16 Juni 2013

Bagian Satu

(1) Aku ingin pergi dari sini. Mati di tempat yang jauh. Mati sendirian. Selama ini hidupku kujalani seorang diri, lantas kenapa mati mesti ditemani. Selama ini aku menangis seorang diri, tidak perlulah kematianku ditangisi beramai-ramai. Hidupku bukan hidup yang hiruk pikuk. Matiku pun diam sunyi.

(2) Aku ingin mati di tempat asing. Dikuburkan orang asing. Selagi pengasingan kuhukumkan pada diri. Diri yang terasing. Lebih baik mati di hadapan orang yang tak tahu sejarah diri. Daripada mati di hadapan orang dekat yang menggunjing masalalu. Hidup mati berselimut gunjingan.

(3) Maka keputusanku sudah bulat. Aku akan pergi jauh. Tanpa pesan. Karena tak ada siapapun yang berhak kuberi pesan. Tanpa peringatan. Karena tak ada siapapun yang perlu kuingatkan.

(4) Angin dingin menggigilkan tulang punggung. Kurapatkan jaket yang basah kuyup. Gigi gemeletuk. Bukubuku jari pucat keriput. Aku duduk di sudut parkiran yang sibuk. Lalu lalang kendaraan mencipratkan noda pada celana. Celana yang juga basah kuyup. Sepatu kets yang basah kuyup. Rambut yang basah kuyup. Mata yang basah kuyup. Hidup yang basah kuyup.

(5) Aku persis kucing kotor terperosok selokan. Ah, tapi apa hidupku masih butuh perumpamaan?* Wiji Thukul

(6) Halilintar pecah. Hujan tumpah. Banjir sumpah serapah.