunia dalam imajinasinya sendiri.

Dalam pikiran mereka, manusia dapat melakukan semua hal yang dilakukan malaikat dengan tubuh mereka. -Hal.141

Kalau mimpi itu indah dan berlangsung selamanya, kurasa aku lebih suka memilih mimpi. -Hal.166

Seperti yang mudah diduga, pada akhirnya pun Cecilia meninggal, dengan cara yang tidak terasa menyakitkan untungnya. Dengan indah.

Yogya, 12 Mei 2012

07 Mei 2012

Manusia - Sebuah Surat

Kepada Kakakku Sayang,
Selamat malam Kak.

Kak,
Kakak tahu kan, belakangan Adik sering bertanya-tanya pada orang-orang; Apakah kamu manusia? Apakah mereka manusia?

Orang-orang yang Adik tanyakan adalah orang-orang yang tega membunuh orang lain dengan sadar, orang-orang yang memerkosa anak mereka sendiri, orang-orang yang membunuh ayah ibu mereka sendiri, orang-orang yang membuat orang lain kelaparan dan menderita. Mereka itu orang-orang yang tidak Adik anggap manusia karena mereka tidak punya perikemanusiaan dan tindakan yang mereka lakukan tidak manusiawi.

Tapi Kak,
Apa itu sebenarnya manusiawi?
Apa itu perikemanusiaan?
Siapa itu manusia?

Apakah manusia itu hewan yang berjalan tegak dengan dua tungkainya? Itu kan definisi manusia menurut ahli biologi untuk membedakan kita dengan orang utan? Lalu apa itu manusiawi? Orang utan tidak pernah membunuh orang tuanya sendiri, tidak memerkosa anak-anak mereka sendiri, atau membunuh satu sama lain dalam spesies yang sama. Hanya manusia-lah yang melakukannya, Kak!

Lantas apa itu manusiawi?

Tadinya aku merasa aneh dengan jaman ini, Kak. Zaman saat manusia sudah bukan lagi menjadi manusia menurutku. Mereka telah berubah menjadi setan. Mereka memerkosa anak sendiri, membunuh bayi-bayi seperti membunuh tikus, membunuh orangtua sendiri. Sebutkan saja kejahatan apapun, pasti pernah dilakukan manusia jaman ini.

Tapi aku berpikir lagi, Kakakku sayang.

Apa bedanya jaman ketika kita hidup sekarang dengan saat Perang Dunia II, saat NAZI membunuh jutaan nyawa hanya untuk menguasai dunia? Apa bedanya jaman sekarang dengan saat Penjajahan Jepang, saat tidak ada satu perempuan pun yang luput dari pemerkosaan bergilir? Bagaimana juga saat Penjajahan Belanda memberlakukan kerja dan tanam paksa sehingga banyak rakyat yang mati sengsara, apa bedanya dengan sekarang? Dulu lagi Bangsa Eropa melakukan perbudakan kepada Bangsa Afrika, menjual manusia seperti menjual kentang, apa bedanya dengan sekarang, manusia dijual untuk devisa yang katanya buat negara? Ke belakang lagi sebelum Rasulullah hadir, saat jaman Jahilliyah Bangsa Arab membunuh anak-anak perempuannya hanya karena malu, apa bedanya dengan sekarang? Yesus yang dimuliakan Kaum Nasrani pun dibunuh oleh Roma, ummatnya sendiri, Kak! Sebelumnya lagi ada Firaun yang mengaku tuhan dan memerintahkan negrinya untuk membunuh semua bayi laki-laki karena merasa kekuasaannya terancam, apa bedanya dengan sekarang saat bayi-bayi yang masih di dalam kandungan pun dibunuh oleh ibu dan ayahnya? Jauh lagi ke belakang, anak Nabi Adam, Habil dibunuh oleh Qabil, saudara kandungnya sendiri Kak, dan itu hanya karena wanita. Apa bedanya dengan sekarang?

Dari dulu begitulah manusia, Kak.

Maka tidak pernah ada peri-kemanusiaan. Maka tidak ada manusiawi. Kalaupun ada, peri-kemanusiaan dan manusiawi merujuk kepada tindakan bejat yang selalu dilakukan manusia, sejak dulu. Yaitu menyakiti manusia yang lain.

Justru ketika Adik atau Kakak menolak menyakiti manusia yang lain, kemanusiaan kita lah yang sebenarnya patut dipertanyakan.

Mungkin kita berdua malaikat.

Sebuah Resensi Buku


Hai Petter,
Aku membaca tentang dirimu dalam buku The Ringmaster's Daughter: Jostein Gaarder. Itu buku tulisanmu sendiri, kan? Tulisan yang sangat panjang tentang dirimu dan hidupmu sendiri.

Meskipun sejak awal hingga akhir buku itu, kau tidak ingin sama sekali -katamu tidak akan- menjadi penulis, tapi apakah kau sadar Petter, kalau akhirnya kau pun menjadi seorang penulis. Kau menulis tentang hidupmu dan dirimu sendiri. Kau secara tidak sadar telah menjadi penulis dan berhasil membuat tulisan sepanjang 394 halaman.

Bagaimana rasanya menjadi seorang penulis? Bagaimana rasanya menulis sebuah cerita penuh? Bagaimana rasanya berhasil mengendalikan imajinasi liarmu yang lain selama kamu menulis?
Dan terutama, bagaimana rasanya menjilat ludahmu sendiri? Pahitkah?

Petter,
Karaktermu yang kubaca dalam The Ringmaster's Daughter sangatlah luar biasa. Aku saja hampir jatuh cinta padamu. Lelaki arogan memang sangat menantang bagiku. Tetapi lelaki yang terlalu arogan, yang merasa dirinya mampu mengendalikan siapapun, sangatlah menyebalkan. Dan kau termasuk tipe lelaki yang kedua.

Jadi aku memutuskan untuk sekedar kagum pada karaktermu yang kuanggap luar biasa itu. Beberapa dari diriimu yang baik akan kucontoh dan diaplikasikan pada diriku sendiri. Seperti membaca ensiklopedi, menghapal isinya, kemudian melakukan perjalanan mental kemana saja. Aku juga akan menulis sekecil apapun imajinasi yang aku punya. Meskipun sementara hanya kukumpulkan dalam folder-folder. Seperti yang kau lakukan. Siapa tahu suatu saat aku akan berhasil menuliskannya.

Di antara semuanya, ada yang tidak kusuka darimu, Petter. Kebebasan yang kau punya itu membuatmu tidak bertanggungjawab atas apa yang kau lakukan. Kau menginginkan membuat seorang anak manusia, namun tidak mau menjadi ayahnya. Apa kau manusia? Bayi itu makhluk hidup juga! Well, kupikir-pikir lagi, memang banyak orang yang melakukan hal yang sama sepertimu di jaman ini. Mereka melakukan perbuatan pembuatan anak manusia namun tidak ingin menjadi orang tua dari anak-anak itu. Apa mereka dan kau, Petter, bukan manusia lagi? Kenapa kalian bisa melakukan itu?

Dan perbuatanmu itu mendapatkan balasan. Gadis Sirkus dalam ceritamu tentang The Ringmaster's Daughter menjelma menjadi anakmu sendiri. Lagi-lagi kau merasakan pahitnya menjilat ludah sendiri yang sudah kau buang dulu kan?

Petter,
Tidakkah kau merasa ketakutan? Kau memiliki begitu banyak imajinasi yang bisa menghantuimu balik. Bahkan di saat kau sedang sendirian. Kau bilang kau suka sendirian. Tapi Petter, kau tidak pernah sendirian. Si Lelaki Semeter selalu ada di mana pun kau berada. Kau tidak pernah sendirian Petter, kau selalu dimata-matai oleh imajinasimu sendiri. Mengerikan bukan?

Kalau kau tanya balik padaku, aku jauh lebih takut padamu, Petter. Aku takut pada manusia yang bisa mengendalikan manusia lainnya dan berhasil melakukan hal itu. Aku tidak mau kau mengendalikan tindakanku, apalagi pikiranku. Aku tahu Petter, aku memang perempuan yang sangat mudah ditebak, tidak punya banyak rahasia, dan terkadang malah membosankan. Tapi setidaknya aku tidak berminat menjadi Tuhan.

Kau juga terlalu benar, Petter, Semua kata-katamu hampir benar. Itu yang membuatku takut. Manusia tidak diciptakan untuk tahu segala hal.

Petter,
Kisah hidupmu yang kau tuliskan di buku The Ringmaster's Daughter: Jostein Gaarder ini memang tidak semenarik buku-buku Gaarder yang sudah pernah kubaca sebelumnya. Tapi yang membuat buku ini istimewa adalah kau, Petter, karakter dirimu sendiri yang bagiku luar biasa.

Ini bukan surat cinta, jangan salah paham. Karena aku menolak jatuh cinta pada lelaki sepertimu.

Sampai jumpa,
Petter,

01 Mei 2012

Tanah Merah

sebenarnya kartu tanda penduduk itu sederhana. namun pemerintah yang membuatnya rumit.

pembuatan ktp baru harus disertai ktp ortu,kk,& akte kelahiran. kl ortu tdk punya ktp&kk, mk anak tdk berakte & tdk bs punya ktp

tanpa akte, anak tdk bisa sekolah formal. tanpa ktp, anak tdk bisa kuliah, dpt beasiswa, menikah di KUA, bahkan dapat pekerjaan.

akhirnya lingkaran kutukan 'tidak punya ktp' pun terus diwariskan ke generasi berikutnya.

ktp itu sederhana kan? tapi pemerintah malah membuatnya menjadi sangat rumit sekali.