27 September 2012

Hidup Sekejap Penyu Sisik

Pernahkah kau mendengar tentang kisah hidup penyu sisik?

Tengah malam itu, di kegelapan, terdengar bunyi retakan. Awalnya seperti sekilas. Namun lama-lama bersahut-sahutan.

Itu suara ratusan telur penyu sisik menetas. Satu-satu penyu mungil keluar serempak, terdesak-desak, terburu-buru. Ramai.

Dunia gelap dalam pasir, langit gelap di luar pasir. Seburuk itukah dunia? Hanya seekor penyu mungil yang bertanya. Kakinya cacat.

Serempak seluruh penyu sisik mungil menuju laut yang menyahut. Ketika taktahu apa harus dilaku, maka hati lah penunjukmu.

Namun sekelebat bayang bersidekap. Kepak makhluk entah apa menekan keberanian. Tatapan pasang mata mengintai tekad.

Teriakan pertama terdengar di depan diiringi bayangan menyambar. Disusul rentetan serangan bayangan bertubi. Teriakan menyayat bersahutan.

Apa yang terjadi?! Teriak penyu sisik mungil dengan kaki tak sempurna. Ada apa dengan dunia? Kenapa pembantaian dianggap normal?

Tentu saja tak ada yang menjawab. Kakak-adiknya dibawa terbang sekawanan burung pelikan, ditelan kenyang gerombolan biawak hutan.

Belum lagi ribuan telur penyu tak sempat menetas dicuri makhluk serakah bernama manusia.

Penyu sisik mungil tidak tahu, bahwa hanya 10 ekor penyu yang dapat bertahan dari seribu telur yang ditetaskan.

Sebuah bayangan menukik ke arah penyu sisik lengkap di depannya. Ia melompat menyerahkan diri. Meski tadinya tak mungkin.

Ia mengangkasa. Makhluk bersayap mencengkram tempurung dan angin keras menampar. Ah, ia menyelamatkan saudaranya. Takapa, dirinya toh cacat.

Ajalnya dekat. Apa yang sudah ia perbuat dalam hidupnya yang singkat? Tanyanya tercekat. Ia lihat saudaranya hampir tak ada yang selamat.

Tapi penyu kecil yang ditolongnya berhasil mencapai garis pantai. Barangkali, ya barangkali, ia hidup untuk menyelamatkan satu nyawa.

Barangkali, hidup singkatnya berharga karena satu lompatan tak mungkin. Tapi setidaknya ada maknanya. Ada arti keberadaan hidupnya di dunia.

Ia menutup mata dan tersenyum. Jatuh bebas ke karang yang memecahkan ombak dan tempurungnya.

Malam itu, retakan bersahut-sahutan. Namun bukan tetasan telur. Kali ini pecahan tempurung. Milik penyu sisik mungil dan hidup singkatnya.

Kisah Cinta Laba-Laba Betina

Ada sebuah kisah tentang seekor laba-laba betina. Ia berbeda. Ia luar biasa. Ia hebat. Ia penuh akan dirinya sendiri.

Ia buat jaring di mana-mana. Ia punya mimpi besar.

Tentu banyak jantan terperangkap jaringnya. Siapa yang tidak jatuh pada laba-laba betina yang mandiri, berkarakter, dan luar biasa?

Dengan mudah jantan ditaklukkan. Lalu dimakan. Biasa saja. Semua jantan sama rasa sama rupa. Selesai satu, ia buat jaring baru.

Ya baiklah, memang ada jantan yang berbeda. Ada yang benar cinta. Ada yang berkelana. Tapi tetap saja, laba-laba betina tak punya rasa iba.

Entah berapa jantan telah ditelan. Entah berapa jaring telah disulam. Laba-laba betina berjaya.

Sampai suatu ketika, tak ada ruang yang tersisa karena kerja keras sulamnya, tak ada jantan yang terperangkap karena habis ditelannya.

Ia pun kesepian sendirian. Ah ya, selama ini pun ia kesepian meski ditengah banyak mimpi dan banyak jantan.

Ia hilang kendali pada pijakannya. Jatuh. Terperosok. Terperangkap pada jaringnya. Tak kuasa memberontak.

Lalu mati menjadi pilihan. Meski menghadapi kematian sendirian dalam jaring sepi yang dibuatnya sendiri, adalah tragis.[]

08 September 2012

Mempertanyakan

Kenapa memangnya dengan mempertanyakan?
Hobiku menulis catatan dalam bentuk daftar pertanyaan setiap harinya.
Aku tidak tahu kenapa dengan orang-orang. Sepertinya mereka peduli sekali padaku yang suka mempertanyakan dan tidak berhenti mempertanyakan meski mereka semua bersikap seperti berikut padaku.

Seseorang mengasihani diriku yang lebih sering menghabiskan waktu sendirian dan menuliskan pertanyaan dalam buku catatan daripada menanyakannya pada orang lain. Ia memintaku lebih banyak bersosialisasi pada orang lain karena dianggapnya aku asosial. Ia berjanji pula untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kuajukan dengan membawaku menemui ahli-ahli yang bisa menjawabnya. Namun orang itu pada akhirnya meninggalkanku tiba-tiba. Lupa akan janji-janjinya. Dan aku tetap menuliskan pertanyaan.

Seseorang lainnya melihat buku catatanku terbuka dengan tak sengaja dan penasaran tentang apa yang sedang kutulis. Maka kujelaskanlah. Lalu dia bilang, hidupku terlalu penasaran sekali, kalau aku mati sekarang ini, mungkin aku menjadi hantu penasaran yang menjadi arwah gentayangan karena memiliki banyak pertanyaan yang belum terjawab. Begitukah? Aku sih biasa saja.

Seseorang lainnya merasa bahagia karena aku mempertanyakan. Katanya, ia percaya bahwa aku mampu melalui setiap proses yang terjadi dalam hidupku. Dan mempertanyakan hidupku dengan menuliskannya adalah sebuah proses pendewasaan yang tidak semua orang berhasil melaluinya dan melalui jalan yang sama. Aku terharu sekali, di saat krisis kepercayaan yang terjadi pada diriku, ternyata masih ada seseorang yang percaya pada orang sepertiku.

Dua orang lainnya membuka catatanku diam-diam dan menggosipkannya bersama. Aku akhirnya tahu apa yang telah mereka lakukan. Tapi tidak marah, karena memang tidak ada yang perlu ditutup-tutupi dari pertanyaan-pertanyaanku, aku hanya penasaran. Kenapa ada orang yang penasaran tentang apa yang sedang dipikirkan orang lain? Aku bukan orang terkenal, aku kan biasa saja. Aku mempertanyakan dan aku menyimpulkan jawaban. Bukankah setiap orang sebenarnya juga melakukan hal yang sama namun mereka hanya tidak sadar saja? Kenapa penasaran dengan pikiran orang lain? Kenapa tantangan terbesar dalam menuliskan catatan harian itu adalah orang lain yang penasaran dengan apa yang ditulis seseorang?

Seseorang lainnya membuka buku catatan harianku, membaca daftar pertanyaannya, dan menjawabnya apa adanya dengan mudah sekali seperti menjawab buku Teka Teki Silang. Kenapa aku mempertanyakan dengan sulit sekali namun ada yang mudah sekali menjawabnya? Terlepas dari jawaban yang diberikan benar atau salah.

Seseorang mempertanyakan apakah aku akan membukukan buku pertanyaanku. Lalu kujawab ya. Lalu apakah aku menyertakan jawabannya dalam buku itu, tanyanya. Tentu saja tidak, bahkan mungkin ada banyak pertanyaan yang tidak bisa kujawab hingga aku mati. Lalu apa poinnya, mempertanyakan tapi tidak memberikan jawabannya, tanyanya lagi. Kujawab dengan pertanyaan retoris, bukankah mempertanyakan dan menjawab pertanyaan adalah dua hal yang berbeda. Lalu kujawab terakhir kalinya, setidaknya untuk membuatnya puas, barangkali kunci jawaban untuk segala pertanyaan manusia ada di Al-Quran.

Seseorang lagi memperingatkanku tegas agar berhati-hati dengan pertanyaan-pertanyaanku sendiri. Meski aku orang yang terlalu banyak berkontemplasi, setidaknya aku harus tahu batasan agar tidak sampai menjadi gila. Namun apa artinya gila? Barangkali seorang gila hanyalah seorang minoritas di tengah dunia yang tidak berpikir sama dengannya.

Sisanya, orang-orang tidak peduli apakah aku mempertanyakan ataupun tidak. Aku pun juga, tidak peduli mereka mempedulikanku atau tidak.

An Aformisme

Kadang sesuatu terasa indah ketika begitu sangat ingin dimiliki, an.
Tapi ketika sudah dimiliki apalagi ditaklukkan,
tak terasa lagi indahnya.
Maka kubiarkan saja seperti ini.
Sementara.
Ya, barangkali sementara tak selama yang kukira.

---

Mungkin salah satu alasan aku sedang tidak ingin menjalin hubungan dengan laki-laki baru adalah karena aku sendiri butuh waktu untuk menyelesaikan urusan hatiku sendiri.
Sebelum berani mencuri hati orang lain lagi.

---

Apa itu kemerdekaan pribadi, tanya an suatu kali.
Kujawab, yang paling utama adalah kemerdekaan dalam menentukan sikap atau pilihan, terhadap apa saja.

---

Kamu,
ya kamu,
hati-hati jatuh cinta padaku.

---

Kalau suatu saat kau merindukanku,
apa yang kau rindukan?

---

Kan sudah kukatakan an,
aku tidak punya hati.
Maka aku hanya bisa memberikan kepercayaan dan persahabatan.

---

Nah, hari ini kubuat kau patah.
Apalagi yang akan kubuat padamu esok?

---

Bisa jadi kau menghadapi wanita serupa laut.
Kagum tak apa, tapi jangan sampai jatuh cinta.
Karena kalau kau biarkan, cinta bisa membuatmu tenggelam karena kedalamannya yang biru mempesona.
Membuatmu hilang kendali akan kapalmu dan hidupmu.
Dan tak ada jalan kembali.

Ia wanita berbahaya.

Barangkali ia perempuan pejalan yang membawa ransel berisi cinta.
Ia tak menyerahkan cinta pada siapa-siapa, dari tangannya, dan juga dari bibirnya.
Tapi ransel itu berlubang, cinta tercecer sepanjang jalan.
Ada di pungut orang, ada diperebutkan orang, ada diinjak orang.
Tapi ia tak peduli.
Pun tak menambal lubang ranselnya.
Meski tahu.

---

Kata-kata juga bisa menjauhkan manusia, an.

---

Dingin sekali.
Ya. Hati kamu.
Apalagi?

Seandainya saja air mataku
cukup panas untuk melelehkan hati bekumu itu.

Tadinya kupikir tidak ada tempat
yang memiliki semua iklim
dan mengalami semua musim.
Ternyata ada an.
Hatimu.

---

Hatiku ternyata berupa eskrim.
Yang akan terus membeku.
Mungkin hinga nanti meleleh karena senyummu yang entah kapan itu.

---

Bertanya 'kapan' itu memojokkan,
bertanya 'kenapa' itu mencerdaskan.

---

Aku tidak tahu an,
mana hujan, mana air mata, mana cinta.