10 Oktober 2013

Buta Warna

Seandainya aku terlahir buta warna, maka dunia terlihat sebagai bayangan yang nyata.

Segitukah suramnya dunia? Aku hanya bisa bertanya. Tentu saja tidak pernah membandingkan, aku tidak tahu apa itu warna. Aku hidup dan mengisi hidup seperti orang biasa. Barangkali orang biasa pun mengisi hidup sama seperti orang buta warna. Tidak ada gesekan, juga tabrakan. Hingga muncul persyaratan masuk kuliah, kemudian persyaratan masuk kerja. Orang-orang biasa memberi batasan pada orang-orang yang tidak melihat dunia seperti bagaimana mereka melihat dunia. Adilkah? Bisa jadi adil, untuk jurusan dan pekerjaan yang benar-benar membutuhkan kepekaan warna. Tapi disingkirkan untuk pekerjaan sehari-hari karena buta warna? Yang benar saja.

Ini sama salahnya dengan apartheid; merendahkan golongan yang berbeda. Sama salahnya dengan Nazi; merasa unggul lalu menyingkirkan cacat. Sama salahnya dengan kediktatoran dan ketotaliterian; melarang perbedaan pandangan.

Padahal setiap orang hidup dalam dunianya sendiri. Persis seperti orang buta warna dan dunianya.

10 Agustus 2013

Batas

Apa batasan yang kupunya?

Mungkin salah satu cara menjawabnya adalah dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya, menempuh sejauh-jauhnya, menguasai seluas-luasnya.

Hingga nanti pada akhirnya aku tahu lantas menentukan apa batasku sendiri.

16 Juni 2013

Bagian Satu

(1) Aku ingin pergi dari sini. Mati di tempat yang jauh. Mati sendirian. Selama ini hidupku kujalani seorang diri, lantas kenapa mati mesti ditemani. Selama ini aku menangis seorang diri, tidak perlulah kematianku ditangisi beramai-ramai. Hidupku bukan hidup yang hiruk pikuk. Matiku pun diam sunyi.

(2) Aku ingin mati di tempat asing. Dikuburkan orang asing. Selagi pengasingan kuhukumkan pada diri. Diri yang terasing. Lebih baik mati di hadapan orang yang tak tahu sejarah diri. Daripada mati di hadapan orang dekat yang menggunjing masalalu. Hidup mati berselimut gunjingan.

(3) Maka keputusanku sudah bulat. Aku akan pergi jauh. Tanpa pesan. Karena tak ada siapapun yang berhak kuberi pesan. Tanpa peringatan. Karena tak ada siapapun yang perlu kuingatkan.

(4) Angin dingin menggigilkan tulang punggung. Kurapatkan jaket yang basah kuyup. Gigi gemeletuk. Bukubuku jari pucat keriput. Aku duduk di sudut parkiran yang sibuk. Lalu lalang kendaraan mencipratkan noda pada celana. Celana yang juga basah kuyup. Sepatu kets yang basah kuyup. Rambut yang basah kuyup. Mata yang basah kuyup. Hidup yang basah kuyup.

(5) Aku persis kucing kotor terperosok selokan. Ah, tapi apa hidupku masih butuh perumpamaan?* Wiji Thukul

(6) Halilintar pecah. Hujan tumpah. Banjir sumpah serapah.

15 Mei 2013

Dekonstruksi Sapardi

Aku sudah pernah membuat tulisan mengenai buku yang mengubah hidupku. Kali ini bukan buku, ada satu puisi yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Sepenggal puisi Sapardi Djoko Damono.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu pada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti isyarat yang tak sempat disampaikan awan pada hujan yang menjadikannya tiada.

Sekali dua kali kudengar, kata-katanya biasa saja. Kuat metafor. Lama kelamaan kupahami, ternyata ini puisi luar biasa. Cinta dimaknakan ulang oleh Sapardi. Cinta dalam puisi ini, bukan sesuatu yang dipaksakan, diungkapkan membabibuta, dibudakkan, atau bahkan dituhankan. Cinta itu biasa saja. Bahkan ketika ia menjadi cinta platonis, tidak dipertemukan takdir, ia tetaplah cinta.

'Aku Ingin' mendobrak paradigma mainstream masyarakat yang tanpa sadar membuat banyak persyaratan dalam cinta. Misalnya pola pikir aku ingin orang yang kucintai sepeti ini, seperti itu, harus begini, harus begitu. Syarat-syarat yang jika dikumpulkan dan dibangun akan menjadi sebuah piramida besar yang dimaknai sebagai cinta. Piramida itu telah dihancurkan oleh Sapardi. Dekonstuksi makna dilakukan Sapardi pada Cinta. Cinta adalah sesuatu yang lumrah, sederhana, tidak bersyarat, tidak memonopoli, tidak menguasai, tidak menghamba, tidak menuntut. Ya cinta saja. Positif.

Aku bersyukur memahami puisi ini ketika sedang jatuh cinta. Karena cinta ini tidak keburu berkembang menjadi monster piramida bersyarat yang akan runtuh kapan saja. Dan aku lebih bahagia karenanya.

28 April 2013

Aku

Aku lahir beberapa hari setelah Nelson Mandela dibebaskan. Setelah dipenjara selama duapuluh tahun lamanya. Karena ia memperjuangkan kesetaraan hak asasi manusia. Pembebasan Nelson Mandela menandakan bahwa perlawanan bisa dilanjutkan, bahwa apartheid mungkin dihapuskan. Aku lahir ketika Afrika Selatan diliputi harapan berbuncah-buncah. Harapan akan masa depan yang lebih baik bagi kulit hitam. Harapan akan masa depan yang terbuka lebar.

Aku lahir ketika Eropa sedang mengalami eforia pasca runtuhnya Tembok Berlin. Tembok yang membagi Jerman menjadi dua: German Barat dan German Timur. Tembok yang membagi Eropa menjadi dua: sosialis dan kapitalis. Tembok yang memenjarakan masa lalu dalam perang saudara tanpa akhir atas masa depan yang lebih baik. Runtuhnya Tembok Berlin merupakan simbol runtuhnya sebuah penjara besar bagi rakyat Eropa. Eropa bersatu. Menyatukan masa depan mereka. Aku lahir ketika eforia akan harapan membanjiri Eropa. Harapan akan kemajuan Eropa di masa datang. Harapan akan sosialisme dan komunisme bersisian. Harapan akan kedamaian tanpa perang.

Tepat pada saat itulah aku lahir. Ketika harapan-harapan menjadi pandemi global. Ayah Ibuku memberiku nama Nadia tanpa alasan. Keduanya tak paham isu global. Tapi sesungguhnya Tuhanlah yang menuliskan nama dan takdir bagiku.

Nadia dalam Bahasa Rusia berarti Harapan. Harapan akan dunia yang lebih baik. Harapan akan dunia yang lebih setara. Harapan akan dunia yang lebih memanusiakan manusia. Harapan akan masa depan impian. Barangkali ini yang dinamakan takdir.

26 April 2013

Tato Titik Biru di Siku Kanan Ibuku

Mamaku punya sebuah tanda biru di siku kanannya. Bentuknya bulat diameter satu sentimeter. Berwarna biru. Selama ini aku mengira itu tanda lahir. Mungkin mama juga mengira begitu.

Tapi baru kemarin aku tahu persis, tanda apa itu.

Mamaku lahir di Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, tahun 1965 ketika Papua masih bernama Irian Barat dan belum tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekitar tahun 1950-1960an, Irian Barat mengalami endemi frambusia, sebuah wabah penyakit kulit hebat akibat cacing dan membunuh sekitar 40% penduduk Irian Barat. Untuk mencegah penyebaran penyakit frambusia, semua bayi yang lahir di Papua antara tahun 40an akhir hingga 60an akhir, diberi vaksin frambusia. Untuk menandai bayi mana yang belum disuntik dan yang sudah caranya dengan mentato mereka.

Menandai dengan tato di Papua adalah hal yang lumrah. Budaya tato dengan motif geometris seperti garis dan titik merupakan penanda suku, motif yang berbeda menunjukkan suku yang berbeda. Meski sekarang anak muda Papua sudah jarang menato tubuhnya. Saat itu tanda dengan tato adalah cara yang paling logis. Tidak mungkin menandai dengan dokumen, atau kertas, atau kartu sehat, karena sebagian besar masyarakat Papua belum bisa membaca aksara.


Namun belakangan ini tato biru frambusia menjadi wacana sosial dan politik di Papua. Pasalnya krisis kesejahteraan di Papua seringkali dikaitkan dengan kedatangan pendatang dari luar yang menguasai segala sektor kehidupan, sehingga masyarakat asli Papua menjadi tergantung dan terpinggirkan. Maka sentimen terhadap orang luar merebak.

Semua orang dibagi dua: pendatang dan asli Papua. Pendatang dengan kulit putih, rambut lurus, dipanggil ‘amber’ dalam Bahasa Biak, dan tanpa tato. Sedangkan masyarakat asli Papua dengan kulit hitam, rambut keriting, dipanggi ‘Komin’ pun dari Bahasa Biak, dan dengan tato. Perbedaan fisik ini yang sering diwacanakan ketika sentimen antar ras menajam.


Padahal mamaku adalah seorang bukan asli Papua, namun juga memiliki tato titik biru di sikunya. Barangkali kalau mama kembali lagi ke Papua dan mendamaikan kedua belah pihak, ‘perdamaian’ akan tercipta. Ya tapi itu pun kalau mama tahu dan mau.

25 April 2013

Hati Hati Imajinasi

Mendengar kata ‘Bon Voyage' rasanya seperti mendengar kepakan layar kapal yang baru kubentang, seperti mendengar koakan burung camar di kejauhan, seperti mendengar deburan ombak yang menampar dermaga, merasakan angin yang membelai telinga.

Dipanggil dengan kata ‘Mademoiselle' rasanya seperti aku mendadak ganti kostum. Memakai gaun Abad Pertengahan Eropa, dengan rok menggembung lebar, kaos tangan sampai siku, topi lebar dengan pita, dan payung berenda.

Diberi ucapan ‘Bon Lecture' kedengarannya seperti aku mendadak pindah lokasi. Aku berada di tengah tumpukan serakan kitab tua yang lebih tua dari ayahku. Tidak, aku tidak sendiri. Aku ditemani seorang profesor galak yang menyebalkan.

Baca ‘Bon Visit' jadi inget pernah berkali-kali baca Visit Indonesia yang tak kunjung usai sejak 2009, 2010, 2011, 2012. Entah sampai kapan lagi.

Ketika aku pergi dan dilepas dengan ‘Bon Route’, itu seolah-olah aku Amelia Earhart, pilot perempuan pertama di dunia. Menenteng helm pilot dengan kaca mata besar sambil melambaikan tangan akan pergi mengelilingi dunia dengan pesawat baling-baling.

14 Maret 2013

Tiga Doa dan Masjid Ijabah

Masjid Ijabah berdiri tidak lebih dari dua kilometer dari Masjid Nabawi di Kota Madinah. Ia dinamakan dengan Masjid Ijabah karena di lokasi masjid berdiri, Rasulullah dulu pernah berdoa meminta tiga permintaan pada Allah. Dari ketiga doa yang diutarakan Rasul, dua di antaranya diijabah - dikabulkan oleh Allah.

Apa yang Rasulullah minta?

Doa pertama: "Ya Allah, jangan hancurkan ummatku dari bencana kelaparan dan kekeringan yang berkepanjangan." doa ini diijabah oleh Allah.

Doa kedua: "Ya Allah, jangan hancurkan ummatku dari bencana banjir besar yang menenggelamkan seperti yang terjadi pada ummat Nabi Nuh," doa ini pun diijabah oleh Allah.

Lalu apa doa ketiga yang tidak dikabulkan oleh Allah? "Ya Allah, jangan binasakan ummatmu dari perpecahan." Apakah ini berarti kehancuran Islam karena perpecahan yang sekarang marak terjadi ini memang tidak bisa dielakkan lagi? Perpecahan Islam merupakan harga mutlak? Sebuah vonis?

Meski doa seorang Rasul yang mulia tidak diijabah, barangkali manusia hina yang bukan siapa-siapa dan belum pernah berdoa di Masjid Ijabah ini diperkenankan melanjukan permohonan doa Rasulullah yang belum diijabah itu.

11 Maret 2013

Zam-Zam dan Kemunafikan

Ciri-ciri orang munafik salah satunya adalah tidak bisa minum air zam-zam.

Sedang ketika di Arab, aku hanya bisa minum air zam-zam dan susu onta, di tengah-tengah minuman tidak jelas di sana.

Padahal kukira aku ini munafik.

10 Maret 2013

Book as World's Window

People said that book is world's window.
Yes it is.
And it is only a window.
From a book you can see the world, same as you see your garden trough you home window.
Without moving an inch.

But it's not the world.
The real world is out there.
To get there, you have to close your window, and go out.
To get there, you have to close your book, and travel.

You have to experience the real world yourself.
Understand the real world yourself.
And start a journey.
Because book is only a window.

Aku, Botol Air, dan Jabal Rahmah

Orang-orang naik dan mendaki Jabal Rahmah dengan jodoh mereka.
Suami dengan istrinya, dan sebaliknya.
Misalnya seperti Dewi Persik dan Saipul Jamil.
Lah kalau aku?
Aku cuma sama botol air minum.

Doa yang Kurapal #1

Ya Allah, ambillah penglihatanku.
Bila selama ini ia memberi lebih banyak mudharat daripada manfaat.

Ya Allah, ambillah suaraku.
Bila selama ini kata-kata yang dikeluarkannya lebih banyak menyakiti orang lain daripada menyejukkan hati mereka.
Bila selama ini ia lebih banyak bicara dusta daripada sebenarnya.
Bila selama ini ia lebih banyak memberi mudharat daripada manfaat.

Ya Allah, ambillah pendengaranku.
Bila selama ini ia mendengar lebih banyak hal yang sia-sia daripada yang berguna.
Bila selama ini lebih banyak memberi mudharat daripada manfaat.

Ya Allah, ambillah tanganku.
Bila selama ini tindakan yang dilakukannya memberi mudharat lebih banyak daripada manfaatnya.

Ya Allah, ambillah kembali kakiku.
Bila selama ini ia membawaku ke tempat yang lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

Ya Allah, ambillah nyawaku.
Bila selama ini hidupku lebih banyak memberikan mudharat daripada manfaat kepada orang lain.
Bila selama ini hidupku merupakan sebuah kesia-siaan yang besar.

Ambillah semuanya, Ya Allah.
Sesungguhnya aku sendiri tidak sanggup memikul beban dosa yang kulakukan sendiri.

Amiin, ya Rabbal 'Alamiin.

09 Maret 2013

Aku Beruntung Masih Muda

Aku merasa beruntung sekali bisa ke Madinah dan Mekkah dalam usia muda. Selain sebagai ibadah ruhani, sebagian besar ibadah yang dilakukan di kedua kota itu merupakan ibadah fisik.

Lihat saja, jalan kali beberapa ratus meter setiap pulang pergi shalat wajib berjamaah lima kali dalam sehari. Sekali tawaf sebanyak tujuh kali putaran. Sai antara kedua bukit sebanyak tujuh kali. Naik turun tangga masjid. Duduk, rukuk, sujud, berdiri, beratus-ratus kali dalam sehari. Semua itu berat bila dilakukan orang-orang sepuh dengan keterbatasan stamina, kesulitan bergerak, dan berubah sikap tubuh dalam waktu yang singkat.

Aku merasa aku kurang ajar kalau aku sebagai anak muda tidak berangkat melalui perjalanan yang jauh dan berat menuju Madinah dan Mekkah. Padahal ada begitu banyak orang-orang yang lanjut usia yang berangkat ke sana. Padahal banyak orang dengan kesusahan fisik berangkat dengan merayap. Padahal banyak orang sakit, sekarat, hampir mati, berangkat ingin berdoa di sana. Apa aku ini tidak angkuh kalau aku yang masih muda, begini mudah bergerak, begini kuat, begini sehat, begini ramping, tidak ingin berangkat ke Madinah, Mekkah, dan Jerusalem untuk menundukkan diri?

Sebagai anak muda yang jarang-jarang ditemukan di sana, ada banyak hal yang bisa menjadi ladang pahala dan sumber kebaikan. Di sana ada ribuan orang yang bisa dibantu. Membantu menjelaskan tata cara umrah. Membantu memberikan petunjuk arah dan nama jalan. Menuntun seorang nenek untuk naik dan turun tangga. Mendorongkan kursi roda. Membagi sajadah. Mengantrikan dan mengambilkan air zamzam. Meraihkan Al-Quran. Menjadi guide ke Raudah. Mengantar orang tersesat. Dan masih banyak lagi kebaikan yang bisa dilakukan seorang anak muda di Tanah Suci selain beribadah pontang panting.

Maka aku merasa beruntung sekali bisa ke sana selagi muda.

Hati dan Pikiran yang Tertinggal

Hatiku tidak di sini
Pikiranku tidak juga di sini
Tertinggal di rumahmu
Tapi kapan bisa kujemput lagi?

16 Februari 2013

Sepotong Hati Berlumuran Darah

Sepotong hati berlumuran darah.
Kubawa keluar.
Kuperas kuat-kuat.
Kulempar ke tempat sampah.
Sudah itu lupa.

16 Januari 2013

BO.SAN

Aku sudah bosan berada di Jogja selama dua minggu tanpa kemana-mana. Barangkali akan tetap di Jogja selama dua minggu ke depan lagi.

Aku sudah bosan membaca buku dan menulis. Toh meski aku membaca banyak buku tahun lalu, aku masih tidak tahu kenapa aku diciptakan Tuhanku. Aku sudah bosan menulis. Karena meski aku menulis dengan begitu cepat dan banyak, masih ada begitu banyak ide yang tidak tertuliskan. Maka aku bosan.

Aku sudah bosan menangis sendirian. Aku sudah bosan sendirian meraung-raung tanpa siapapun di sampingku ketika aku menangis. Aku ingin menangis di pelukan seseorang. Namun kebanyakan laki-laki memberikan lebih banyak dari pada sekedar pelukan. Sudah dapat diduga. Maka aku bosan.

Aku bosan tidur sendirian. Bosan sampai aku tidak bisa tidur karena aku kesepian. Dan bosan karena terbangun karena perasaan ditinggalkan yang begitu parah. Maka aku selalu minum antimo kalau aku tidur sendirian. Maka aku sering menginap di perpus daripada di rumah.

Aku bosan pada hidupku. Meski semua orang bilang bahwa aku menjalani hidup yang sangat seru.

13 Januari 2013

Merubah Cara Pandang Life Planning

Dulu aku ahli sekali membuat life planning. Lengkap, detail, menyeluruh di setiap segi kehidupan. Dari target spiritual, target pendidikan, target keluarga, target kepenulisan, hingga target jalan-jalan. Namun sekarang aku sudah muak dengan semua itu. Bukan karena menganggap itu tidak lagi bermanfaat. Namun aku terlalu angkuh untuk melihat targetku kembali setelah waktunya habis dan melihat bahwa begitu banyak target yang tidak kuselesaikan. Aku terlalu angkuh mengakui kekalahanku.

Aku masih percaya bahwa menuliskan keinginan, harapan, dan mimpi pada sehelai kertas sangatlah penting. Seolah-olah sudah menyelesaikan separuh jalan. Dan luar biasanya, ketika salah satu keinginan menjadi kenyataan, padahal saat dituliskan aku tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya. Tapi tetap, bagiku menuliskan target-target lima hingga lima puluh tahun ke depan terlalu mengada-ada. Tidak terlalu efektif bagi orang sepertiku. Yang ada malah aku menuliskan dengan semangat pada awalnya, dan tidak pernah kubuka lagi hingga dua tahun ke depan.

Maka aku menuliskan target hidupku dengan cara sebaliknya. Menulis apa saja yang akan aku lakukan kalau aku mati sekian hari lagi, atau sekian bulan lagi, atau sekian tahun lagi. Cara yang bisa jadi terlihat sangat pesimis. Tapi bukankah itu intinya life planning? Tentang apa yang aku bisa lakukan selagi aku hidup bukan?

Maka begitulah. Dengan cara berpikir seperti itu, aku akan menyelesaikan apa-apa yang belum selesai dalam hidupku. Meminta maaf pada orang-orang yang sudah lama kusakiti. Bertemu dengan orang-orang yang sudah lama kuhindari. Melakukan hal-hal mendesak yang selama ini kutunda karena berpikir masih ada banyak waktu. Dengan berpikir tidak waktu lagi untuk hidup, itu sangat efektif untuk membuat seorang angkuh seperti diriku mendapatkan pelajaran.

Dengan berpikir sebaliknya, akan ada banyak hal yang kuselesaikan dengan segera. Semoga.

Kebaikan versus Kejahatan

Kejahatan menjalar ke mana-mana. Pembunuhan dengan mutilasi, pemerkosaan pada keluarga sendiri, penjualan manusia, perbudakan, perang berkepanjangan, pembakaran tempat-tempat ibadah, kekerasan, korupsi, dan masih banyak lagi. Tiada satu detik pun berlangsung tanpa terjadi satu tindakan kekerasan. Padahal Islam sejak ribuan tahun lalu telah hadir di muka bumi dan agama inilah yang dijanjikan Allah SWT sebagai rahmatan lil ’alamin. Keberadaannya memiliki berkah bagi seluruh makhluk dunia.

Kalau begitu, lantas kenapa masih ada begitu banyak kejahatan terjadi? Bukankah Allah menjanjikan bahwa kebaikan, yang dalam hal ini diwakili Islam, pasti akan menang melawan kejahatan? Tapi kenapa kejahatan seperti tidak ada habis-habisnya? Kapan kebaikan akan kembali menang dan kejahatan terhapus dari muka bumi? Kenapa setiap hal yang kita lakukan untuk menghapus kejahatan seolah-olah tidak ada pengaruhnya bagi kejahatan itu sendiri? Sampai kapan ini akan berlangsung? Kenapa kebaikan sampai sekarang selalu saja menjadi pihak yang kalah?

Barangkali pesan Umar bin Khattab pada Sa’ad bin Abi Waqqash saat ‘Singa Allah’ ini menjadi komandan ekspedisi untuk menghentikan kekejian Persia bisa menjadi jawaban serangkaian pertanyaan di atas.
Amma ba’du, sesungguhnya aku memerintahkanmu untuk bertaqwa kepada Allah atas segalanya. Sebab, taqwa kepada Allah adalah persiapan paling sempurna untuk menghadapi musuh dan sejeli-jelinya tipu daya dalam pertempuran. Aku perintahkan kamu dan orang yang menyertaimu untuk selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat yang berasal dari diri kalian sendiri, daripada maksiat dari musuh-musuh kalian. Sebab, dosa tentara kita lebih aku takutkan daripada kekuatan musuh.
Ketahuilah bahwasanya kemenangan kaum muslimin disebabkan perbuatan maksiat musuh-musuh mereka terhadap Allah. Kalau bukan demikian, kita tidak punya kekuatan apa-apa. Karena jumlah kita tidak sebanyak mereka, dan persiapan tempur tidak selengkap persiapan mereka. Jika kita berbuat maksiat, maka mereka memiliki keunggulan kekuatan (karena jumlah dan persenjataan yang lebih canggih). Kita bisa menang karena keutamaan kita.
Sebenarnya ada banyak keajaiban peperangan yang dialami umat Islam dalam sejarah, misalnya ketika berperang melawan imperium Tiran Romawi dan Tiran Persia. Keajaiaban terjadi ketika hanya dengan 30.000 tentara Islam saat itu mampu membuat ratusan ribu pasukan lawan kocar-kacir. Keajaiban ini terjadi karena Islam berperang demi kebaikan dan memiliki pasukan yang tidak kalah baik moralnya. Mereka berpuasa selama berperang dan sholat ketika jeda. Sedangkan umat Islam pun pernah kalah dalam Perang Uhud karena terburu-buru ingin mengambil harta rampasan perang. Shalahuddin Al-Ayyubi pun melihat sebab kekalahan umat Islam selama ini: bahwa kaum muslimin telah lupa terhadap nabinya. Demikianlah, kekuatan moral-mental-spiritual yang dimiliki Umat Islam merupakan penentu kemenangan dalam peperangan. Barangkali tingkat kehebatan dan kecanggihan peralatan militer yang dimiliki oleh salah satu pihak dalam peperangan bukan jaminan untuk mendapatkan kemenangan. Moral pasukan lah yang lebih menentukan. Kegagalan menumpas kejahatan pun bisa jadi disebabkan karena banyaknya maksiat yang kita lakukan meski kita ada di pihak yang benar.

Alasan sebenarnya kenapa kebaikan, dalam hal ini umat Islam, terus menerus mengalami kekalahan, adalah karena kita sendiri tidak menjaga moral masing-masing. Syarat pertama untuk menang adalah memperkuat ketaqwaan kepada Allah dan menjaga diri dari perbuatan maksiat. Kemenangan kebenaran hanya akan diraih bila pihak yang memperjuangkannya sudah pantas menerima kemenangan itu.

---
Dimuat dalam muslim-academy.com pada 9 Januari 2013

(Palestina #3) Karena Kita Bangsa Indonesia.

Warga Indonesia yang baik pasti peduli dengan permasalahan Palestina, sebagaimana dulu para pendiri negeri ini (founding fathers Indonesia) menjadikan Palestina sebagai bagian dari perjuangan Indonesia. Alasan-alasan kenapa kita sebagai warga negara Indonesia harus peduli dengan permasalahan Palestina sangatlah mendasar. Alasan-alasan ini berkaitan dengan dasar negara, landasan idealisme, landasan konstitusional, serta kondisi strategis bangsa Indonesia. Mengabaikan alasan-alasan ini berarti tidak utuh menjadi warga negara Indonesia.

Karena Indonesia anti-penjajahan
Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. – Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Inilah sikap dan komitmen bangsa Indonesia untuk menentang segala bentuk penjajahan yang merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan dan keadilan. Indonesia adalah negara yang sudah kenyang dengan penjajahan. Pada masa penjajahan, kekayaan alam Indonesia dirampas, rakyatnya ditindas, dan tanahnya diduduki. Tentu berita mengenai tidak adilnya penjajahan sudah sering terdengar. Latar belakang inilah yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang paling keras menentang penjajahan. Apalagi penjajahan yang dilakukan Israel pada Palestina sudah sedemikian parah: penjajahan kuno dan modern sekaligus, istilahnya: kolonialisme dan imperialisme jadi satu. Kesemuanya itu menjadi alasan kuat bagi seorang warga negara Indonesia untuk peduli pada permasalahan Palestina.

Untuk mewujudkan perdamaian dunia

Salah satu dari empat tujuan berdirinya negara ini adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia. Hal ini kemudian yang ditafsirkan dalam kebijakan luar negeri Indonesia yang ‘bebas-aktif’. Prinsip ‘bebas’ berarti bahwa kebijakan luar negeri Indonesia seharusnya independen, tidak bisa didikte oleh kekuatan asing. Indonesia memiliki sikap sendiri. Sedangkan ‘aktif’ seharusnya berarti berperan aktif dan berinisiatif mewujudkan perdamaian dunia. Tentu saja perdamaian ini didasarkan pada persamaan, keadilan, dan perdamaian abadi.

Demi perdamaian dunia itulah, Indonesia dan kita sebagai warganya, harus menegaskan sikap: melawan Israel dan segala bentuk ancaman terhadap perdamaian dunia.

Indonesia sangat terpengaruh kondisi Palestina

Carut marut Indonesia ternyata sangat erat kaitannya dengan masih eksisnya zionisme Israel dan penjajahan atas Palestina. Eksistensi zionis Israel ditopang oleh sebuah sistem Internasional, yang juga mencengkram Indonesia. Sebaliknya, eksistensi sistem internasional yang kejam itu hanya bisa eksis dengan adanya eksistensi penjajah Israel.

Eksistensi Israel yang merupakan manivestasi vulgar dari penguasaan zionisme yang imperialis (Imperialis adalah bentuk tertinggi dari kapitalisme, kata Lenin) saling tergantung dan bergantung dengan kapitalis global semacam IMF dan World Bank. Semuanya saling terkait. Itu berarti, kalau kita tidak peduli dengan permasalahan Palestina dan menganggapnya hanya sekedar masalah perebutan tanah saja, Indonesia jelas tidak akan pernah bisa keluar dari krisis.

Indonesia berhutang budi pada Palestina

Pada 6 September 1945, Mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (saat itu ia berada di Jerman) mengirimkan ucapan selamat atas ‘pengakuan Jepang’ pada kemerdekaan Indonesia yang disiarkan di Radio Berlin yang berbahasa Arab. Ucapan selamat ini berpengaruh besar di dunia Arab saat itu. Kedutaan Besar Belanda di Mesir segera membantah kemerdekaan Indonesia di media Le Journal d’Egypte. Selain itu di Palestina sendiri, M. Ali Taher mengambil semua uangnya di bank dan menginfakkannya membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia, ada juga Sami Taha yang mengutuk Belanda.

Jadi bukankah sekarang waktu yang tepat untuk membalas budi rakyat Palestina kepada kita?

Indonesia adalah negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia

Tiap-tiap muslim adalah pejuang kemanusiaan dan keadilan. Sebagai negara yang seharusnya tingkat kemanusiaan dan keadilannya paling tinggi di dunia, tentulah akan menentang ketidakadilan meski itu terjadi jauh dari lokasi geografis Indonesia.

Nah, apa masih ada alasan untuk tidak peduli pada Palestina?

Bibliografi:
Tulisan ini merupakan ringkasan dari Bagian Kedua Bab Pertama buku Palestine Emang Gue Pikirin – Shofwan Al-Banna, 2006, Yogyakarta: Pro-U Media.

---

03 Januari 2013

Buku yang Kubaca 2012

Ada SERATUS DUA PULUH ENAM buku yang kubaca tahun 2012. Berikut kuurutkan bersadarkan jumlah bintang yang kuberikan:

LIMA BINTANG
1. The Solitaire Mystery - Gaarder, Jostein
2. Lapar: Negeri Salah Urus - Khudori
3. Buku Harian Anne Frank - Frank, Anne
4. Animal Farm - Orwell, George
5. Puteri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng - Gaarder, Jostein
6. Persepolis: The Story of a Childhood - Satrapi, Marjane
7. Negeri Senja: Roman - Ajidarma, Seno Gumira
8. Vita Brevis: Sebuah Gugatan dari Cinta - Gaarder, Jostein
9. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels - Toer, Pramoedya Ananta
10. Bukan Pasarmalam - Toer, Pramoedya Ananta
11. A Tale of Two Cities - Dickens, Charles
12. Around the World in Eighty Days and 5 Weeks in a Balloon - Verne, Jules
13. Down and Out in Paris and London - Orwell, George
14. Pride and Prejudice - Austen, Jane
15. 9 dari Nadira - Chudori, Leila S.
16. Laskar Pemimpi: Andrea Hirata, Pembacanya dan Modernisasi Indonesia - Sirimorok, Nurhady
17. Cinta Tak Pernah Tepat Waktu (novel) - EA, Puthut
18. Wisanggeni: Sang Buronan - Ajidarma, Seno Gumira
19. Aleph - Coelho, Paulo
20. Aku Ingin Jadi Peluru - Thukul, Wiji
21. Kitab Omong Kosong - Ajidarma, Seno Gumira
22. Palestine: A. Emang Gue Pikirin? B. Emang Gue Pikirin! - Al-Banna, Shofwan

EMPAT BINTANG
23. Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken - Gaarder, Jostein
24. Danny Si Juara Dunia - Dahl, Roald
25. The Little Prince: Pangeran Kecil - Saint-Exupéry, Antoine de
26. Perfume: The Story of a Murderer - Süskind, Patrick
27. Great Expectations - Dickens, Charles
28. The Witches - Ratu Penyihir - Dahl, Roald
29. Charlie and the Great Glass Elevator: Charlie dan Elevator Kaca Luar Biasa - Dahl, Roald
30. Kota Antah Berantah - Gaiman, Neil
31. The Count of Monte Cristo - Dumas, Alexandre
32. Sekali Peristiwa di Banten Selatan - Toer, Pramoedya Ananta
33. One Piece, Volume 04: The Black Cat Pirates (One Piece, #4) - Oda, Eiichiro
34. One Piece, Volume 02: Buggy the Clown (One Piece, #2) - Oda, Eiichiro
35. One Piece, Volume 01: Romance Dawn (One Piece, #1) - Oda, Eiichiro
36. The Twits: Keluarga Twit - Dahl, Roald
37. Bordir - Satrapi, Marjane
38. Saya Terbakar Amarah Sendirian! - Vltchek, André
39. Penembak Misterius - Ajidarma, Seno Gumira
40. Memperjuangkan Harta Finniston (Lima Sekawan, #18) - Blyton, Enid
41. Sepotong Senja untuk Pacarku: Sebuah Komposisi Dalam 13 Bagian - Ajidarma, Seno Gumira
42. Eleven Minutes - Coelho, Paulo
43. Kill the Radio: Sebuah Radio Kumatikan - Herliany, Dorothea Rosa
44. The Invention of Hugo Cabret - Selznick, Brian
45. Gadis Pantai - Toer, Pramoedya Ananta
46. Saga no Gabai Bachan - Shimada, Yoshichi
47. Ayam dengan Plum - Satrapi, Marjane
48. Jalan Tak Ada Ujung - Lubis, Mochtar
49. Jakarta 2039 - Ajidarma, Seno Gumira
50. Kaas - Elsschot, Willem
51. Para Pemuja Matahari - Wahyudyanti, Lutfi Retno
52. Zlata's Diary: A Child's Life in Wartime Sarajevo - Filipović, Zlata
53. San Pek Eng Tay: Romantika Emansipasi Seorang Perempuan - O.K.T.
54. Identitas - Kundera, Milan
55. Hikayat Kadiroen: sebuah novel - Semaoen
56. Matilda - Dahl, Roald
57. Perusahaan Rokok Untung Besar : Jangan Tanya Mengapa - Prasetyo, Eko

TIGA BINTANG
58. Hamlet - Shakespeare, William
59. Illegal Alien: Kisah Petualangan Imigran Gelap di Amerika Serikat - Suryawan, Agung
60. Transformasi Agraria dan Transisi Agraris - Gunawan Wiradi, Sabic Carebesth (ed.)
61. Survival 2: Bertahan Hidup di Amazon - Choi Duk-Hee dan Kang Gyung-Hyo
62. 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia - Narasi, Tim
63. TTS Pilihan Kompas Jilid 2 - Triatmono, Hero
64. Travelers' Tales - Belok Kanan: Barcelona! - Mulya, Adhitya
65. Dengan Pujian, Bukan Kemarahan [Rahasia Pendidikan dari Negeri Sakura] - Arif, Nesia Andriana
66. Midah Simanis Bergigi Emas - Toer, Pramoedya Ananta
67. Vampire Dari Sussex (The Adventure of The Sussex Vampire) - Sherlock Holmes Series Book 4 - Doyle, Arthur Conan
68. Si Jamin dan Si Johan - Siregar, Merari
69. A Life Force - Daya Hidup - Eisner, Will
70. Dropsie Avenue: The Neighborhood - Jalan Raya Dropsie: Pemukiman - Eisner, Will
71. A Contract With God - Kontrak Dengan Tuhan - Eisner, Will
72. Sherlock Holmes Short Stories - Laude, Anthony
73. Dongeng Calon Arang - Toer, Pramoedya Ananta
74. Through a Glass, Darkly - Gaarder, Jostein
75. Ke Bukit Billycock (Five Go To Billycock Hill) - Lima Sekawan Book 16 - Blyton, Enid
76. Epileptik 1 [L'Ascension du Haut Mal, Omnibus 1-3] - B., David
77. Catatan-catatan dari Buenos Aires - Cerpen Amerika Latin - Kurnia, Anton
78. One Piece, Volume 13: It's All Right! (One Piece, #13) - Oda, Eiichiro
79. One Piece, Volume 18: Ace arrives (One Piece, #18) - Oda, Eiichiro
80. One Piece, Volume 11: Greatest Evil of the East (One Piece, #11) - Oda, Eiichiro
81. One Piece, Volume 10: OK, Let's Stand Up! (One Piece, #10) - Oda, Eiichiro
82. One Piece, Volume 07: The Crap-Geezer (One Piece, #7) - Oda, Eiichiro
83. One Piece, Volume 05: For Whom the Bell Tolls (One Piece, #5) - Oda, Eiichiro
84. One Piece, Volume 06: The Oath (One Piece, #6) - Oda, Eiichiro
85. One Piece, Volume 19: Rebellion (One Piece, #19) - Oda, Eiichiro
86. Bicycle Diaries - Fadhillah, Nadia Aghnia
87. Sacrifice - Shanower, Eric
88. A Thousand Ships - Shanower, Eric
89. Kereta Tidur - Armand, Avianti
90. Harmonika Lelaki Sepi - Wirambara, Andi
91. Juara Gulat - Sayudi
92. Ironi Palestina - Assegaf, Faisal
93. Mata Jendela - Damono, Sapardi Djoko
94. James dan Persik Raksasa - Dahl, Roald
95. Anna Karenina - Tolstoy, Leo
96. Politik Santun dalam Kartun - Misrad, Muhammad Mice
97. Jejak - Rose, Kit
98. The Magic Finger - Dahl, Roald
99. Five Get into a Fix (Famous Five, #17) - Blyton, Enid
100. The Giraffe and The Pelly and Me: Si Jerapah dan Si Pelly dan Aku - Dahl, Roald
101. Student Hidjo - Kartodikromo, Marco
102. Tokyo Techno (Read-It! Chapter Books) - Thompson, Lisa
103. Mr. Fox yang Fantastis - Fantastic Mr. Fox - Dahl, Roald
104. Wawasan Kesepuluh - Redfield, James
105. The Celestine Prophecy - Redfield, James
106. Curhat si Koel - Winata, Kurnia Harta
107. Koel Dalam Galau - Winata, Kurnia Harta

DUA BINTANG
108. Sebuah Pertanyaan untuk Cinta - Ajidarma, Seno Gumira
109. The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde - Stevenson, Robert Louis
110. Ahmadinejad Menentang Amerika - D Danny H Simanjuntak
111. Misteri Penculikan Kolektor Serakah (Alfred Hitchcock & Trio Detektif, #43) - Carey, M.V.
112. Misteri Kaca-kaca Remuk (Alfred Hitchcock & Trio Detektif, #38) - Arden, William
113. Esio Trot: Aruk-aruk - Dahl, Roald
114. Robinson Crusoe - Dafoe, Daniel
115. Duka-Mu Abadi - Damono, Sapardi Djoko
116. Kalatidha - Ajidarma, Seno Gumira
117. Celana - Pinurbo, Joko
118. Kabut Manusia - Dahana, Radhar Panca

SATU BINTANG
119. Mekar Karena Memar - Tobing, Alex L.
120. Utamakan Istri Muda - Pinkgirlgowild
121. Dear You: Demi Apa? Demikian Aku Mencintaimu - Emka, Moammar
122. Ringkasan Dan Ulasan Novel Indonesia Modern - Mahayana, Maman S.
123. Bu Kek Siansu - Hoo, Asmaraman S. Kho Ping
124. A Moveable Feast - Hemingway, Ernest
125. Hansel and Grethel and Other Tales (1920) - Grimm, Jacob Ludwig Karl
126. Unce Upon A Time in Jogja

Rekap Tiket 2012 yang Terselamatkan

Keseluruhan tiket yang terselamatkan selama 2012 sejumlah SERATUS TIGA lembar tiket. Berikut rinciannya.

Tiket Transportasi:
- 26 tiket bis eksekutif Joglosemar PP Semarang-Jogja
- 2 tiket bis PATAS Nusantara Semarang-Jogja
- 1 tiket bis PATAS Ramayana Semarang-Jogja
- 3 tiket travel Rahayu Persada PP Wonosobo-Jogja
- 1 tiket bis Ekonomi PATAS Sumber Kencono Surabaya-Jogja
- 1 tiket bis Ekonomi PATAS Sumber Kencono Solo-Jogja
- 1 tiket travel Cipaganti Jogja-Bandung
- 1 tiket bis PATAS Efisiensi Jogja-Purwokerto
- 1 tiket bis PATAS Efisiensi Purwokerto-Jogja
- 1 tiket bis PATAS Bandung-Bogor
- 1 tiket bis malem Safari Dharma Raya Bogor-Jogja
- 4 tiket Trans Jakarta nominal Rp3.500,-
- 2 tiket Trans Jakarta nominal Rp2.000,-
- 2 tiket kartu magnetic langganan Trans Jogja
- 1 tiket Commuter Line Bogor-UI
- 1 tiket ekonomi KRL UI-Bogor

16 Tiket Kereta:
- Bogowonto: Pasar Senen - Jogja
- Bogowonto: Jogja - Pasar Senen
- Lodaya Malam: Bandung - Jogja
- Pasundan: Jogja - Surabaya
- Madiun Jaya: Purwosari-Jogja
- KRDI Madiun Jaya AC: Balapan-Jogja
- Madiun Jaya AC: Madiun-Jogja
- Gaya Baru Malam: Lempuyangan-Gubeng
- Gaya Baru Malam: Gubeng-Lempuyangan
- 7 tiket Prambanan Ekspress: IV, VI, 9, 10, 12, 17, 18

10 Tiket Pintu Tol:
- Banyumanik
- Cawang Tomang Cengkareng C-T-C
- Cikarang Utara
- Pasar Rebo
- Slipi 2
- Ciperna Utama
- Plumbon 4
- Karang Tengah
- Ciawi
- Gayamsari

Tiket Masuk Lain-Lain:
- Tiket Sekaten 2012
- Tiket Pasar Malam Kencana Ria Jepara
- Tiket Taman Kaliurang
- Karcis Terminal Giwangan
- Karcis Terminal Terboyo
- Karcis Taman Nasional Bromo - Tengger - Semeru
- Tiket Masuk Kawasan Wisata Gunung Bromo
- Kupon Naik Kuda - Kusuma Argowisata Batu Malang
- Karcis Masuk Kebun Kusuma Argowisata Batu Malang
- Tiket dan Kupon Makan Kusuma Argowisata Batu Malang
- Karcis Cawan-Monas
- Tiket Baru Museum Vredeburg
- Tiket Museum Ullen Sentalu
- Tiket Kebun Raya Bogor
- Tiket Kebun Binatang Tamansari Bandung
- Tiket Kebun Binatang Surabaya
- Tiket Monumen Kapal Selam Surabaya
- Tiket Telaga Warna dan Telaga Pengilon Dieng
- Tiket Candi Arjuna dan Kawah Sikidang Dieng
- Tiket Telaga Menjer Dieng
- Tiket Dieng Plateau Theatre

Tiket Nonton:
- 21 Lewat Djam Malam
- 21 Perahu Kertas
- 21 Perahu Kertas 2
- 21 Negeri 5 Menara
- Jogja Asian Film Festival #7 Nono (Phillipines)
- Jogja Asian Film Festival #7 Postcard from the Zoo (Indonesia)
- Jogja Asian Film Festival #7 Negeri di Bawah Kabut (Indonesia)

02 Januari 2013

West Bank Barrier – A Brief Story

Since June 16, 2002, the Israeli Government has been constructing a West Bank Barrier in Jerusalem. The concrete wall is 750 kilometers in length and eight meters high. Thick concrete walls are equipped with trenches, barbed wire, electrified wire, watch towers, electronic sensors, video cameras, unmanned aircraft, sniper towers, and roads for patrol vehicles. The point is: there is no possibility to penetrate the wall.

The barrier wall was built in a zig zag shape through ten of 11 districts; across all cities in the West Bank. Construction of the first phase started from the west to north of Jerusalem along 145 kilometers and was completed in July, 2003. The second phase is underway, ranging from eastern West Bank to southern Jerusalem. This wall needed a lot of funding, but the total cost of construction was never made public. For the barrier wall maintenance alone, Israel has to spend U.S $4.7 million/mile. So the total funds needed for the maintenance of the West Bank Barrier along the 750 kilometers is U.S. $ 3.4 billion.

Construction of the barrier wall was not without argument. In 2004, the International Court in The Hague issued a resolution stating that the barrier wall was illegal and should be dismantled. But Israel did not heed the resolution and kept continuing the construction. The argument was that the West Bank Barrier limits the mobilization of the Palestinian people. Not everyone can get out of the barrier wall. If they can, they must go through a lot of inspection procedures in layers which are strictly guarded. The residents inside the wall were blocked.

Moreover, the results of the Palestinian elections in 2007 were won by Hamas, which upset Israel greatly. Because of this, Israel closed across the borders of sea, air, and land between the Gaza Strip with the surrounding area since mid June, 2007. This included the Erez crossing and Sovia (Gaza-Israel), Rafah (Gaza-Egypt), and Karen Shalom (Gaza-Egypt-Israel). Passenger traffic, goods, and services are very limited. The supply of food, water, electricity, medicine, and other materials were depleted. The same thing also happened in West Bank.

It not only blockades daily needs, the barrier wall separates lovers from their partners. It also separates fathers from their families. It separates people from their work to earn a living. It blockades the water way that causes the water crisis in the West Bank. Most importantly, Israel is basically building a ‘prison’ for the innocent residents of Palestine.

The construction of the West Bank Barrier is not without protest. The first argument came from the territory surrounded by the Barrier Wall. Residents do not want to be blocked. The second challenge comes from the international community. Of course, Israel’s isolation is irritating humanity.

The Berlin Wall, which separated Germany into West and East Germany, closed long ago. The fall of the Berlin Wall was considered as the start of a new democratic world. But actually it wasn’t. Israel commits the same behavior as the NAZI’s with repression, dictators, tyranny, and cruelty by building a blockade wall that divides Palestinian territory.

Bibliography:
Assegaf, Faisal. Ironi Palestina. Jakarta: Hamas Lovers. 2010.
http://www.atjehcyber.net/2012/04/tahukah-anda-tembok-pemisah-palestina.html diakses pada tanggal 20 Desember 2012

Breaking the Discrimination Chain

“… The term ‘discrimination’ includes any distinction, exclusion, limitation or preference which, being based on race, color, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, economic condition or birth, has the purpose or effect of nullifying or impairing equality of treatment in education..” Article 1 of the Convention against Discrimination in Education, UNESCO, Paris, 14 December 1960.

” O mankind, indeed We have created you from male and female and made you peoples and tribes that you may know one another.” Surah Al-Hujurat (49:13)

Discrimination as a theory has been widely known. Every human being deserves a chance to life just like everybody else regardless of innate traits he had. Lessons about pluralism and discrimination themselves even been taught since elementary school. Everyone agrees that they want to be respected as human beings. Everyone have the right to live freedom from fear and pressure, the right to study within the educational system, the right to work, the right to choose the best, and the right to express opinions responsibly.

But how is the reality? Discrimination is still a major problem of mankind today. There are a lot of wars in the name of faith differences in many corners of the earth. Slavery still happening just because of the skin color differences. Education and health care services among different social classes just like heaven and earth. Even people with limited physical abilities who has special needs may never considered to exist. Here, in the world we live in today, there almost no one who has never experienced discrimination in his life.

The elimination of discrimination has been started since the Prophet Muhammad came with Islam. Al Quran states that Arabs are not more superior than non-Arab, and white is not more superior than black. Islam emphasizes equality and apply it in the community since 1400 years ago. Eliminating racism is one of the most extraordinary achievements of Islam. Martin Luther King, Jr. did the same thing. He was an American clergyman, activist, and prominent leader in the African-American Civil Rights Movement. He is best known for his role in the advancement of civil rights using nonviolent civil disobedience. There was Malcolm X who spread anti-racism vision and values of the humanist side of Islam, evocative of the Afro-American and the world. There was Nelson Mandela who eliminated Apartheid discrimination in South Africa. He reconciled victims of discrimination without creating new discrimination against perpetrators.

But discrimination continues to happen. Maybe discrimination is being born simultaneously with the human rights itself. Sometimes people are not aware that they unconsciously discriminate others. For example, people unwittingly being rude to beggars and polite to politicians. For example, people assume that only women allowed to cry and men shouldn’t. For example, people enjoy the physical discrimination that showed in TV comedy programs. Even the question about the origin race of the newly friend can lead into clustering and grouping people. This tendency to grouping others has to be eliminated.

Well yes, there are too many Anti-Discrimination Acts that created by human. When actually only one solution for that: break the discrimination chains now. The only and the most potent way against discrimination is to not discriminate itself. Don’t discriminate others, by ourselves. If not, no one knows how many decades more human race will be struggling only with the difference. The world will not change as long as people do not want change themselves. [Nad]

” Indeed, Allah will not change the condition of a people until they change what is in themselves.” (Surah Ar-Ra’ad: 11)

Pecahnya Umat Islam

Dunia Islam sangat lemah karena terpecah-pecah. Mulai dari zaman dulu sampai sekarang, kita sering mendengar dan melihat para pemerintah negara-negara Islam atau negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim saling membantah, saling mengecam, bahkan saling berperang. Lihat saja: Irak dengan Iran dan Kuwait, Libya dengan Arab Saudi, juga konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Lingkup dalam negara juga tidak kalah besar seperti perang saudara di Suriah. Atau tentu belum lama ini terjadi tragedi Sampang antara Sunni dan Syiah di Indonesia.

Perselisihan ini membuat kaum Muslimin, yang dulunya pernah menjadi kekuatan besar dunia dan memberikan kedamaian bagi dunia, menjadi sangat lemah. Persis seperti yang difirmankan Allah:

“Dan janganlah kamu berselisih, maka kamu jadi lemah dan hilang kekuatanmu…” (Al Anfaal: 46)

Kenapa perpecahan bisa terjadi? Ada banyak sebabnya. Secara sederhana bisa dibagi dua: sebab yang berasal dari dalam dan sebab yang berasal dari luar. Faktor yang berasal dari dalam inilah yang sebenarnya paling berbahaya, karena penyebab dari dalam inilah yang membuat sebab dari luar menjadi begitu efektif.

Sebab dari luar adalah konspirasi dan fitnah yang disebarkan oleh musuh-musuh, sehingga umat Islam saling mencurigai dan menyalahkan. Wilayah Islam dipecah-pecah dengan imbalan bantuan ekonomi, teknologi, bahkan dukungan politik. Perang yang terjadi antar umat Islam hanya sekedar pasar bagi produsen senjata dunia. Wilayah Islam terpecah-pecah dan masing-masing pihak sangat tergantung pada pihak asing. Akhirnya, umat Islam sendiri yang menjadi korban.

Sebab dari dalam, yang paling berbahaya, adalah egoisme dan fanatisme kelompok (ashobiyah, qaumiyah, chauvinisme). Masing-masing pihak merasa paling benar dan yang lain selalu dianggap salah. Idealisme masing-masing pun tidak atas dasar Islam, namun berperang atas nama Arabisme, sekulerisme, komunisme, atau sekedar gengsi. Tiap kelompok merasa mereka yang paling benar. Meskipun kebenaran adalah kata yang relatif, tetapi jika sudut pandang melihat kebenaran berasal dari masing-masing ide, maka memang tidak akan ada kata sepakat untuk kebenaran. Akan berbeda jika semuanya melihat dari sudut pandang Islam.

“Dan sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah ia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang (lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikanmu dari jalanNya.” (Al An’am: 153)

Kalau hal ini terus berlangsung, yang akan terjadi adalah umat Islam selamanya akan menjadi korban kebodohan mereka sendiri. Segala perang dan permusuhan tentu tidak akan membawa pada kebaikan. Akan ada lebih banyak pengangguran daripada penduduk dewasa yang bekerja dan berkarya. Anak-anak akan tumbuh dalam ketakutan alih-alih belajar di sekolah. Generasi baru yang akan lahir pun dikandung dari ibu yang kekurangan makanan bergizi sehingga kecerdasannya patut dikhawatirkan. Lantas bagaimana nasib dunia Islam kedepannya?

Pihak-pihak berselisih pada dasarnya memiliki banyak energi yang sayangnya disalurkan untuk peperangan. Padahal energi ini bisa menjadi modal utama untuk menyelesaikan permasalahan penduduknya, misalnya kemiskinan, kelaparan, standar pendidikan, hingga pengangguran. Mereka juga memiliki banyak aset, dalam hal ini dana, yang juga sayangnya digunakan untuk berperang. Siapa yang tidak tahu bahwa alat-alat militer harganya sangat mahal. Bahkan banyak negara yang bangkrut hanya karena peperangan. Kenapa tidak menyalurkan energi dan sumber uang yang banyak itu untuk membangun sekolah-sekolah, madrasah, perpustakaan, atau rumah sakit untuk memperbaiki hidup penduduk masing-masing negara?

Kedengarannya normatif, namun barangkali duduk bersama untuk membicarakan masa depan kedua belah pihak tanpa saling memaksakan kehendak adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri kebodohan tanpa akhir ini. Tiap manusia pasti berbeda, apalagi negara. Kenapa tidak sepakat saja untuk berbeda. Memahami bahwa masing-masing pihak berbeda dan bersatu dengan Islam. Tanpa persatuan, tidak mungkin pihak luar akan mampu memecah belah umat muslim. Tanpa persatuan, mustahil akan ada kedamaian bagi dunia. Tanpa persatuan, mustahil untuk menciptakan kejayaan Islam kembali. [nad]

---

Dimuat dalam muslim-academy.com pada 29 Desember 2012

Operasi Timah Panas: Hari Ini Empat Tahun Lalu

Lebih dari 1.300 penduduk Palestina di Jalur Gaza tewas selama 22 hari serangan Israel dari laut, udara dan darat. Penduduk Palestina di Gaza tidak punya tempat lagi untuk melarikan diri karena Israel telah menutup perbatasan sejak dua tahun sebelumnya. Serangan Israel merupakan bencana bagi 1,5 juta penduduk Gaza yang mayoritas merupakan pengungsi perempuan dan anak-anak.

Tepat empat tahun lalu, dimulai pada 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009, militer Israel melakukan serangan di Jalur Gaza, yang disebut Operasi Cast Lead – Operasi Timah Panas. Kerugian yang diderita masyarakat setempat belum pernah terjadi sebesar ini sebelumnya dalam satu kali operasi serangan: 1.390 jiwa penduduk Palestina tewas, padahal 759 orang di antaranya tidak mengambil bagian dalam permusuhan. Dari jumlah tersebut, 318 nya adalah anak-anak yang berumur di bawah 18 tahun. Lebih dari 5.300 penduduk Palestina terluka, 350 orang dari mereka luka serius. Israel juga menyebabkan kerusakan besar pada perumahan, bangunan industri, pertanian, infrastruktur pembangkit listrik, sanitasi, dan kesehatan, yang tadinya pun sudah di ambang kehancuran sebelum serangan. Menurut angka yang dirilis PBB, pada Operasi Timah Panas ini Israel menghancurkan lebih dari 3.500 pemukiman sehingga sekitar 20.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Selama diserang, pihak Palestina yang diwakili Hamas juga menembakkan roket dan mortir ke Israel. Serangan balasan ini menewaskan tiga warga sipil Israel dan satu anggota pasukan keamanan Israel, dan membuat puluhan orang terluka. Sembilan tentara Israel tewas dalam Jalur Gaza. Lebih dari 100 tentara terluka, satu kritis, dan 20 terluka serius.

Satu setengah tahun pasca Operasi Timah Panas selesai, daerah yang terkena dampak paling luas di Jalur Gaza belum dibangun kembali. Pada Juni 2010, Israel melakukan pembatasan masuknya produk ke Gaza termasuk bahan konstruksi. Bahan konstruksi hanya diperbolehkan untuk proyek-proyek pembangunan yang berada di bawah pengawasan internasional. Pembatasan ini mencegah pembangunan kembali rumah-rumah yang hancur dan rusak, dan lebih dari 20.000 orang harus terus hidup dalam kondisi penuh sesak di dalam apartemen sewaan, tenda-tenda, atau menumpang. Pembatasan masuknya bahan konstruksi juga mencegah rehabilitasi infrastruktur listrik yang rusak sehingga 90 persen warga Gaza saat itu menderita pemadaman listrik hingga 12 jam sehari. Pemadaman ini terjadi sejak Israel membom pembangkit listrik Gaza pada tahun 2006 dan ditambah lagi selama Operasi Timah Panas telah terjadi perselisihan antara Hamas dan Otoritas Palestina mengenai siapa yang menanggung tanggung jawab untuk menutupi biaya bahan bakar.

Distribusi setengah juta liter bahan bakar ke Jalur Gaza pada 25 Agustus 2010 berhasil mengurangi durasi pemadaman listrik, yang sekarang berlangsung selama 4-6 jam sehari. Pemadaman listrik sangat memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan di Jalur Gaza, karena menyebabkan kerusakan pada peralatan medis dan terbatasnya ketersediaan listrik untuk pengoperasiannya. Sistem kesehatan tidak dapat berfungsi dengan baik karena kurangnya peralatan medis maupun aliran listrik. Sehingga pasien yang kritis mengalami kesulitan menerima perawatan medis yang diperlukan. Kurangnya infrastruktur juga mengganggu akses ke pengolahan air minum dan air limbah. Sekitar 3.000 penduduk Palestina di bagian utara Jalur Gaza tidak memiliki akses terhadap air, dan 80 juta liter aliran limbah mentah disalurkan melalui saluran terbuka.

Saya sedang tidak ingin menghakimi siapa yang bersalah dalam hal ini. Saya hanya ingin mengatakan bahwa operasi semacam ini tidak boleh terjadi lagi di pojok manapun di muka bumi.

Sumber: http://nevercastleadagain.wordpress.com/

---

Dimuat dalam muslim-academy.com pada 28 Desember 2012

Malcolm X: Islam dan Persamaan Hak

Malcolm X adalah seorang tokoh Muslim kulit hitam Amerika (Afro-Amerika) juga pejuang anti diskriminasi dan persamaan hak. Lahir pada 19 Mei 1925 di Omaha, Nebraska, AS, dengan nama asli Malcolm Little. Semasa kecilnya, Malcolm dan keluarganya sering menjadi sasaran penembakan, pembakaran rumah, pelecehan, dan ancaman lantaran ayahnya adalah anggota militan UNIA-organisasi untuk mewadahi perbaikan hidup bagi orang Afro-Amerika. Tindakan kekerasan yang diterima keluarga Malcolm mencapai puncak saat ayahnya dibunuh kelompok rasis kulit putih ketika Malcolm berusia enam tahun.

Kehilangan seorang ayah mengubah kehidupan Malcolm menjadi anak yang liar. Sekolahnya putus ketika ia berusia sekitar 15 tahun. Kehidupan jalanan seperti kejahatan antargeng, narkotika, minuman keras, perjudian, dan pelacuran menyeretnya ke penjara pada usia 20 tahun dan ditahan hingga usia 27 tahun.

Namun, dari balik tembok penjara Chalestown State, dia justru menemukan pencerahan diri. Ia membaca, menulis, berdiskusi dengan kedua saudaranya, Philbert dan Hilda. Diskusi yang dilakukan berkaitan dengan ajaran agama Islam di tempat kedua saudaranya terlibat, yakni Nation of Islam (NoI). Dari sinilah Malcolm mengenal NoI.

Malcolm juga mengadakan kontak melalui surat dengan Elijah Muhammad, pimpinan sekaligus tokoh NoI. Berkat Elijah, Malcolm memahami arti ketertindasan dan ketidakadilan yang menimpa ras kulit hitam sepanjang sejarah. Sejak itu, Malcolm menjadi seorang napi yang kutu buku. Ia menekuni sastra, agama, bahasa, sejarah, dan filsafat. Ia memutuskan masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Malcolm X. Inisial X menunjukkan bahwa ia adalah eks perokok, eks pemabuk, eks Kristen, dan eks budak.

Pada hari pembebasannya pada 1952, Malcolm langsung pergi ke Chicago untuk bergabung dengan kegiatan NoI. Dengan bergabungnya Malcolm, NoI berkembang menjadi organisasi yang berskala nasional. Malcolm sendiri menjadi figur yang terkenal di dunia, mulai dari wawancara di televisi, majalah, dan pembicara di berbagai universitas terkemuka dan forum lainnya. Kepopulerannya muncul atas kata-katanya yang tegas dan kritis tentang diskriminasi dan sikap kekerasan yang ditunjukkan kaum kulit putih terhadap kulit hitam.

Sayangnya, NoI sendiri bersikap rasis. Sehingga menolak bantuan apa pun dari kalangan kulit putih yang benar-benar mendukung perjuangan antidiskriminasi. Pandangan tersebut tentu saja bertentangan dengan ajaran Islam yang tidak membedakan kehormatan dan kehinaan seseorang berdasarkan ras. Karena hal itu, Malcom X memutuskan keluar dari NoI.

Setelah menunaikan haji pada 1964, Malcolm X tercerahkan untuk yang kedua kali. Ia melihat kaum Muslimin dari seluruh dunia, dari berbagai ras, bangsa, dan warna kulit yang semuanya memuji Tuhan yang satu dan tidak saling membedakan.

”Pengalaman haji yang saya alami dan lihat sendiri, benar-benar memaksa saya mengubah banyak pola pikir saya sebelumnya dan membuang sebagian pemikiran saya.”

”Saya melihat hal yang tidak pernah saya lihat selama 39 tahun hidup di Amerika Serikat. Saya melihat semua ras dan warna kulit bersaudara dan beribadah kepada satu Tuhan tanpa menyekutukannya.”

Kata-kata ini sebagai bukti bahwa dirinya mengubah pandangan hidup, dari memperjuangkan hak sipil orang Negro ke gagasan internasionalisme dan humanisme Islam. Ia juga mengganti namanya menjadi el-Hajj Malik el-Shabazz, meski nama Malcolm X jauh lebih populer. Kebenaran Islam telah menunjukkan kepada dirinya bahwa kebencian membabi buta kepada semua orang kulit putih adalah sikap yang salah, seperti halnya jika sikap yang sama dilakukan orang kulit putih terhadap orang Negro. Menghapus diskriminasi rasialis tanpa menciptakan diskriminasi baru terhadap pelaku.

Malcolm X akhirnya mendirikan Organization of Afro-American Unity pada 28 Juni 1964 di New York. Melalui organisasi ini, ia menerbitkan Muhammad Speaks (Muhammad Berbicara) yang kini diganti menjadi Bilalian News (Kabar Kaum Bilali [Muslim Kulit Hitam]). Namun tak lama, pada 21 Februari 1965, Malcolm X tewas ditembak oleh tiga orang Afro-Amerika dari NoI. Barangkali dianggap sebagai pengkhianat organisasi lamanya.

Kendati demikian, impian Malcolm X menyebarkan visi antirasisme dan nilai-nilai Islam yang humanis, menggugah kalangan Afro-Amerika dan dunia. Banyak yang menaruh simpati padanya. Kini pesan perjuangan Malcom X terus disampaikan antar generasi melalui berbagai dokumenter, buku, juga film.[nad]

---

Dimuat dalam muslim-academy.com pada 27 Desember 2012

Memutus Rantai Diskriminasi

“… Kata ‘diskriminasi’ merujuk pada semua pembedaan, pemisahan, pembatasan, atau pemilih-kasihan yang berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, perbedaan politik atau pendapat, kebangsaan atau asal sosial, kondisi ekonomi atau kelahiran, yang memiliki tujuan atau efek yang membuat ketidaksamaan pelayanan..” Pasal 1, Konvensi Anti Diskriminasi dalam Pendidikan

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan membuat kamu berbangsa dan bersuku-suku agar kamu mengenal satu sama lain,” Surat Al-Hujurat (49:13)

Diskriminasi sebagai teori sudah jamak diketahui publik. Bahwa tiap manusia berhak mendapatkan kesempatan berkehidupan sama seperti orang lain tanpa memandang sifat-sifat bawaan yang dimilikinya. Pelajaran mengenai pluralisme dan diskriminasi sendiri bahkan sudah diajarkan sejak pendidikan dasar di seluruh dunia. Semua orang sepakat bahwa tidak ada seorang manusia pun yang ingin dibatasi haknya sebagai manusia. Tiap orang ingin memiliki hak untuk hidup tidak dalam ketakutan dan tekanan, hak untuk belajar dalam sistem pendidikan, hak untuk bekerja demi meningkatkan kualitas hidup, hak untuk memilih mana yang dianggapnya paling baik, dan hak untuk mengutarakan pendapat dengan bertanggungjawab.

Tapi apa kenyataannya? Sampai sekarang diskriminasi masih menjadi permasalahan utama umat manusia. Peperangan atas nama perbedaan keyakinan masih terus berkobar di berbagai pojok bumi, perbudakan masih terus terjadi hanya karena perbedaan warna kulit, kesenjangan pelayanan kesehatan dan pendidikan antar kelas sosial pun bagai langit dan bumi, bahkan orang-orang berkebutuhan khusus dengan kemampuan fisik terbatas barangkali tidak pernah dianggap keberadaannya. Di Zaman ini, hampir tidak ada seorang pun yang tidak pernah mengalami diskriminasi dalam hidupnya.

Tindakan penghapusan diskriminasi di dunia sudah dimulai sejak Rasulullah datang dengan ajaran Islamnya. Al Quran menyatakan bahwa Arab tidak lebih unggul daripada non-Arab, dan putih tidak lebih unggul daripada hitam. Islam menekankan kesetaraan dan menerapkannya di masyarakat sejak 1400 tahun lalu. Pemberantasan rasisme adalah salah satu prestasi moral Islam yang luar biasa. Begitu juga yang dilakukan Martin Luther King, Jr. Ia adalah pemimpin pendeta Amerika sekaligus aktivis dalam Gerakan Hak Sipil Afro-Amerika. Ia terkenal karena perannya dalam memajukan hak-hak sipil tanpa menggunakan kekerasan. Ada juga Malcolm X yang menyebarkan visi antirasisme dan nilai-nilai Islam yang humanis, menggugah kalangan Afro-Amerika dan dunia. Banyak yang menaruh simpati padanya. Di Afrika Selatan juga ada Nelson Mandela yang menghapus diskriminasi Apartheid. Ia merekonsiliasi korban diskriminasi tanpa membangun diskriminasi baru terhadap pelaku. Ia terpilih sebagai Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999, pemilu demokratis pertama Afrika Selatan.

Namun semua hal itu tidak pernah membuat umat manusia sadar. Diskriminasi terus saja terjadi. Seolah-olah sikap mendiskriminasikan orang lain lahir serempak dengan hak asasi manusia itu sendiri. Bahkan banyak orang tidak sadar melakukan diskriminasi pada orang lain. Misalnya saja, tanpa sadar berlaku kasar pada pengemis dan sopan padapejabat. Misalnya, menganggap hanya perempuan yang boleh menangis dan laki-laki tidak patut menangis. Misalnya pula, menikmati diskriminasi fisik yang ramai di acara komedi televisi. Pun pertanyaan asal muasal ketika berkenalan dengan orang baru bisa menjurus pada pengelompokan dan pembedaan orang karena asal daerahnya. Kecenderungan mengelompokkan orang lain ini dan melakukan pembeda-bedaan inilah yang perlu dihilangkan.

Sudah terlalu banyak Undang-Undang Anti Diskriminasi yang diciptakan di muka bumi. Padahal sebenarnya solusinya hanya satu: penghapusan rantai diskriminasi sekarang juga. Satu-satunya cara paling ampuh melawan diskriminasi adalah dengan tidak melakukan diskriminasi itu sendiri. Dari diri sendiri. Kalau tidak, entah sampai kapan lagi umat manusia hanya akan berkutat dengan perbedaan. Dunia tidak akan berubah selama manusia tidak mau berubah.[nad]

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.” (Surah Ar-Rad:11)

---

Dimuat dalam muslim-academy.com pada 25 Desember 2012.