31 Mei 2011

hakikat hidup

aku berlayar jauh mengarungi samudra
dan terdampar di pantai pasir putih sebatang kara.
aku berlari menembus hutan belantara
dan hanya duri yang memberiku luka terbuka.
aku bertahan melintasi gurun sahara
dan hampir mati karena dahaga.
aku bertaruh meraih bintang di angkasa
dan kemudian terjatuh dari hampa udara.
semuanya kulakukan mencari tahu arti hidup dan arti matiku.

30 Mei 2011

The Winner Stands Alone #3- cita-cita anak muda

semua anak muda punya cita-cita yang sama: menyelamatkan dunia. ada yang langsung melupakan cita-cita ini karena yakin ada hal lain yang lebih penting seperti menikah, bekerja, berwisata, dan belajar bahasa asing. namun ada juga yang memutuskan mereka bisa membuat perbedaan dalam lingkungan masyarakat serta mengubah dunia yang akan diwariskan pada generasi mendatang.

mereka mulai dengan memilih profesi: politisi (yang niat awalnya selalu berakar dari keinginan untuk membangun komunitas tempat tinggal mereka), aktivis sosial (yang percaya semua tindak kriminal disebabkan oleh perbedaan kelas sosial), seniman (yang yakin tidak ada harapan sama sekali sehingga kita semua harus mulai dari nol)... dan polisi.

The Winner Stands Alone - Paolo Coelho

Aksi Penyadaran

Nito bahkan tidak ingat tadi malam dia mimpi apa. Tapi Nito pasti akan mengingat hal ini sampai mati, bahwa hari ini hari terburuk dalam hidupnya.

Tadi malam semuanya begitu menyenangkan. Acara festival musik di kampusnya begitu meriah. Sama meriahnya seperti festival musik yang pernah dia lihat sebelumnya dan yang sebelumnya lagi. Semua orang menikmatinya.

Minuman-minuman keras dibagikan gratis oleh panitia di tengah-tengah acara, Nito selalu mengambil dua botol. Keduanya langsung dihabiskan begitu botol-botol itu sampai di tangannya. Teman-temannya hanya tertawa dan menurut memberikan botol-botol lain jatah mereka.

Sayangnya panitia-panitia pelit itu tidak membagi-bagikan rokok. Mereka bodoh, begitu ungkapnya berulang-ulang pada teman-temannya, memberikan minuman tapi tidak rokok. Padahal dilihat darimanapun minuman jelas lebih mahal daripada rokok. Lalu teman-temannya tertawa.

Terserahlah, Nito tidak peduli teman-temannya tertawa karena perkataannya benar atau mereka tertawa karena kebodohan dirinya. Yang penting dirinya mendapat jatah minuman tambahan setiap minumannya habis. Yang penting mereka selalu menyelipkan rokok di bibirnya dan menyulutnya saat rokoknya sudah habis. Yang penting ia masih bisa memanfaatkan mereka untuk mendapatkan barang.

Pacarnya yang menemani di sampingnya merasa bangga padanya, Nito menghabiskan botol-botol minuman dan batang-batang rokok pemberian teman-temannya langsung di depan kekasihnya. Nito ingin membuatnya kagum pada dirinya, bahwa dialah laki-laki paling hebat sedunia. Meskipun setelah itu dia muntah-muntah di kamar mandi atau batuk-batuk sepanjang hari besok.

Tapi terserahlah, yang penting pacarnya yang cantik jelita itu merasa dirinya hebat dan tidak pergi meninggalkannya. Nito masih membutuhkan tubuh pacarnya.

Panggung acara musik semalam penuh dengan hentakan-hentakan musik keras. Tapi itulah yang disukainya. Semua orang berloncat-loncat mengikuti hentakan musik. Dia juga, kekasihnya juga. Semua musik-musik yang tidak jelas itu seakan mengingatkan dunia bahwa dirinya ada dan berbeda. Tapi dalam hati Nito bertanya-tanya kapan panggung itu roboh.

Begitu terus pesta hingga dini hari. Nito pun terkapar di kampus karena mabuk tanpa diperbolehkan pulang. Lalu Nito bahkan tidak menyangka apa yang terjadi pagi harinya. Yah, tadi malam memang sangat menyenangkan, umpat Nito, tapi sejak tadi pagi nasibnya berubah.

Ketika bangun, yang Nito tahu hanya langit masih gelap. Entah itu dalam mimpi buruknya, entah itu masih malam, atau entah itu keesokan harinya karena dia tidur terlalu lama, ia tidak tahu, tapi semuanya begitu berantakan dan ribut.

Nito bangun karena suara teriakan semua orang di sekitarnya. Semua teman-temannya belarian kemanapun yang mereka bisa. Nito tidak sempat bertanya pada siapa-siapa, semua orang sedang berlari menyelamatkan diri.

Di tengah-tengah kekacauan itu, Nito sendirian tidak tahu apa-apa.

***

Demonstran? Nito bukan orang setidakberguna itu untuk menghabiskan waktunya dengan berteriak-teriak menurunkan harga kebutuhan bahan pokok atau BBM. Semua teman-temannya dianggapnya percuma melakukan itu. Teman? Nito merasa tidak pernah punya teman yang biasanya demostrasi di jalan. Buat apa berteman dengan orang-orang seperti itu.

Selalu dan selalu Nito mengatakan demonstrasi menurunkan biaya kuliah hanya omong kosong. Semua dalam hidup ini harus dibayar. Semakin bagus semakin mahal. Sampai matipun berteriak di jalan tidak akan ada yang mendengar. Hanya orang gila yang tidak mengerti itu. Nito beruntung dirinya tidak gila.

Orang-orang tidak penting itu banyak menuntut pemerintah untuk tidak korupsi, meminta alokasi pendidikan dua puluh persen, biaya kesehatan terjangkau, atau hal-hal yang Nito tidak mengerti lainnya yang juga tidak mungkin terwujud menurutnya.

Semua itu mahal. Semua itu perlu uang. Tidak mungkin meminta pemerintah membayarkan itu semua untuk rakyatnya. Apakah para demonstran itu buta? Penduduk Indonesia itu banyak sekali. Bahkan lebih banyak dari jumlah perempuan yang pernah tidur dengannya. Sejumlah itu saja sudah membuatnya kerepotan.

Orang-orang yang turun ke jalan itu terlalu sok idealis, maki Nito. Mereka pikir mereka paling benar sedunia? Apa mereka pikir Indonesia akan berubah hanya karena teriakan mereka? Bullshit apa yang mereka bicarakan tentang Indonesia. Apa pedulinya?

Ia memang sudah sejak dulu tidak suka dengan anak-anak yang bangga memakai almamater karena sok bisa merubah bangsa. Anak-anak kutu kupret itu selalu dia usir dan diejeknya ketika mereka memasuki pelataran jurusannya. Kebencian dan ketidaksukaannya terhadap anak-anak demonstran itu semakin bertambah sekarang.

Tadi pagi dirinya ikut ditangkap polisi karena ternyata orang-orang yang demonstrasi sial itu masuk ke kampus. Mereka melempari polisi dengan batu dan merusak banyak barang milik universitas. Polisi menangkap semua mahasiswa yang ada di kampus dengan membabi buta. Menangkap dalam arti sebenar-benarnya, mengejarnya, meneriakinya anak setan, memukulnya, dan menembak beberapa kali meskipun meleset. Mereka menangkapnya dan mahasiswa lain seperti menangkap anjing.

Polisi mengumpulkan mahasiswa tangkapan mereka di lapangan kampus dan memukulinya. Tindakan yang bahkan ayahnya pun tidak berani melakukannya pada dirinya. Di lapangan itulah harga dirinya direndahkan oleh bapak-bapak ini.

Hah, keluh Nito, ini semua juga gara-gara mahasiswa dengan aksi sok kerakyatan mereka mengatasnamakan seluruh mahasiswa universitas ini. Padahal dirinya sebagai mahasiswa tidak setuju dengan tindakan bakar-bakaran itu.

Aargh!! Semuanya sama tololnya! Sama gilanya! Apakah hanya dirinya yang masih waras hingga saat ini padahal tadi malam bukankah ia yang minum berbotol-botol minuman?

Polisi menemukan dirinya tidak lama setelah Nito bersembunyi. Padahal ia sudah berlari hingga lantai tiga kampus dan bersembunyi di bawah meja kuliah yang sering dia pakai. Yang tahu persembunyian itu memang hanya dirinya. Orang lain bersembunyi ke tempat lain di lantai tiga juga. Tapi tidak di kelas itu.

Nito tidak mengerti bagaimana polisi bisa menemukannya. Mereka berani mendobrak pintu kelas dan memecahkan jendela hanya untuk menemukan mahasiswa lainnya. Memangnya separah apa demonstrasi sial yang dilakukan anak-anak setan itu kali ini? Seumur hidupnya baru kali ini ada kekacauan sebesar ini di kampus.

Nito pikir, kerusuhan polisi mahasiswa yang paling parah itu ketika dirinya masih SMP dulu. Tapi bukankah sekarang presidennya sudah ganti? Kenapa masih ada kerusuhan seperti ini? Pertanyaannya tidak pernah terjawab.

Nito akhirnya digelandang dengan diseret lalu dipukuli. Ahya, benar-benar seperti anjing. Padahal Nito tidak melawan sama sekali. Tangannya sudah terangkat ke kepalanya dari awal, kesemutan tidak terasa lagi, seluruh tubuhnya sudah sakit dan penuh biru memar.

***

Saat ini Nito berada di dalam sel markas Polres bersama mahasiswa-mahasiswa tangkapan polisi lainnya. Penuh memar dan di beberapa tempat di kakinya terluka, tapi sudah di perban pihak kepolisian.

Keluarganya sudah dihubungi pihak polisi dan tadi sejam penuh dia diintrogasi polisi-polisi. Mengintrogasi tapi memojokkan. Menanyakan tapi menjebak. Seakan-akan teroris pemusnah WTC adalah dirinya.

Akhirnya polisi memang percaya bahwa Nito bukan termasuk anak-anak demonstran setan itu. Tapi urinnya diperiksa dan terbukalah semua rahasianya. Bahwa dia pemakai segala obat-obatan yang dilarang. Keluarganya pasti akan malu. Ah tapi peduli apa dengan keluarganya. Biasanya merekalah yang melupakannya.

Tapi bukan itu lagi yang Nito keluhkan, yang paling membuatnya muak dari semua ini adalah mahasiswa-mahasiswa sial anak setan yang satu sel bersamanya. Ini semua gara-gara orang-orang tidak ada kerjaan yang sok idealis itu! Ah sial! Nito memukul dinding sel. Tapi segera meringis karena tangannya penuh memar.

Mereka cengar-cengir dari tadi. Luka-luka mereka bukannya tidak lebih parah dari Nito, bahkan ada yang kepalanya bocor. Tapi anehnya mereka cengar-cengir merasa senang, bahkan merasa bangga atas luka-luka yang didapatnya masing-masing. Dari tadi tidak henti-hentinya mereka bercerita bagaimana kisah sok heroik tolol yang mereka hadapi.

Nito mendengar segala hal yang mereka bicarakan. Bagaimana tidak, ruangan ini hanya berukuran tiga kali tiga meter dan berisi rata-rata lima orang, setiap perkataan atau obrolan yang masing-masing lakukan pastilah terdengar. Entah Nito ingin mendengar ataupun tidak.

Salah seorang dari mereka merupakan perencana aksi besar tadi malam. Nito tidak mengenalnya sama sekali. Bahkan melihatnya pun tidak pernah kecuali saat ini. Tapi semua orang-orang disini mengenalnya dan menaruh hormat padanya. Nito tidak sudi. Bukankah berarti orang ini yang membuatnya ada di tempat brengsek ini.

Tapi orang itu terus saja bercerita pada yang lain, bahwa sebenarnya yang mereka lakukan untuk merubah bangsa ini tidaklah sia-sia. Bahwa perjuangan mereka ini dapat menyelamatkan seluruh rakyat Indonesia jika berhasil. Kalaupun tidak digubris, tindakan mereka paling tidak sudah berniat baik, dan sekecil apapun perbuatan baik pasti akan mendapatkan balasannya.

Bullshit, tiba-tiba Nito keceplosan memaki. Semua yang mendengar segera mengernyit ke arahnya. Nito tidak berniat meminta maaf. Semua yang dikatakan bapak sok idealis itu memang bullshit, memang omong kosong.

Tapi orang-orang yang mengernyit ke arahnya tidak juga memalingkan pandangan mereka dari Nito, mereka seakan butuh alasan mengapa Nito menghina mereka. Nito merasa risih, tapi tetap tidak mengungkapkan pendapatnya. Ia tahu, di depan orang-orang yang sudah biasa berdebat dan berdiskusi, dengan mudah pendapatnya akan terkalahkan. Berbeda dengan berbicara di depan teman-temannya yang takut pada dirinya.

Nito belakangan sadar bahwa dirinya yang sebenarnya adalah seorang pengecut. Lalu menyalahkan diri sendiri karena menyadarinya.

Kemudian salah seorang melanjutkan diskusi, Nito muak melihat kenyataan bahwa entah di dalam penjara ataupun di luar, orang-orang aneh ini terus saja berdiskusi. Sekarang Nito tidak sekesal tadi terhadap mereka. Karena dia sebenarnya juga seorang pengecut.

Salah seorang yang paling kecil, mungkin mahasiswa angkatan baru, menyatakan pendapatnya. Dan dengan segera pernyatannya menyedot seluruh perhatian tiap orang di dalam sel itu. Termasuk Nito.

Bahwa menurutnya mahasiswa itu punya empat tanggung jawab dalam hidupnya. Pertama kepada diri sendiri, betapa seorang mahasiswa belajar di kampus untuk mempersiapkan masa depannya dan pekerjaannya di masa yang akan datang. Nito tertohok, anak ingusan ini menyindirnya. Sebelumnya anak buahnya yang sekecil ini selalu disuruh-suruhnya dan sekarang ada seorang dari mereka yang mengguruinya?

Kedua, anak itu melanjutkan. Tanggungjawab kita terhadap orangtua. Apapun yang kita lakukan di kampus, kita harus mempertanggungjawabkannya pada orangtua kita karena mereka yang membiayai kita selama ini. Nito semakin kesal pada bocah itu. Dia pikir dirinya siapa. Nito menatapnya tajam.

Tapi anak itu tidak merasa terintimidasi dan terus melanjutkan. Ketiga, pada rakyat di sekitarnya, bagaimana seorang mahasiswa harus menjadi agent of change tempat tinggalnya. Harus ada sistem yang baik dan tertata karena ada mahasiswa di sana. Huh, mana sempat Nito mengurusi orang-orang lain. Saudara kandungnya saja tidak ia perhatikan. Kenapa harus mengurusi rakyat yang bodoh itu?

Udara dalam sel semakin gerah, hari semakin sore. Anak ini melanjutkan, tanggungjawab keempat mahasiswa adalah pada bangsa dan negaranya. Nito hampir meledak. Mukanya sudah merah. Ia tidak sabar memukul anak ingusan ini karena telah menyindirnya sepanjang diskusinya.

Nito memperhatikan ekspresi mahasiswa-mahasiswa yang lebih senior terhadap anak ingusan yang menggurui mereka. Tapi tidak ada yang kesal. Mereka semua hanyut dalam perenungan mereka masing-masing. Bahkan si pemimpin pererakan tadi malam terdiam dan merenungi betapa selama ini kuliahnya selalu menjadi nomor sekian setelah demonstrasi. Selama ini dia pikir pergerakan adalah segala-galanya.

Nito mengurungkan niatnya untuk memukul. Di sini tidak ada seorang pun yang menjadi sekutunya atau merasa digurui oleh bocah tengik itu. Salah-salah malah dirinya yang dipukul balik. Hah, dia memang pengecut.

Tapi Nito tetap tidak terhanyut. Ia masih dalam pendiriannya. Anak kecil itu mengguruinya, dan menggurui mahasiswa-mahasiswa yang lebih senior. Tapi sepertinya hanya dia yang sadar, sama seperti kasus awal. Polisi dan semua demonstran sama tolonya. Apalagi anak kecil itu.

Nito masih tidak ingat tadi malam dia mimpi apa. Ini mungkin memang hari paling buruk selama hidupnya. Tapi Nito akhirnya tahu, bahwa sebenarnya dia adalah seorang pengecut.

Tamu-Tamu Bapak

Bapak kedatangan tamu lagi seperti biasa. Tapi kali ini Ayuning tidak diperbolehkan ikut ke depan. Gadis kecil itu keheranan.

"Ibu, siapa yang datang bu? Kenapa saya ndak boleh ke depan?"

Ayuning heran. Biasanya bapak dengan bangga memperkenalkan anaknya pada teman-temannya. Kadang-kadang Ayuning yang disuruh menemani bapak. Kadang-kadang juga masnya. Bapak bilang, ini agar mas dan Ayuning cerdas seperti bapak. Ayuning hanya mengangguk-angguk. Dia tahu, bapak orang paling cerdas sedunia.

Lagipula Ayuning suka dibanggakan. Ayuning suka duduk dipangkuan bapak selagi bapak berbicara dengan teman-temannya. Ia mengangguk-angguk seolah mengerti, tapi sebenarnya tidak, dia hanya berpura-pura mengerti. Dia ingin seperti bapak. Ayuning suka ikut-ikutan tertawa padahal dia tidak tahu kenapa bapak dan teman-teman bapak tertawa, Dia ikut tertawa saja, itu tidak salah menurutnya. Sudah tertawa pun sudah senang.

Tapi Ayuning merasa, cara bicara teman-teman bapak aneh. Mereka bicara cepat sekali. Kadang-kadang Ayuning tidak mengerti maksudnya. Cara bicara begitu seperti cara bicara orang-orang tempat tinggalnya yang baru ini. Berbeda dengan cara bicara keluarganya. Atau apa malah menurut orang-orang daerah sini, keluarganya yang aneh? Entahlah, anak sekecil dia mana tahu hal-hal seperti itu.

Tapi kata Bapak itu tidak masalah. Cara bicara yang berbeda mungkin menunjukkan kita berbeda budaya, tapi bukankah itu indah? Begitu tanya bapak balik padanya. Ayuning hanya mengangguk-angguk. Bapak benar, bapak orang paling cerdas sedunia.

"Itu teman bapak nduk, kamu di dalam kamar saja sana sama masmu. Jangan keluar sebelum mereka pulang."

Wajah ibu pucat, ibu tidak pernah setegang ini. Ayuning merasa tamu bapak kali ini bukan orang baik-baik seperti biasa. Tamu ini menakutkan. Tamu ini bukan teman bapak. Teman-teman Bapak orang-orang baik. Ayuning senang pada teman-teman bapak. Kepalanya sering dielus-elus. Mereka bilang, nama Ayuning pantas untuknya, karena dia memang manis. Ayuning langsung lari ke dalam rumah karena malu, lalu dia dengar teman-teman bapak tertawa. Bapak juga ikutan tertawa. Ayuning juga ikutan tertawa di dalam rumah.

Kali ini Ayuning tidak berani bertanya lagi pada ibu. Nanti ibu bisa marah. Ia segera masuk kamar, tapi sebelumnya ia menghitung jumlah gelas yang dibawa ibunya keluar. Ayuning memang baru belajar berhitung. Seringkali hitungannya salah. Tapi kali ini dia yakin. Dia sudah menghitung tiga kali. Jawaban ketiganya sama. Ada lima gelas. Untuk bapak satu, yang lainnya empat untuk tamu-tamu bapak. Ibu biasanya tidak ikut menemani bapak.

Ayuning tiba-tiba sadar. Empat gelas untuk tamu-tamu bapak! Berarti ada empat orang tamu Bapak dan mereka bukan teman-teman Bapak. Perasaannya mulai tidak enak. Tapi apa boleh Ayuning langsung menuduh tamu-tamu bapak bukan orang baik-baik? Padahal ia sama sekali belum melihat mereka. Ibunya sering menasehatinya untuk tidak boleh curiga terhadap orang yang belum dia kenal. Itu dosa katanya. Nanti jadi temannya setan.

Tapi perasaannya masih tidak enak. Ayuning tidak bisa untuk tidak khawatir pada Bapak. Ia tidak mau terjadi apa-apa pada bapak. Ayuning sayang bapak.

Masnya duduk di atas kasur sambil menunduk dan memeluk lututnya. Wajah mas pucat juga, seperti ibu. Wajah mas pucat seperti saat itu. Ayuning ingat persis, mas pulang dari sekolah sambil menangis. Setahunya, mas tidak pernah menangis. Dan Ayuning ingin tahu kenapa masnya menangis, ia lalu mengintip dari pintu yang sedikit terbuka ketika mas bercerita pada ibu.

“Ibu, apa salah jika saya dilahirkan sebagai Orang Jawa?” masnya masih terus menangis sesegukan, ibu memberinya segelas air putih. Ibu tahu untuk tidak bertanya apa-apa pada mas ketika mas menangis. Masnya pasti akan bercerita tanpa dipaksa. Ibu lebih memahami mas daripada Ayuning memahaminya.

“‘Ndak ‘Gus, kita ndak salah.” Ibu menggeleng, wajahnya sedih. Sepertinya ibu sudah tahu apa yang akan diceritakan masnya. Tapi Ayuning belum tahu. Ia tetap mempertahankan posisi tubuhnya mengintip. Ia masih ingin tahu.

“Lantas, kenapa teman-teman mengejek-ejek saya karena saya Orang Jawa bu?” mas mulai menangis lagi. Tapi air matanya segera dihapus ibu.

“Mereka bilang, Orang Jawa pulang saja sana ke Jawa. Mereka bilang, kita disini menjajah mereka, seperti yang Belanda lakukan bu. Padahal mereka yang mengejek saya di sekolah, bukan saya. Apa salah kita bu?” suara mas sudah pecah. Mas menangis lagi. Ibu tidak mampu menghapusnya. Jadi ibu memeluk mas. Ayuning ingin dipeluk ibu seperti itu. Pasti hangat dan nyaman. Tapi Ayuning tidak ingin menangis. Ia tidak ingin ibu sedih karena dia menangis. Ia ingin dipeluk ibu ketika ibu tersenyum.

‘Gus, kita ‘ndak salah karena lahir sebagai Jawa. Mereka membenci seseorang karena seseorang itu sudah menguras harta mereka turun temurun. Harta bumi mereka. Sayangnya, seseorang itu adalah seorang Jawa. Makanya mereka membenci kita secara keseluruhan.”

Ayuning ingat, ibu juga pernah bilang pada mas, waktu itu Ayuning duduk disebelah mas, tiap orang Jawa seharusnya bangga terhadap keJawaannya. Bukankah sebuah budaya yang mengharuskan seorang anak berbakti pada orangtuanya merupakan budaya yang mulia? Bukankah budaya yang mengajarkan untuk berkata halus dan menerima kegagalan dengan tersenyum merupakan budaya yang indah? Saat itu Ayuning belum mengerti.

Bapak juga pernah bilang, seorang Jawa adalah seorang yang bertanggungjawab terhadap tugasnya. Orang Jawa orang yang berhati lembut dan mudah menolong yang lain, tapi tidak pernah kehilangan harga dirinya. Karena tiap orang Jawa selalu bekerja keras atas apa yang didapatkannya. Ayuning semakin bangga karena dilahirkan sebagai Orang Jawa.

“Tapi itu ndak adil bu. Yang salah satu orang, tapi malah saya dibenci teman-teman saya. Saya ndak bisa begini terus bu. Ejekan mereka terhadap saya sudah sangat keterlaluan.”

’Gus, biarkan saja mereka mengejekmu. Diamkan saja. Mereka mengejekmu bukan karena kesalahanmu. Bukan juga kesalahan budayamu. Tapi karena seseorang itu. Maafkan mereka ‘Gus, karena budaya kita mengajarkan kita untuk saling memaafkan. Beritahu mereka ‘Gus, dengan tindakan kita, bahwa budaya kita tidak seperti yang mereka tuduhkan.”

Ibunya benar. Ayuning sudah mengerti sekarang. Tapi kepalanya pusing sekali. Kenapa orang besar berbicara dengan kata-kata yang memusingkan? Ia lalu tidak mendengar pembicaraan mas dengan ibunya lagi. Dia masih pusing. Tapi Ayuning sudah memutuskan.

Ayuning memang belum bersekolah seperti masnya. Ia belum tahu bagaimana rasanya sekolah dan punya teman sebaya. Tapi sejak masnya menangis, Ayuning tahu, sekolah itu belum pasti menyenangkan. Teman-teman masnya bukan orang baik.

Lalu Ayuning memperhatikan masnya lagi. Wajah masnya masih pucat. Ia berpikir jangan-jangan wajahnya juga sepucat masnya. Tapi dia tidak berniat melihat cermin. Ia ingin bicara pada masnya. Masnya pasti tahu sesuatu.

“Mas, sing teka kui kanca-kancane bapak to1?” Ayuning mendekat. Dan duduk di sebelah masnya. Seburuk apapun yang akan terjadi, dia aman selama masnya ada disampingnya.

Mas melihat matanya lama sebelum menjawab, “Ra rerti, jo takon-takon meneh, kowe jeh cilik. Kui urusane bapak. Aku yo ra dong2.” Umur mas tujuh tahun lebih tua daripada Ayuning. Mas juga lebih mirip bapak daripada dirinya, juga lebih cerdas. Jadi Ayuning tahu, masnya bohong.

Kandake to mas3, ibu kenapa, mas kenapa, siapa orang yang di depan. Ada empat orang mas, banyak to.” Ayuning menunjukkan tanda empat dengan jarinya. Ia ingin membuat mas terkesan, ia sudah bisa menghitung. Tapi sepertinya mas tidak menyadarinya.

Aku ra dong Ning, ngko takon bapak wae4.”

Sebelum Ayuning mendesak masnya lagi. Tiba-tiba terdengar ribut-ribut di luar. Ayuning mendengar suara bapak berteriak. Kemudian tangisan ibu terdengar. Perasaan Ayuning semakin tidak enak.

“Mas, bapak..” Ayuning meminta penjelasan dari masnya. Tapi masnya diam saja. Wajahnya mengeras. Dari nafasnya, Ayuning tahu, masnya juga sama ketakutannya seperti dirinya. “Aku mau keluar mas, takut bapak nanti kenapa-napa.” Ayuning bangkit, tapi ditahan masnya.

“Jangan Ning. Ibu bilang kamu disini aja sampai semuanya selesai. Inget ibu, Ning.” Ayuning ingat ibunya. Ia benar, dia tidak boleh keluar. Dia tidak boleh membuat ibu menangis, ia tidak mau membuat ibu sedih. Akhirnya Ayuning tidak ingin keluar sekarang.

Suara diluar akhirnya berhenti juga. Ayuning melihat masnya, masnya mungkin tahu kapan saatnya selesai. Tapi mas tidak melihatnya, mas masih menunduk, sepertinya mencoba mendengar suara-suara diluar. Tapi tidak ada apa-apa lagi. Mas menggandeng Ayuning dan melangkah keluar kamar tanpa mengatakan apa-apa. Ayuning menurut, tangan masnya membuatnya sedikit tidak takut lagi.

Ayuning dan mas keluar. Tamu-tamu bapak sudah pulang. Rumah sudah sepi. Tapi terdengar suara ibu menangis terisak-isak. Ada bapak disampingnya. Bapak menenangkan ibu, bapak memeluknya. Semua orang pasti sedih kalau melihat ibu menangis. Ayuning juga sedih.

Gus, Nduk, sini deket bapak, bapak mau bicara,” bapak melepas pelukannya pada ibu dan menyeka air mata di wajah ibu. Ayuning melepas pegangannya dari tangan mas. Ia berlari memeluk ibu. Gantian, ia juga ingin menenangkan ibu.

“Mas, Ning, kalian berdua tahu kan kita disini jauh dari rumah kita yang dulu? Disini kita juga ndak punya siapa-siapa? Dulu bapak bilang ini namanya petualangan, kalian harus menikmatinya. Tapi sekarang semuanya sudah selesai.” Ayuning memperhatikan bapak. Rahang bapak memar. Tapi dia tidak berani menyela untuk bertanya.

“Kita harus pulang ke Jawa. Sekolah mas akan bapak pindahkan ke sekolah di Jawa. Besok mas ndak perlu sekolah disini lagi. Disini udah ndak aman lagi. Teman-teman bapak sudah ndak bisa melindungi kita lagi. Bapak juga ndak bisa melindungi mas waktu mas di sekolah.”

Mas mengangguk. Mas sudah mengerti. Tapi Ayuning belum mengerti. Kepalanya tiba-tiba pusing. Tapi kali ini dia memaksa mendengarkan bapak lagi. Bapak sedang bicara padanya.

“Sekarang orang-orang sudah ndak suka lagi sama suku kita. Beberapa masih tahu mana yang benar mana yang salah. Mereka itu teman-teman bapak. Tapi mereka ndak bisa terus melindungi kita, mereka juga ndak aman.”

Bapak memegang rahangnya yang memar. Ndak aman maksudnya dipukuli, Ayuning mengangguk, ia tidak ingin bapak dipukuli. Atau nanti mas juga mungkin dipukuli. Ia juga sayang mas.

“Tadi bapak kedatangan tamu, katanya bapak disuruh pulang ke Jawa. Kalau bapak masih disini, nanti katanya mereka ndak bisa jamin kita ndak apa-apa. Sekarang mas sama ning bantuin ibu beresin barang-barang buat pindahan ya. Sekarang bapak mau keluar dulu, bapak mau ngurusin yang lain.”

Itu penjelasan bapak sebelum bapak keluar rumah. Ayuning belum mengerti sepenuhnya. Tapi ia mengangguk. Tamu-tamu bapak tadi bukan orang baik-baik. Mereka memukul bapak. Mereka membuat ibu menangis. Tapi paling tidak mereka sudah pulang.

Rumah Ayuning yang dulu jauh. Perjalanan pulang lama sekali. Ayuning menghitung, kali ini mas sudah percaya dirinya sudah bisa menghitung, sudah empat hari penuh mereka berada di dalam mobil bapak. Tapi belum sampai juga. Tapi tidak apa-apa Ayuning lelah. Yang penting ibu tidak sedih lagi. Bapak tidak dipukuli lagi. Ia tidak pernah melihat mas menangis lagi. Dan tamu-tamu bapak itu tidak pernah datang lagi.


1mas, yang dateng itu temen-temennya bapak kan?

2tidak tahu, jangan tanya-tanya lagi, kamu masih kecil. Itu urusannya bapak, aku juga tidak tahu.

3Kasi tahu dong mas,

4Aku juga tidak tahu Ning, nanti kamu tanya bapak saja.

29 Mei 2011

Jaket dan Kemerdekaan

Angin pertama awal musim dingin sudah berhembus sejak seminggu yang lalu. Setiap saat menggetarkan batang-batang pohon yang sudah tak berdaun lagi di sepanjang jalan. Menimbulkan bunyi gesekan batang pohon yang memilukan. Bahkan hewan-hewan jalanan sudah meringkuk di kolong-kolong gelap sepanjang jalan menghindari terpaan angin yang lebih dingin lagi.

Anna merapatkan mantelnya tanpa bersuara dan segera mempercepat langkahnya menuju rumah. Yang ada dalam pikirannya hanya satu. Anak-anaknya yang mungkin lebih kedinginan daripada dirinya. Dan lebih kelaparan.

Anna memeluk kantong kertasnya lebih erat lagi, isinya memang barang berharga. Beberapa potong roti dan mentega yang didapatkannya hari ini memang hanya cukup untuk beberapa hari, namun ia mendapatkannya setelah memohon-mohon untuk diperbolehkan menambah hutang lagi. Sebenarnya dia benci mengemis.

Hutangnya sudah semakin bertumpuk, ia tahu itu. Suatu saat pasti akan dibayarnya, tapi Anna sendiri tidak yakin akan membayarnya dengan apa. Dia dan suaminya telah bekerja keras mendapatkan penghasilan. Namun upah suaminya dari menambang batu bara dan upahnya menjadi buruh jahit di pabrik tekstil sama sekali tidak dapat mencukupi. Tapi dia tidak boleh mengeluh.

Untungnya hari ini masih ada orang yang bersedia membantunya, padahal ia tahu, seluruh negara sedang krisis, dan bukan hanya dirinya yang mengalami kelaparan.

Soviet, negara besar dengan hasrat besar menguasai negara-negara kecil disekitarnya, tidak pernah puas dengan keluasan wilayahnya sekarang. Ia terus saja berperang, menguasai negara-negara di semua penjuru. Termasuk ke utara, negaranya.

Negaranya tidak memiliki harta apa-apa yang membuat Soviet tertarik, paling hanya beberapa tambang batu bara. Itu juga hanya mampu menghidupi negara sekecil ini. Tidak mungkin untuk Soviet yang sebesar itu. Anna tidak habis pikir, ada bangsa yang mengobarkan perang dimana-mana hanya karena terobsesi memperluas wilayah, dan akhirnya berimbas pada rakyat negara-negara kecil, seperti dirinya, dan bayak orang disekitarnya.

Tapi lebih dari itu, negara ini memiliki adat dan budaya sendiri yang tidak mungkin disatukan dengan Soviet. Finland memutuskan untuk berperang, mempertahankan kemerdekaannya dan kedaulatannya yang sudah ada sejak dulu.

Hah, Anna menghela nafasnya. Sebenarnya ia tidak tahu apa-apa. Suaminya yang menceritakan semua itu tiap malam, di depannya dan di depan anak-anaknya. Meskipun miskin, suaminya ingin keluarganya bangga atas tanah Finland.

Hal itu juga yang merupakan salah satu alasan Anna bangga pada suaminya. Dan menerima pinangannya sepuluh tahun yang lalu.

Ia dulu seorang gadis yang sederhana, keluarganya dulu tidak jauh berbeda dengan keadaannya sekarang. Keluarganya memang miskin sejak dulu. Anna sudah diajari menjahit oleh ibunya sejak kecil, dan kemampuan itu yang digunakannya untuk bekerja sekarang. Tapi ibu dan ayahnya sudah meninggal ketika ia masih remaja. Saat itu ia tidak memiliki siapa-siapa.

Anna bertahan hidup sendiri dari menjahit. Suatu saat seorang teman lelaki masa kecilnya datang dan menyatakan ingin menikahinya. Anna tidak pernah berpikir untuk mencintai lelaki sebelumnya. Di dalam pikirannya hanya ada ibu dan ayahnya. Tapi Anna mengenal lelaki itu. Dia bukan orang jahat. Lelaki ini orang baik-baik, dia juga orang yang sederhana.

Setelah berpikir selama seminggu penuh dan meminta pendapat bibi angkatnya, akhirnya Anna menerima pinangan itu, dan yakin bahwa dia akan menghabiskan sisa hidupnya bersama lelaki itu, yang sekarang menjadi suaminya.

Anna merasa sangat bersyukur, karena bagaimanapun miskinnya mereka, dia merasa bahagia atas yang dimilikinya. Suaminya dan anak-anaknya merupakan harta paling berharga dalam hidupnya.

Anna sampai di rumah dengan ceria, tanpa menyadari bahwa akan ada berita yang akan merubah hidupnya. Ia segera membagikan roti pada anak-anaknya segera setelah sampai di rumah. Anak-anaknya yang manis tidak pernah nakal. Mereka mengerti keadaannya sehingga tidak pernah membuat kenakalan berlebihan di sekolah.

Suami Anna baru pulang ketika Anna sudah selesai membuatkan anak-anaknya teh. Suaminya bersemangat sekali, wajahnya berseri-seri. Anna heran apa yang membuat suaminya sebegitu bahagianya. Ia juga ikut bahagia lalu bertanya.

.Suaminya bercerita dengan penuh semangat bahwa ia telah dipanggil langsung untuk membela negara ini dengan maju ke medan perang beberapa minggu lagi.

Seketika itu juga senyum di wajah Anna menghilang. Ia tediam beberapa lama untuk memahami apakah suaminya sedang bercanda atau tidak. Dan tidak, mata suaminya tidak pernah berbohong. Suaminya serius dengan yang dikatakannya. Suaminya ingin pergi. Lalu Anna lari masuk ke dalam kamar.

Tidak pernah terpikirkan dalam benak Anna, bahwa suaminya juga akan pergi ke medan perang. Selama ini dia pikir suaminya hanya bercerita tentang nasionalisme tapi tidak sampai sejauh itu hingga memutuskan untuk ikut berperang.

Anna hanya mampu terisak di dalam kamar, meninggalkan suami dan anak-anaknya di depan yang belum memahami kekhawatirannya.

Anna khawatir, kemungkinan Finland menang dalam perang ini sangat tipis. Soviet memiliki biaya perang yang lebih banyak dan senjata-senjata produksi sendiri. Sedangkan negaranya tidak. Dan itu berarti waktu kepulangan suaminya ke rumah masih belum dapat dipastikan. Atau bahkan tidak mungkin kembali.

Air mata Anna mengalir bertambah deras. Dia masih mencintai suaminya. Kehilangan suaminya disaat-saat berat kehidupannya seperti sekarang ini adalah hal yang paling tidak diinginkannya.

Anak-anaknya juga pasti akan kehilangan ayah mereka. Siapa yang akan menceritakan pada mereka tentang kepahlawanan bangsa ini? Anna tidak mungkin menggantikannya, ia tidak tahu apa-apa. Siapa yang akan mengajarkan anak-anaknya untuk terus bertanggungjawab seperti suaminya? Anna tidak mungkin bisa, orang yang paling bertanggungjawab yang ia tahu hanyalah suaminya.

Suara batuk siapa yang akan didengarnya ketika dingin turun kalau bukan suaminya? Anna telah hidup bertahun-tahun dengan suara batuk itu dan ia pasti akan merindukannya. Suaminya selalu batuk parah karena bekerja di bawah tambang batu bara selama bertahun-tahun dan tidak dapat disembuhkan, apalagi dengan biaya yang sedikit.

Siapa yang akan menghapus air matanya dan memeluknya sampai pagi ketika ia sedih kecuali suaminya? Anna sangat membutuhkan suaminya. Ia tidak mungkin dapat bertahan hidup tanpa suaminya.

Tapi Anna tidak boleh egois, ia tahu, sudah sejak lama suaminya bermimpi untuk dapat berjuang bagi Finland. Anna bahagia bila melihat suaminya senang dan bersemangat. Ia tersugesti bersemangat juga. Anna tidak bisa memaksakan kehendaknya sendiri. Ini mimpi suaminya. Ia tidak boleh menghalangi mimpi suaminya.

Selama ini suaminya telah melakukan banyak hal untuk keluarganya, sekarang Anna harus memahami mimpi suaminya. Tidak ada cara lain, kecuali ia harus mengikhlaskan suaminya pergi dan mengejar mimpinya. Bukankan mimpi suaminya merupakan mimpinya juga?

Anna sudah lebih tenang dari sebelumnya. Tapi air matanya tetap mengalir, apakah ia membohongi dirinya sendiri? Anna tidak tahu. Tapi air mata tidak pernah berbohong, suaminya selalu mengatakan itu ketika ia menyembunyikan kesedihannya.

Suaminya masuk ke dalam kamar, Anna menyembunyikan wajahnya, tapi suaminya mendekat dan duduk disampingnya. Dekat sekali hingga Anna dapat mendengar helaan nafasnya. Ia takut suaminya tahu dirinya menangis. Tapi selama ini, usaha Anna menyembunyikan tangisnya tidak pernah berhasil. Suaminya telalu memahaminya.

Suaminya meraih wajah Anna dan menghapus airmata di pipinya, ia tidak bisa menolak. Lalu, suaminya meraih tubuhnya dan memeluknya tanpa mengatakan apa-apa. Anna tidak bisa menahan perasaannya.

Anna menangis lagi. Kali ini terisak tanpa takut ketahuan suaminya. Suaminya sudah tahu semuanya. Air matanya semakin deras keluar dan membasahi kemeja suaminya. Tapi suaminya tidak peduli. Suaminya hanya ingin memeluknya dan menenangkannya. Anna juga tidak peduli, dia memeluk suaminya lebih erat lagi. Ini mungkin pelukan terakhir dalam hidupnya.

***

Angin dingin lebih sering menerpa wajah Anna yang sembab karena sering menangis. Kali ini disertai dengan butiran-butiran putih halus yang jatuh dari langit. Membuatnya semakin sadar, tangisnya tidak akan mampu menghalangi suaminya pergi. Suaminya harus memenuhi mimpinya untuk berjuang bagi bangsanya. Bagi Finland. Entah akan kembali atau tidak, Anna harus merelakannya pergi, mungkin untuk selamanya.

Anna juga harus lebih keras lagi bekerja membiayai sekolah dan makan anak-anaknya. Ia juga harus lebih kuat mendidik anak-anaknya nanti, karena ia hanya sendirian.

Pagi-pagi setelah mengantarkan anak-anaknya ke sekolah, Anna pergi membawa perhiasan terakhir yang dia punya, yang sebenarnya dari dulu selalu ditahan-tahan untuk tidak dijualnya. Tapi sekarang Anna memang sangat membutuhkan uang.

Anna juga pergi menuju pabrik tekstil tempatnya bekerja lebih pagi dari biasanya, untuk bisa dihitung sebagai lembur. Anna juga meminta penambahan jam kerjanya hingga larut malam. Anna sedang membutuhkan uang.

Sepanjang minggu ini Anna selalu pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang ketika tengah malam, tapi Anna tidak langsung istirahat. Ia masih terus menjahit hingga menjelang pagi dan hanya tidur beberapa jam untuk bangun lagi bekerja. Wajah Anna tidak lagi ceria, semakin lama semakin meredup. Tubuhnya juga melemah. Tapi sebentar-sebentar ia masih memaksakan untuk tersenyum.

Suaminya berkali-kali menegurnya untuk tidak terlalu keras bekerja. Suaminya mengira, Anna bekerja karena ingin mengalihkan kesedihannya. Suaminya kasihan pada Anna, tapi dia hanya tersenyum lemah tanpa mengatakan apa-apa.

Anna tidak pernah mengeluh, ia juga masih dengan kesigapannya mengurusi kebutuhan suami dan anak-anaknya. Suaminya takut, keputusannya untuk pergi benar-benar salah meskipun itu impiannya. Tapi Anna bilang tidak, suaminya harus pergi karena itu tanggungjawabnya. Namun suaminya semakin ragu.

Suatu malam yang dingin, malam-malam terakhir suaminya akan pergi, Anna menemui suaminya dam membawakannya sebuah bungkusan. Tubuh Anna lemah sekali, ia menghabiskan waktunya unuk bekerja keras tanpa memperdulikan kesehatannya beberapa hari belakangan. Anna sudah tidak menangis lagi. Entah mungkin sudah tidak sedih lagi, atau mungkin sudah tidak bisa menangis lagi. Anna hanya tersenyum lemah.

Suaminya membuka bungkusan itu dan meminta penjelasan. Setelah suaminya memutuskan untuk pergi, Anna tidak penah bercerita apa-apa lagi. Ia menjaga jarak dari suaminya.

Padahal bukan begitu yang diinginkan suaminya. Padahal di kedalaman hati, suaminya ingin, di saat hari-hari terakhir dia di rumah, Anna semakin dekat padanya dan memaksanya untuk membatalkan kepergiannya. Sekali saja suaminya ingin mendengar bahwa dirinya tidak boleh pergi, suaminya akan membatalkan seluruh mimpinya, dan menemani Anna. Suaminya juga sangat mencintai Anna. Tapi Anna tidak pernah melarangnya.

Suaminya menemukan di dalam bungkusan, sebuah jaket paling bagus yang pernah dilihatnya apalagi dimimpikannya. Kainnya tebal, dari jenis yang lumayan bagus dan jahitannya nomor satu. Suaminya mengenali, ini kain yang tiap malam dikerjakan istrinya di depan mesin jahitnya hingga pagi, tapi tidak tahu sama sekali bahwa itu adalah jaket untuknya.

Mata Anna berkaca-kaca, lalu menjelaskan, untuk pertama kalinya setelah selama ini tidak berbicara panjang pada suaminya, “ Suamiku, tangisku tidak akan mampu menghalangimu pergi mewujudkan kemerdekaan bangsa ini.” Suara Anna pecah, dan menangis. Tapi Anna masih melanjutkan.

“Aku juga tidak akan bisa memelukmu untuk menghangatkanmu lagi ketika dingin turun. Lalu aku pergi membelikanmu kain jaket yang paling tebal yang bisa kudapatkan dengan sedikit uang yang aku punya. Lalu kujahitkan sendiri. Aku tidak mampu membayar jahitan yang lebih bagus dari jahitanku. Bawalah jaket ini dan jangan lupa dipakai saat malam datang. Jaketmu yang sebelumnya sudah sangat tipis, tinggalkan saja jaket itu. Akan kupakai setiap malam seolah-olah kau sedang memelukku. Hanya itu yang bisa kulakukan, karena aku tahu, suamiku selalu batuk-batuk parah ketika dingin turun. Hanya itu yang bisa kulakukan. Maafkan aku,”

Sebuah Catatan Amru

Amru dilahirkan bukan sebagai salah satu generasi emas seperti generasi Shalahuddin Al Ayyubi, tapi paling tidak Amru ingin mengubah dunia menjadi lebih baik dari sekarang seperti pemimpin-pemimpin besar dunia lainnya. Pahlawan-pahlawannya.

Ah tidak, dunia begitu mudah melupakan pahlawan-pahlawannya. Amru bahkan hampir tidak tahu siapa itu Mumia Abu Jamal, beritanya tidak memanas sampai Indonesia, padahal nilai-nilai kemanusiaan seharusnya tetap dibela meskipun Mumia orang Amerika. Untungnya Amru masih dapat mengenalnya melalui buku.

Ah ya buku, betapa ide-ide sebuah buku dapat menyeberangi samudra dan menembus waktu. Amru sendiri tidak pernah tahu, Mumia masih ada ataupun sudah dieksekusi mati oleh pemerintahan Amerika. Ia hanya membaca pemikiran-pemikiran Mumia yang ditulisnya ketika masih di dalam penjara: The Death Row. Penjara untuk orang-orang yang dieksekusi mati.

Betapa sebuah tetralogi Buru milik Pramoedya Ananta Toer membawanya ke masa kolonial dan kembali mencintai Indonesia dan optimis pada kelangsungannya. Betapa Pram sudah dianggapnya sebagai kakeknya sendiri yang tidak pernah bertemu dengannya.

Sebuah buku karya Andreas Harefa begitu membuka pemikirannya akan kemerdekaan pribadi. Ia tidak dapat membayangkan apa jadinya hidupnya tanpa buku itu. Buku itu telah mengubahnya hingga ia menjadi orang merdeka sekarang.

Paolo Coelho juga seorang guru besarnya yang tidak pernah bertemu dengannya seumur hidupnya, yang berjarak ribuan kilometer dari tempatnya duduk sekarang, tapi beliau mengajarkannya untuk terus bermimpi dan berjuang mencapai mimpinya itu, apapun yang terjadi padanya.

Bahkan para guru-gurunya tidak menyadari bahwa mereka semua memiliki murid seperti dirinya di sebuah tempat di pojok sini. Mumia Abu Jamal bahkan mungkin hanya sekilas mendengar tentang Indonesia dan memandang rendah orang-orang disini karena tidak berbuat apa-apa kepada muslim Amerika yang dizalimi. Pramoedya Ananta Toer bahkan sudah lama menginggal sebelum Amru mulai membaca karya-karyanya. Paolo Coelho mungkin tidak tahu ada seorang bocah disini yang begitu mengagumi The Alchemist dan berpikir ingin menjadi seperti Santiago, bocah yang mengikuti mimpi-mimpinya. Tapi paling tidak Andreas Harefa seorang Indonesia dan pernah juga memakai jas almamater yang sama seperti miliknya.

Tapi sekarang sangat sulit bagi Amru untuk mendapatkan buku-buku berkualitas. Buku-buku yang beredar dipasaran hanya berisi omong kosong. Mereka kosong plong tanpa kehidupan baru yang ditawarkan dan terjual menjadi best seller pun sebuah kenyataan yang memalukan. Betapa sia-sianya pohon-pohon dari hutan-hutan Indonesia yang semakin lama semakin habis dijadikan kertas untuk mencetak buku-buku omong kosong seperti itu.

Pernah bahkan sebelum membaca Tetralogi Buru, Amru merasa setengah mati heran. Mengapa empat buah novel, hanya novel, dapat membuat seorang Pram dipenjara dan dapat membuatnya dipisahkan bertahun-tahun dari keluarganya. Seharusnya Pram dipenjara untuk artikel-artikelnya, untuk kata-katanya yang lantang, atau seperti itu. Tapi empat buah novel? Sebuah novel menurutnya hanya sebuah omong kosong yang ditulis pada ribuan lembar kertas. Tapi akhirnya Amru membaca dan betapa jatuh cintanya ia pada kemampuan Pram memasukkan ideologi-ideologi hebat pada novel yang dibuatnya.

Mana ada tulisan sebegitu bagusnya jaman sekarang. Mana ada orang yang bisa membuat novel sebegitu bagusnya lagi. Atau sebagus buku-buku guru-gurunya tadi. Amru kesal sendiri. Perbukuan di Indonesia sudah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di daerah-daerah Jogja hingga Jawa Tengah misalnya, betapa buku, benda paling mulia dalam sejarah pengetahuan umat manusia, dijadikan alat penambah harta kekayaan para penguasa daerah. Tender buku-buku pelajaran di daerah-daerah menjadi rebutan, karena penyusunannya dan percetakannya mengadakan kong kalikong dengan pejabat setempat. Betapa hinanya!

Amru memang sering berjalan-jalan ke toko buku. Sebelumnya dia pikir toko buku adalah toko paling idealis sedunia. Karena masih bertahan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan pada rakyat melalui buku yang dijualnya. Padahal toko-toko lain memilih jalan yang berbeda dan yang lebih mudah mendapatkan hasil instan khas jaman sekarang seperti restoran atau supermarket misalnya. Tapi akhirnya semua pandangan positif sebuah toko buku hancur seketika ketika semua buku di toko buku dibungkus rapi dan diplastik tanpa boleh dibuka. Beberapa toko buku bahkan hanya menyediakan etalase kaca panjang dan pengunjung hanya boleh melihatnya dibalik kaca. Pengunjung baru bertanya tentang sebuah buku hanya kalau benar-benar ingin membelinya. Apakah pengetahuan yang ada di buku hanya boleh dimiliki oleh orang-orang kaya yang mampu membeli buku yang mereka suka? Amru pikir, hanya toko buku yang masih idealis, tapi tidak, semuanya sudah dikuasai kepentingan masing-masing. Kapitalisme sudah menyebar kemana-mana, bahkan pada toko-toko buku.

Bagaimana mungkin ada sebuah konspirasi besar disini yang melarang pembeli melihat apa isi sebuah buku sebelum membelinya? Apakah ideologi yang dianut sebuah toko buku adalah pembeli hanya boleh membeli buku dalam plastik yang berarti membeli kucing dalam karung? Apakah ini tidak merugikan hak-hak konsumen?

Amru memang sedih ketika hanya bisa melihat sampul depan dan sampul belakang sebuah buku, tapi keprihatinan itu semua belum cukup. Banyak buku yang Amru lihat, memiliki cover yang hampir sama, judul buku yang hampir sama, bahkan nama pengarang juga hampir sama. Sebelumnya Amru sempat berpikir bahwa pengarang-pengarang ini memang kembar dan orang yang mendisain cover-cover buku ini orang yang sama. Mungkin saja desainer sampul buku ini merasa tidak perlu bersusah-susah mencari ide untuk cover yang baru. Tapi setelah tahu yang sebenarnya, bahwa buku-buku itu merupakan buku-buku epigon, Amru menjadi muak dan nyaris muntah karena begitu sedihnya. Buku-buku epigon itu buku-buku pengikut sebuah karya yang sudah menjadi best seller. Karena kesuksesan dan besarnya kekayaan penulisnya setelah terkenal, banyak orang yang melakukan hal yang sama, termasuk membuat karya yang dimirip-miripkan. Hina sekali!

Padahal arti buku itu lebih dari sebuah alat unuk terkenal bahkan untuk kaya. Rendah sekali orang berpikir seperti itu. Buku itu bermakna lebih dalam lagi. Buku bukan hanya sekedar beberapa ons kertas, lem dan tinta yang tercetak diatasnya, namun buku itu adalah penawaran ideologi pemikiran tentang kehidupan yang baru. Begitu yang pernah ditulis Andreas Harefa dalam buku Menjadi Manusia Pembelajar.

Tapi Amru menyadari sesuatu, mengapa buku-buku hebat seperti karya-karya Pram tidak ada yang memirip-mirip kan? Bukankah buku itu buku hebat yang pasti banyak orang yang suka membaca buku jenis itu? Dan pastinya laku? Lihat saja betapa banyak penghargaan yang diberikan pada Pram untuk Tetralogi Buru. Ditulis pun menjadi berlembar-lembar halaman. Menurut Amru, sebuah karya bahkan kelihatan lebih berharga bila sangat rendah hati seperti karya-karya Pram yang menuliskan penghargaan di halaman paling belakang buku dan bukan ditulis di cover padahal hanya sebuah tulisan best seller. Toh semua orang tahu karya-karya Pram pastilah semuanya best seller.

Mungkin buku-buku Pram merupakan buku-buku hebat yang pada saat membuatnya bahkan menghabiskan bertahun-tahun kehidupan Pram. Juga menghabiskan energi yang besar dari pengarangnya. Ah ya, Amru pernah merasakan hal itu. Ia pernah menulis sebuah cerpen yang menurutnya merupakan karya terbaiknya selama ini. Amru tidak berhenti menulis hingga akhirnya menangis bahagia karena telah menyelesaikannya. Ia lelah sekali dalam pembuatannya. Padahal hanya sebuah cerpen. Ia tahu sekarang, orang-orang itu tidak sanggup meniru karya-karya sehebat Pram, Mumia Abu Jamal, Andreas Harefa ataupun Paolo Coelho. Karena karya-karya mereka begitu hebat dan melalui proses yang sangat berat. Bagaimana mungkin orang-orang yang suka meniru itu, yang hobinya menjiplak dan instan sanggup melakukan hal seberat itu? Tidak mungkin. Amru tertawa meremehkan.

Buku-buku lain yang Amru lihat juga tidak ada bedanya antara satu dengan yang lain. Meskipun covernya berbeda dan penulisnya tidak meniru-niru, tapi cerita mereka sama-sama ringan. Sama-sama omong kosong menurutnya. Ada buku tidak penting yang terjual jutaan kopi padahal yang ditawarkannya hanya untuk tertawa setelah itu selesai. Ada buku-buku yang tidak penting lainnya yang juga mengikuti buku-buku tidak penting yang lain.

Baiklah Amru tahu masih ada banyak orang idealis di luar sana yang berusaha menyelamatkan bangsa ini dengan bukunya. Tapi memang orang-orang itu tidak seberapa. Dan kebanyakan mereka tergerus oleh industrialisme perbukuan, begitu kata seorang penulis. Ahya, semuanya tergantung pasar.

Ada orang yang bilang, Amru terlalu sombong dengan semua ocehannya, dengan semua ke-sok-idealisannya. Katanya Indonesia sejak dulu kala adalah bangsa dengan tradisi lisan, bukan tulisan yang selama ini diagungkannya. Tapi apa, Amru balas, apa yang dimiliki bangsa ini dengan lisannya? Tradisi bercerita dan mendongeng sekarang sudah luntur. Tradisi wayang di Jawa pun bahkan teman Amru itu tidak pernah menontonnya sampai selesai. Lantas apa lagi kalau bukan buku? Lantas apalagi yang bisa dilakukan kalau bukan meningkatkan kualitas bacaan di Indonesia?

Orang-orang idealis yang berusaha membangun lingkungan membaca di lingkungan rumahnya pun, beberapa kali dipandang negatif oleh warga, karena dinggap ingin terlihat terkenal atau semacam pamer banyaknya buku yang dimiliki. Hah, mengapa tidak semua orang bisa diajak bekerja sama untuk membangkitkan bangsa ini. Paling tidak untuk aspek buku saja di Indonesia. Kenapa semua orang masih mementingkan diri sendiri.

Dada Amru bergolak. Ia marah, tapi ia tidak tahu pasti marah pada siapa. Tidak ada orang yang sepenuhnya bertanggungjawab atas semua kejadian rendahan ini. Dan perjalanannya membawa perbaikan bagi seluruh dunia memang masih sangat panjang untuk selesai.

27 Mei 2011

The Winner Stands Alone #2- Walt Whitman

Dua jalan bercabang di hutan yang menguning,
Maaf aku tidak bisa mengikuti kedua-duanya
Sebagai satu-satunya pengelana, lama aku berdiri
Menatap salah satunya sejauh mungkin
Sampai jalan itu berbelok-belok di semak-semak.

Lalu kupilih jalan yang lain, sama rupa dan wujudnya,
Mungkin malah tampak lebih baik,
Karena jalan itu berumput dan ingin dipijak;
Meski lalu-lalang di tempat itu
Telah sama-sama mengubah keduanya

Pagi itu dua jalan sama-sama terbentang
Tertutup daun-daun yang tak pernah terinjak.
Oh, kusimpan yang pertama untuk lain hari!
Meski dari pengalaman,
Aku ragu apakah aku akan kembali.

Dengan berat aku bercerita
Pada masa yang teramat lampau;
Dua jalan bercabang di hutan, dan aku...
Aku memilih jalan yang jarang dilalui orang,
Dan pilihanku sudah membuat perbedaan besar

Walt Whitman

The Winner Stands Alone - Paolo Coelho

The Winner Stands Alone #1- potrait

Ketika aku menulis ini, ada beberapa diktator yang masih berkuasa. Ada satu negara di Timur Tengah yang diduduki oleh satu-satunya negara adikuasa di dunia. Ada makin banyak dukungan untuk kelompok teroris. Pencarian spiritual dimanipulasi oleh berbagai aliran yang masing-masing mengaku memiliki "pengetahuan paling benar". Ada kota-kota yang langsung lenyap dari peta karena Alam murka. Menurut riset yang dilakukan intelektual Amerika kenamaan, seluruh kekuasaan dunia terletak di tangan enam ribu orang.

Ada ribuan tahanan politik di setiap benua. Penyiksaan kembali dianggap pantas sebagai metode interogasi. Negara-negara kaya menutup perbatasan mereka. Negara-negara yang lebih miskin menyaksikan eksodus besar-besaran untuk pertama kalinya ketika penduduk mereka pergi mencari Kemakmuran. Genosida terus terjadi setidaknya di dua negara Afrika. Sistem ekonomi mulai menunjukkan tanda-tanda kehancuran dan perusahaan-perusahaan besar mulai runtuh. Perbudakan anak menjadi hal biasa. Ratusan juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Meningkatnya jumlah nuklir dianggap sebagai hal yang tidak dapat dielakkan. Penyakit-penyakit baru bermunculan, sementara yang lama belum dapat diatasi.

Apakah ini potrait dunia yang aku tinggali?

The Winner Stands Alone - Paolo Coelho

membaca, mendengar, meneliti, dan menulis.

prof. eko budihardjo: "membaca, mendengar, meneliti, dan menulis." begitu jawaban beliau ketika aku tanya apa yang bisa dilakukan anak muda untuk dunianya.

23 Mei 2011

bertapa

"adanya pemusatan peradaban di bawah naungan pusat kekuasaan, menyebabkan kota-kota Jawa tidak punya kesempatan untuk mengembangkan krativitas yang bebas dari sensor penguasa. cara para seniman atau priyayi memberontak terhadap kekuasaan adalah tapa. dengan bertapa orang yang bersangkutan melepaskan diri dari keterikatannya pada sinar kekuasaan alias menghindar dari pusat kebudayaan dan politik, yaitu kuta/kitha."
-A Bagoes P Wiryomartono

apa aku sedang bertapa sekarang?

gedung DPR baru

terlepas dari kontroversinya yang:
menggunakan desain salah satu arsitek maupun kontraktor yang ditunjuk langsung dan bukannya melalui tender dan biaya pembangunan yang empat kali lipat dari biaya yang logis.

kenapa tidak membangun Gedung DPR yang baru?

toh dulu ketika Soekarno melakukan politik Mercu Suar dengan membangun Monumen Nasional, Mesjid Istiqlal, maupun Gedng DPR yang lama, jelas-jelas bentuknya tidak kontekstual dengan saat itu, menghabiskan biaya yang pasti mahal sekali, dan proyeknya dianggap tidak lebih penting daripada membangun sekolah, perpustakaan, atau rumah sakit di awal-awal pemerintah Indonesia berdiri.

apakah karena dulu tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintahnya begitu tinggi sehingga hal seperti ini tidak perlu diperdebatkan dan bedanya sekarang tingkat kepercayaan rakyat pada pemerintah begitu rendahnya sehingga apapun yang dilakukan pemerintah pasti ada salahnya?

tidak ada salahnya melakukan hal-hal yang dianggap tidak rasional untuk dilakukan sekarang, karena kita berpikir jauh ke depan. tapi bisa salah ketika kesempatan untuk berpikir jauh kedepan digunakan untuk mencari keuntungan pribadi dan bukan kepentingan negara apalagi rakyat indonesia.

21 Mei 2011

the world's greatest lie

"this is an important book, but it's really irritating."
"it's a book that says the same thing almost all the other books in the world say," continued the old man. "it describes people's inability to choose their own destinies. and it ends up saying thet everyone believes the world's greatest lie."
"what is the world's greatest lie?" the boy asked, completely surprised.
"it's is : that at a certain point in our lives, we lose control of what's happening to us, and our lives become controlled by fate. that's the world's greatest lie."
Paolo Coelho - The Alchemist

sikapku menghadapi kelulusan SMA

malam sebelum pengumuman aku tidak bisa tidur.
pagi sebelum pengumuman aku tidak bisa sarapan.
aku bukan ragu akan hasil pekerjaanku dalam menyelesaikan soal-soal ujian.
aku bukan yakin dan sombong pula dengan kemampuanku.
aku hanya tidak tahu apa hasil pengumumannya.
aku takut menghadapi pengumuman.
manusia memang takut pada banyak hal yang tidak diketahuinya.
tapi sesekali manusia memang lebih baik tidak tahu semua hal.

setelah keluar pengumuman.
aku lega.
bukan lega karena lulus, bukan pula lega karena tidak lulus.
lega karena aku sudah tahu hal yang benar-benar ingin aku tahu.
ia aku lulus, tapi aku biasa saja dengan kelulusanku.
apakah aku terlalu percaya diri dengan kemampuanku mengerjakan soal?
tidak.

setelah keluar pengumuman aku lulus.
aku hanya beberapa detik bahagia.
karena tidak akan terbebani omongan buruk orang lain apabila tidak lulus.
ternyata bukan tidak-lulusnya yang membuatku takut.
ternyata bukan kewajiban harus mengulang satu tahun lagi di SMA.
ternyata bukan karena menyia-nyiakan satu tahun hidupku.
tapi omongan orang lain.
aku begitu tidak bebas karena pemikiran dan omongan orang lain.
aku sebegitu parahnya terpengaruh omongan orang lain.

aku langsung pulang ke rumah.
naik bis umum dan aku lihat hanya aku sendirian anak sekolah yang sudah pulang sepagi itu.
yang lainnya masih merayakan kelulusan bersama teman-teman.
yang lain masih sibuk mencoret-coret kemeja sekolah mereka.
yang lain lagi pawai sepanjang jalan dengan kendaraan mereka.
aku tidak.

apakah aku asosial - anti sosial?
apakah aku angkuh setengah mati dan menganggap diri benar dengan merendahkan tindakan pelajar-pelajar lain?
apakah aku sok-dewasa disini?
apakah aku sangat membosankan sekali sehingga bersenang-senang saja tidak mampu?
apakah aku manusia berusia muda tapi pikiranku sudah seperti ibu-ibu paruh baya?
apakah aku kehilangan masa mudaku untuk bersenang-senang?

aku pulang.
sampai di rumah aku ditanya ibuku kenapa aku tidak mencoret baju.
aku jawab sekerdarnya, karena meskipun aku menjawab pertanyaan ibuku dengan pertanyaan-pertanyaanku diatas, bisa jadi ibuku menganggapku gila.
aku masuk kamar.
mengganti baju seragamku dengan baju rumah.
lalu baca buku.

sudah.

Lomba Penulisan Cerita Film

Tenggang Waktu : 01 Juli 2011 - 30 September 2011

I. HADIAH
Akan dipilih 3 (tiga) pemenang utama, 3 (tiga) pemenang harapan dan 10 (sepuluh) naskah pilihan.
1. Pemenang I Rp. 50.000.000
2. Pemenang II Rp. 40.000.000
3. Pemenang III Rp. 30.000.000
Serta piala dan piagam penghargaan (pajak ditanggung pemenang)

II. KETENTUAN UMUM
1. Peserta Lomba Penulisan Film adalah Warga Negara Indonesia.
2. Terbuka untuk umum usia 16 tahun keatas.
3. Cerita film ditulis minimal sebanyak 90 halaman disertai sinopsis dan biografi penulis.
4. Cerita film dikirim sebanyak 2 (dua) copy dalam bentuk print out ukuran A4, dilengkapi dengan CD.
5. Cerita film adalah karya asli yang belum pernah dipublikasikan atau diproduksi.
6. Cerita film yang ditulis mengandung nilai budaya dan identitas bangsa.
7. Jika terjadi tuntutan dari pihak lain atas keaslian naskah cerita tersebut, maka akan menjadi tanggung jawab penulis yang bersangkutan.
8. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai pemegang Hak Pengalih Wujudan (deretive right) kedalam film atas naskah cerita film yang terpilih.
9. Para pemenang akan dihubungi panitia lebih lanjut.
10. Panitia dan juri tidak diperkenankan mengikuti lomba.

III. SEKRETARIAT & INFORMASI
Sekretariat Lomba Penulisan Cerita Film:
Gedung Film Lt. IV, Jl. M.T. Haryono Kav. 47-48, Jakarta 12770
Telp.: (021) 7993629 / Fax : (021) 7990230
email: lombaceritafilm@indonesiafilm.or.id

Informasi dapat menghubungi:
Nurwan Hadiyono, Purwoko, Indar Sahesti, Heri Kusnadi.
Penerimaan Naskah 1 April - 30 Juni 2011 (cap pos)

19 Mei 2011

BOEDI OETOMO

Tepat seratus dua tahun yang lalu, Raden Tomo dan sahabat-sahabatnya secara resmi mendirikan sebuah organisasi yang beranggotakan Pribumi Jawa pertama kali di Indonesia, nama organisasi itu, Boedi Oetomo. Boedi Oetomo pertama-tama menawarkan sekolah-sekolah berkurikulum Belanda kepada rakyat, organisasi itu terus mempropagandakan bersatunya rakyat Jawa melalui organisasi. Anggota B.O. awalnya siswa sekolah dokter yang merupakan perintisnya kemudian para petinggi pemerintahan daerah dan kemudian rakyat Jawa yang selalu tunduk mengikuti pemimpin mereka.

Wawasan kedaerahan yang dilakukan Boedi Oetomo, yang dalam tradisi-tradisinya menggunakan kebudayaan Jawa, dan bukannya wawasan keIndonesiaan, telah dimaafkan dan tidak diungkit sama sekali. Padahal yang dibutuhkan Indonesia kala itu adalah, bangkitnya nusantara secara keseluruhan untuk bersatu melawan kolonialisasi. Hal itu mungkin karena terlalu diagung-agungkannya keberanian kaum pribumi untuk pertama kalinya mendirikan organisasi modern.

Sebenarnya, berdirinya Boedi Oetomo itu pun sudah sangat terlambat, organisasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh golongan Tiong Hoa telah muncul bahkan delapan tahun sebelumnya, dan tiga tahun setelah organisasi itu muncul, organisasi bentukan penduduk Hindia golongan Arab muncul menyusul, sedangkan Pribumi masih juga tidur nyenyak.

Dan akhirnya kebangkitan dari terlalu lama tidur itulah yang dirayakan hingga saat ini. Dari lahirnya organisasi pertama, kemudian muncul banyak organisasi-organisasi pemuda kedaerahan. Seperti Jong Java, Jong Celebes, dan sebagainya. Tapi sama sekali belum muncul organisasi yang memiliki visi berbangsa untuk bersatu diantara semua suku di nusantara.

Tapi akhirnya ada setelah duapuluh tahun kemudian, organisasi-organisasi kepemudaan di daerah-daerah mulai berpikir untuk menyatukan bangsa ini, dengan Sumpah Pemudanya, mereka bersumpah bersatu meskipun berbahasa daerah yang berbeda.
Rasa persatuan itulah yang kemudian membawa pemuda-pemuda Indonesia selanjutnya untuk melawan kolonialisme yang telah lebih dari tiga ratus tahun menguasai Indonesia. Dan puncaknya, akhirnya Indonesia mendapatkan kemerdekaannya dari Belanda pada hari Jumat, bulan Ramadhan, 17 Agustus 1945.

Ternyata hanya sampai disana perjuangan kepemudaan berakhir. Akhirnya para pemuda tergiur untuk menguasai pemerintahan dan perjuangan untuk rakyat pun berhenti sejak saat itu, dilanjutkan perjuangan demi golongan masing-masing.

Mari kita lihat Indonesia jaman ini, sekarang Indonesia bukan hanya terlambat dua hingga delapan tahun dibanding negara lain seperti dulu, tapi kita sudah tertinggal puluhan tahun. Indonesia bahkan belum memiliki visi bangsa sesungguhnya tentang akan menjadi bangsa yang bagaimana Indonesia di masa yang akan datang. Apalagi dalam proses perintisannya.

Indonesia kini seolah kembali ketika masa kolonialisasi seratus tahun yang lalu, para petinggi di atas sana masih menjadi alat atas kekuasaan diatasnya lagi yang entah siapa. Kesejahteraan rakyat sekarang seperti tidak ada bedanya ketika mereka masih dipaksa keja rodi oleh kolonial saat itu. Para terpelajar yang sudah tahu bahwa memang ada yang salah pada bangsa ini, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena besok pun mereka akan bekerja untuk kekuasaan di atas sana.

Apa itu berarti kebangkitan seratus tahun yang lalu itu sia-sia? Ketika keadaan bangsa ini setelah kemerdekaan tidak ada bedanya dengan keadaan bangsa saat kolonialisasi?

Ternyata kebiasaan terlalu lama tidur dan tidak segera bangkit terus turun menurun sampai sekarang. Malah mungkin lebih parah dari sebelumnya.

Tapi kebangkitan itu harus. Suatu saat nanti, Indonesia pasti akan bangun. Entah terlambat beberapa tahun dari negara tetangga, atau bahkan hingga terlambat ratusan tahun dari negara lainnya.

Atau pilihan lain, kita malah akan terlalu terlambat saat bangsa ini tidak memiliki pemasukan apapun dan hanya menunggu vonis bangkrut dari negara-negara di dunia. Atau lebih parah lagi, bangsa ini sudah tidak memiliki visi kebangsaannya, tidak memiliki lagi keideologian bangsa dan kebudayaan Indonesianya, sehingga Indonesia hanya sebuah negara tanpa arti lebih dari sekedar perusahaan yang asetnya dengan mudah dipindah tangankan oleh pihak diluar sana dan hanya berpikir untuk tidak bangkrut.
Yah, seharusnya momentum 100 tahun kebangkitan bangsa bukan hanya dirayakan dan disiarkan di seluruh stasiun televisi nasional, namun dengan lebih dalam lagi merenungkan pantaskah Indonesia masih tidur nyenyak saat ini?

seorang pemuda Indonesia
mudaberanidanberbahaya.blogspot.com
BIBLIOGRAPHY
Toer, Pramoedya Ananta. 1985. Bagian ketiga Tetralogi Buru: Jejak Langkah. Jakarta: Lentera Dipantara.

2011 Asean-Korea Multimedia Competition

CONTEST THEME
Future Image

CATEGORIES
Digital Media Arts / Photography, Moving Image
SUBMISSION METHODS
● HOW TO APPLY: Please follow these instructions carefully. You may enter the competition in one of two ways:

1. Online Registration via Webhard
http://www.webhard.net
ID: aseankoreammc
PW: 2011mmc
After login, find the subsequent folders to upload your documents:
GUEST -> Upload-> (Select Your) Country-> (Create a folder with) Your full name -> Upload

2. Registration via Mail
Please store all the required documents in a DVD and submit the mail to:
Office of Registration,
2011 ASEAN-Korea Multimedia Competition
8th fl. Press Center Bldg., Taepyeongno 1 ga, Jung-gu, Seoul, Republic of Korea
100-750.

● Registration Requirements
Please ensure that you meet the following requirements before submitting your entry.
- Images
Images of your original artwork* must be submitted along with paper requirements.
We suggest minimum of 5 images and recommend 72 dpi whenever possible.
Image files must be in jpg, jpeg, or gif format.
- Videos
Still images of video must be submitted along with the video file.
There is no size limit on videos. However, the files must be in avi or wmv format and we recommend 72 dpi whenever possible.
Still image files must be in jpg, jpeg, or gif format.
You may submit your original artwork that has been previously entered at other competitions as long as the work has not been awarded.
You must download the entry forms from the ASEAN-Korea Multimedia Competition website and complete the application form, artist statement and a CV in English. In order to complete your registration, please ensure to follow the above instructions carefully and state accurate information. Please be advised that you would be held responsible for all the application materials and any false statements may cause the registration to be rescinded.

ENTRY SUBMISSION APRIL 4th – MAY 31st, 2011

ELIGIBILITY
Open to nationals of ASEAN* & Korea who are currently enrolled in a university and/or young artists under the age of 30
*ASEAN member states consist of Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam

AWARDS
300 USD

Selected artists will be presented with opportunities to introduce artworks to the contemporary art circles in Asia.
*The winners residing in ASEAN countries will be invited to Korea for seminar and exhibition.
(airfare, accommodation and daily allowance are provided for 4 nights, 5 days)

NOTE
The amount of cash awards for winning groups – regardless of number of members in one group – are same as that of one winner which is stated above. For the winning team residing in ASEAN countries, up to two individuals per team will be invited to Korea.

ANNOUNCEMENT OF WINNERS
June 13th, 2011 (to be posted on the website)
EXHIBITION
JULY 28th - AUGUST 14th, 2011
VENUE: Palais de Seoul

OPENING RECEPTION
PM 6:00 JULY 28th, 2011
VENUE: Palais de Seoul

SEMINAR&WORKSHOP
JULY 27th - 28th, 2011
VENUE: HONGIK UNIVERSITY
* Please note that above dates are subject to change.


ORGANIZED BY
ASEAN-KOREA CENTRE

SUPPORTED BY
Alternative Space LOOP
ASEAN
ASEAN-COCI
ASEAN University Network
HONGIK UNIVERSITY

CONTACT INFORMATION
Information and Data Unit, ASEAN-Korea Centre
mmc@aseankorea.org
www.aseankoreammc.com
Tel: 82-2-2287-1144

ASEAN-KOREA CENTRE
8th fl. Press Center Building, Taepyeongno-1ga, Jung-gu, Seoul, Korea 100-750

14 Mei 2011

memaafkan

sampai sekarang aku masih belum mengerti apa arti dari memaafkan.
baik memaafkan orang lain, memaafkan diri sendiri, bahkan memaafkan masa lalu.

yang aku lakukan sekarang terhadap kesalahan-kesalahan orang lain, kesalahan diri sendiri, maupun kesalahan masa laluku aku jadikan pelajaran, aku tidak memiliki dendam apapun untuk membalas kesalahan-kesalahan itu, tapi aku tidak bisa melupakannya. kesalahan-kesalahan itu terlalu berharga untuk dilupakan.

sikapku mengatasi kesalahan orang lain yang sangat berat adalah memberanikan diri menyatakan kesalahan orang itu langsung pada orang yang bersangkutan, tidak memiliki dendam apapun bahkan untuk mengulangi perbuatan yang sudah dilakukannya. untuk beberapa kesalahan besar yang menyangkut kesalahan diriku sendiri, kesalahan itu tidak aku lupakan. tapi kesalahan yang tidak ada hubungannya dengan kesalahanku biasanya dengan mudah aku lupakan keesokan harinya. untuk kesalahan-kesalahan besar, aku ingat itu, dan tidak mendekati orang itu lagi agar tidak mendapat masalah yang sama.

sama halnya dengan mengatasi masa laluku, aku tidak memiliki dendam apapun untuk menyakiti orang-orang yang merusak masa laluku. tapi bedanya, kadang aku menggunakan alasan masalaluku untuk melakukan sesuatu sekarang, yang bisa jadi buruk. misalnya, aku tidak mendapatkan perhatian dari orang-orang sekitarku saat kecil, dan itu membuatku sekarang melakukan banyak hal untuk mendapatkan perhatian yang aku inginkan dari orang-orang sekitarku, dan tindakanku untuk mendapatkan perhatian tidak selamanya baik.

yang paling sulit bagiku adalah mengatasi kesalahan diriku sendiri. kadang aku masih menangis ketika teringat tindakan-tindakan memalukanku dulu; aku mencelakakan orang lain, aku mencuri, aku bohong, aku merugikan orang lain, aku merusak nama baik orang lain. yang bisa aku lakukan hanya berbuat lebih baik saat ini, meskipun masih melakukan kesalahan-kesalahan.

semua tindakan itulah caraku mengatasi kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam hidupku, dan selama hidupku sampai saat ini, aku masih belum tahu apa artinya memaafkan. apakah caraku mengatasi kesalahan itu adalah memaafkan atau tidak memaafkan. aku tidak tahu.

09 Mei 2011

Arus Balik - Pramoedya Ananta Toer

Buatku, Arus Balik merupakan salah satu karya terhebat Pramoedya Ananta Toer, selain Tetralogi Buru dan Arok Dedes. Karena keenam-enamnya menggunakan latar belakang sejarah Bangsa Indonesia yang diriset secara teliti oleh Pram dan dimasukkan secara penuh, seakan-akan buku sejarah yang dinovelkan.

Berbeda dengan buku-buku Pram yang menokohkan seseorang yang terkesan membosankan, misalnya kumpulan tulisan Minke asli sang tokoh utama dalam Tetralogi Buru, maupun kumpulan tulisan dan pemikiran Kartini.

Buku-buku Pram lah yang membuatku sadar bahwa terlalu banyak kemenangan, kekalahan, perjuangan, maupun penghianatan yang telah dilakukan di Bumi Nusantara, namun manusia-manusia sekarang tidak mengambil pelajaran apapun dari masa lalu. Sayang sekali.

Dibanding Tetralogi Buru maupun Arok Dedes, buku Arus Balik inilah yang paling dekat dengan apa yang aku rasakan sekarang; raja-raja yang memanfaatkan rakyatnya, rakyat yang selalu menjadi korban di tengah-tengah peperangan dan ambisi raja-raja, raja-raja yang saling menyerang untuk melupakan siapa sebenarnya musuh utama yang harus dilawan bersama, dan pahlawan yang mencoba sekuat tenaga namun tidak mampu menahan kemerosotan yang terjadi pada zaman itu. Terdengar tidak asing ya dengan kondisi Nusantara saat ini?

Kata-kata penutup novel Pram yang aku suka;
"Demikianlah cerita tentang seorang anak desa lain yang mengemban cita-cita menahan arus balik. Berbeda dari anak desa lain, yang seorang ini tidak berhasil, patah di tengah jalan, namun ia telah mencoba.

Dan kata-kata penutup dariku:
Untuk yang mau belajar dari buku ini, bisa menghubungiku dimana bisa mendapatkannya, karena saat ini setahuku Arus Balik tidak dicetak ulang.

08 Mei 2011

Edward Dahlberg

When one realizes that his life is worthless he either commits suicide or travels.

percakapan favorit di film Moses

kamu muncul di gurun seperti orang yang tidak punya masa lalu.
atau orang yang melarikan diri dari masa lalu.

G. K. Chesterton

The traveler sees waht he sees, the tourist see what he has come to see.

Margaret Mead

As the traveler who has once been from home is wiser than he who has never left his own doorstep, so a knowledge of one other culture should sharpen our ability to scrutinize more steadly, to appreciate more lovingly, our own.

Elizabeth Coatsworth

When I dream, I am ageless.

Yiddish Proverb

If you want your dreams to come true, don't over sleep.

Robert Southey

Live as long as you may. The first twenty years are the longest half of your life.