25 Desember 2012

Ironi Palestina; Sebuah Resensi

Semua orang yang tinggal di Palestina dan Israel adalah manusia. Hal dasar itu yang kadang kita, publik di luar konflik, lupa. Selama ini kita cenderung mengkotak-kotakkan mereka yang terlibat konflik menjadi dua; Islam dan Yahudi, atau korban dan pelaku. Padahal tidak sepenuhnya benar.

Hal ini diungkapkan tersirat oleh Faisal Assegaf dalam buku independennya, Ironi Palestina. Dengan latar belakang sebagai jurnalis, ia menulis sesuai realitas kehidupan sehari-hari penduduk Palestina dan Israel. Dinamika kehidupan personal masyarakat dan hubungannya dengan kasus pendudukan Israel pada Palestina dibahas Faisal dengan sangat manusiawi. Hal ini sangat menarik. Karena di Indonesia tidaklah mudah menemukan media yang menjelaskan permasalahan sensitif ini dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang kedua belah pihak.

Cerita sederhana tidak pernah diungkapkan oleh media massa yang berbasis popolaritas, biasanya melebih-lebihkan dan mengheboh-hebohkan sebuah kejadian. Kebanyakan media Islam di Indonesia melihat dari satu sudut pandang dan kesemuanya melakukan propaganda kebencian berlebihan pada salah satu bangsa; Yahudi. Propaganda kebencian berlebihan ini lama kelamaan akan menjurus pada rasisme. Zionisme adalah idealisme rasisme akut, dan kalau disikapi dengan rasisme yang lebih parah, justru akan membuat kita tidak ada bedanya dengan zionis.

Selain berita-berita saduran dari media massa Internasional, Faisal Assegaf juga memberikan kisah-kisah yang diperoleh melalui wawancara eksklusif. Dalam wawancaranya dengan Rabbi Ahron Cohen, juru bicara dari Neturei Karta, sebuah kelompok Yahudi ortodoks yang dibentuk pada 1935, mengungkapkan bahwa pada dasarnya Yudaisme dan Zionisme adalah dua hal yang berbeda. Yudaisme adalah sebuah agama dan cara hidup dan sudah ada selama 3.500 tahun. Sejarah menunjukkan selama dua ribu tahun bangsa Yahudi menyebar ke seluruh dunia. Ajaran Yahudi melarang membangun sebuah negara. Sedangkan zionisme adalah satu konsep baru yang muncul beberapa ratus tahun lalu dan dibuat oleh orang-orang Yahudi sekuler yang mengadopsi gagasan nasionalisme. Ini sangat bertentangan dengan pendekatan ajaran Yudaisme. Beberapa ajaran Yahudi telah disalahartikan dan dieksploitasi demi kepentingan zionisme. Selain dengan Rabi Cohen, juga ada wawancara dengan Mahmud Zahar, pendiri dan pemimpin Hamas di Jalur Gaza; Nadia Abu Marzuq, Istri Wakil Kepala Biro Politik Hamas Musa Abu Marzuq; Marwan Barghuti, Pemimpin Intifadah; Mordechai Vanunu, Pembocor Rahasia Nuklir Israel; hingga Haji Ali Akbari, Wakil Presiden Republik Islam Iran.

Tidak hanya tokoh-tokoh terkenal terdapat dalam buku Ironi Palestina ini, ada banyak tokoh-tokoh biasa. Namun justru itu lah yang memperkuat sudut pandang personal dan manusiawi buku ini. Ada pasangan kekasih antara dua bangsa berkonflik sehingga mereka kesulitan untuk menikah. Ada cerita tentang dua sahabat pena berbeda bangsa saling berdebat mengenai konflik. Ada janda-janda muda Gaza ditinggal syahid suami mereka namun tidak bisa menikah lagi sehingga masa depan anak-anak tidak terjamin. Ada penduduk menganggap jatuhnya roket ke wilayah pendudukan adalah tontonan dan hiburan. Ada dilema seorang buruh bangunan Palestina yang terpaksa membangun pemukiman Israel karena tidak ada pilihan pekerjaan lain. Hingga Omer Goldman, anak wakil direktur Mossad, menentang ayahnya sendiri dengan menolak masuk wajib militer Israel dan membuat organisasi ‘Anarki Anti Tembok Pemisah’ dengan teman-teman sekolahnya.

Sejak awal, Indonesia memang dikenal dengan bangsa yang sangat peduli dengan keberpihakan pada bangsa Palestina. Dengan membaca kisah-kisah dalam buku ini, diharapkan publik Indonesia mampu melihat peristiwa yang terjadi di Palestina dan Israel dari sudut pandang yang lebih luas, sehingga keberpihakan kita pada Palestina akan menjadi jauh lebih manusiawi dan tidak terjebak pada propaganda kebencian membabi buta.[nad]

---

Dimuat di muslim-academy.com pada 20 Desember 2012.

(Palestina #2) Kisah Tembok Pemisah.

Sejak 16 Juni 2002, Pemerintah Israel membangun Tembok Pemisah di Yerusalem. Panjang tembok seluruhnya 750 kilometer dengan tinggi delapan meter. Dinding beton tebal ini dilengkapi dengan parit perlindungan, kawat berduri, kawat beraliran listrik, menara pengawas, sensor elektronik, kamera video, pesawat pengintai tanpa awak, menara penembak jitu, dan jalanan untuk patroli kendaraan. Intinya: tidak ada kemungkinan menerobos tembok.

Tembok itu dibangun secara zig zag melalui sepuluh dari sebelas distrik; melintasi semua kota di Tepi Barat. Pembangunan tahap pertama mulai dari sebelah barat Tepi Barat hingga utara Yerusalem sepanjang 145 kilometer sudah selesai pada Juli 2003. Tahap kedua sedang berlangsung, mulai dari timut Tepi Barat hingga selatan Yerusalem.
Pembangunan tembok pemisah ini bukan tanpa kendala. Tembok ini memakan biaya yang sangat besar yang jumlah total biaya pembangunannya tidak pernah diumumkan ke publik. Hanya saja, sekadar untuk biaya perawatan tembok menghabiskan dana sebesar US$ 4.7 juta/kilometer. Sehingga keseluruhan dana yang dibutuhkan Israel untuk perawatan tembok pemisah sepanjang 730 kilometer tersebut sebesar US$ 3.4 Milliar (Rp 33 Trilliun).

Dengan dibangunnya Tembok Pemisah antara Jalur Gaza dan wilayah Israel, mobilisasi rakyat Palestina menjadi sangat terbatas. Tidak setiap orang dapat keluar dari tembok pemisah. Kalaupun bisa, perbatasan dijaga dengan sangat ketat, dan harus melalui prosedur pemeriksaan yang berlapis-lapis. 1,5 Juta penduduk Jalur Gaza yang berada di dalam tembok, diblokir Israel. Keberadaan tembok ini memudahkan Israel melakukan blokade kepada penduduk Jalur Gaza.

Sebenarnya pada tahun 2004, Pengadilan Internasional di Den Haag mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa tembok pembatas yang dibangun Israel itu ilegal dan harus dibongkar. Namun Israel tidak mengindahkan resolusi itu dan tetap meneruskan pembangunan tembok pembatas tersebut.

Terlebih hasil pemilu Palestina pada 2007 yang dimenangkan oleh Hamas, kelompok anti-Israel garis keras, membuat Israel murka. Karena itu sejak pertengahan Juni 2007, seluruh pintu perbatasan laut, udara, dan darat antara Jalur Gaza dengan wilayah sekitarnya, ditutup. Termasuk perlintasan Erez dan Sovia (Gaza-Israel), Rafah (Gaza-Mesir), dan Karen Shalom (Gaza-Mesir-Israel). Lalu lintas penumpang, barang, dan jasa pun sangat dibatasi. Sehingga pasokan bahan makanan, air, listrik, obat-obatan, dan material lain pun menipis.

Tidak hanya blokade yang diderita penduduk Jalur Gaza, Tembok Pemisah juga memisahkan seorang kekasih dari pasangannya yang berada di luar tembok. Ia juga memisahkan suami dari istrinya dan ayah dari anak-anaknya kalau ia dipenjarakan Israel. Ia memisahkan penduduk Jalur Gaza dengan pekerjaannya mencari nafkah karena kebutuhan sehari-hari yang harganya semakin melambung akibat blokade. Yang paling penting, Israel membangun ‘penjara’ bagi penduduk Jalur Gaza yang tidak berdosa.

Pembangunan Tembok Pemisah yang berhasil dari sudut pandang Israel ini bukan berarti tanpa protes. Tentangan pertama datang dari penduduk yang wilayahnya dikelilingi Tembok Pemisah, mereka tidak ingin diblokir. Tantangan kedua datang dari masyarakat internasional. Tentu saja isolasi yang dilakukan Israel selama ini adalah pelecehan kemanusiaan.

Kasus Tembok Berlin membelah Kota Berlin jadi dua: Berlin Jerman Barat dan Berlin Jerman Timur, juga sudah lama selesai. Keruntuhan Tembok Berlin dinilai sebagai dimulainya dunia baru yang demokratis dan peduli pada Hak Asasi Manusia. Tapi kenyataannya tidak. Israel malah meniru habis kelakuan rezim represif, kediktatoran, tiranik, kejam, dan berdasarkan penindasan, dengan membangun Tembok Pemisah yang berdiri angkuh membelah Tanah Palestina.

---

Bibliografi:
Assegaf, Faisal. Ironi Palestina. Jakarta: Hamas Lovers. 2010.
http://www.atjehcyber.net/2012/04/tahukah-anda-tembok-pemisah-palestina.html diakses pada tanggal 20 Desember 2012

---
Dimuat di muslim-academy.com pada 19 Desember 2012.

(Palestina #1) Karena Kita Manusia.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang dianugerahi banyak keistimewaan: otak untuk berpikir, hati nurani untuk merasa, dan fisik untuk bekerja. Dengan kepemilikannya itu, manusia menjadi satu-satunya makhluk yang paling berkompeten untuk memakmurkan bumi. Manusialah yang bisa mengembangkan peradaban, teknologi, ilmu pengetahuan, dan semua hal untuk mengolah lingkungan sekitarnya. Potensi tersebut menjadikan manusia mampu menjalankan tugasnya menjadi benar-benar manusia; menjadi khalifah di muka bumi.

Sayangnya, manusia seringkali kehilangan kemanusiaannya. Manusia yang seharusnya menjadi khalifah malah jadi makhluk perusak. Homo homini lupus; manusia adalah serigala untuk manusia yang lain. Exploitation l’homme par l’homme; eksploitasi manusia terhadap sesamanya.

Termasuk apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama tujuh puluh tahun terakhir. Pendudukan Israel atas Palestina adalah sebuah kejahatan kemanusiaan. Bagaimana tidak, terjadi setidaknya tujuh belas genosida yang dilakukan secara terencana oleh Israel.

Every human being has the inherent right to life. This right shall be protected by law.” Article 6, International Convenant on Civil and Political Rights.

Pembantaian Desa Balad Asy-Syeikh dan Hawasyah pada 1 Januari 1948 menjadi pembantaian pertama Israel terhadap Palestina, meminta korban 200 jiwa. Pembantaian Naashiruddin pada 13 Mei 1948. Pembantaian Bait Darais pada 21 Mei 1948. Pembantaian Allad1 dan Allad2 pada 11-12 Juli 1948, memakan korban 250 jiwa pada hari pertama dan 350 jiwa pada hari kedua. Pembantaian Shafat; merenggut 70 jiwa pemuda Arab. Pembantaian Deir Yassin pada 9 Oktober 1948 mengorbankan 600 jiwa. Pembantaian Ad-Duwaimah, 30 Oktober 1984; memakan korban 96 orang dan anak-anak. Pembantaian ‘Ailbun; korban 12 pemuda. Pembantaian Shafshaf di Al-Jalil; korban 52 orang Palestina. Pembantaian Qabiyyah pada 14 Oktober 1953 merenggut 2.000 jiwa. Pembantaian Kafr Qasim mengambil 49 nyawa termasuk wanita dan anak-anak pada 29 Oktober 1956. Pembantaian di Masjid Ibrahim di Hebron dilakukan seorang warga Israel di masjid ketika Muslim sedang shalat berjamaah dengan senjata otomatis; 24 jiwa melayang dan 350 luka berat, hanya dalam waktu 10 menit. Pembantaian kota Shabra dan Shatilla pada 18 September 1982, Israel menyerbu habis pemukiman pengungsi Palestina di Lebanon, korban sekitar 12.000 jiwa. Pembantaian ‘Uyun Qaara pada 20 Mei 1989; tujuh orang tewas seketika. Pembantaian Bahr Al Baqr, sebuah bom dijatuhkan Israel pada sebuah sekolah penuh anak-anak. Pembantaian pengungsian Qana di Lebanon; 100 orang meninggal, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak.

Semua ini belum termasuk penyebaran teror dan ketakutan pada tiap anak Palestina, juga penangkapan dan penghapusan kebebasan pada warga Palestina yang vokal melawan, penyiksaan di luar batas kemanusiaan yang terjadi hampir di tiap penjara milik Israel, penggusuran dan deportasi gila-gilaan, penghancuran sarana pendidikan bagi anak-anak Palestina, penghancuran ekonomi untuk melumpuhkan otoritas negara, memblokir dengan membangun tembok setinggi delapan meter dan panjang sejauh 750 kilometer agar masyarakat Palestina tidak bisa ke mana-mana, dan serta pelarangan melakukan ibadah dengan bebas baik bagi pemeluk agama Islam maupun Nasrani.

Semua tindakan yang dilakukan Israel jelas tidak bisa dibiarkan atas nama kemanusiaan. Dilogikakan dengan bagaimanapun juga tetap tidak masuk akal. Ditanyakan pada hati pun mencederai nurani.

Sekarang saatnya untuk membuktikan bahwa kita manusia. Bukan hanya dengan berbicara, tapi juga dengan bertindak. Memang susah menjadi manusia, karena banyak konsekuensi yang menyertai kemanusiaan kita. Tapi setidaknya kita telah berusaha.

---

Bibliografi:
Banna, Shofwan Al. Palestine, Emang Gue Pikirin. Yogyakarta: Pro-U Media. September 2006.
Assegaf, Faisal. Ironi Palestina. Jakarta: Hamas Lovers. 2010.
Chai, Ang Swee. From Beirut to Jerusalem. Jakarta: Mizan Pustaka. Juli 2006. 

---
Dimuat di muslim-academy.com pada 18 Desember 2012

17 Desember 2012

Hukuman Mati Untuk Koruptor

Aku menolak.


Feminist, am I?

Banyak orang bertanya heran, aku sebenarnya perempuan atau laki-laki. Mereka bertanya karena melihat tindak tandukku yang tidak seperti perempuan kebanyakan. Meski bagiku pun tindakanku itu tidak seperti lelaki kebanyakan.

Kenapa kamu melakukan ini, padahal kan kamu perempuan?
Kenapa kamu seperti itu, padahal kan kamu bukan laki-laki?
Kamu feminis ya?

Ya Tuhan, aku bahkan tidak tahu apa sebenarnya makna kata feminis. Aku biasanya hanya tertawa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Seorang teman bilang, inti feminisme itu bahwa perempuan setara dengan laki-laki. Dalam hal apapun. Pekerjaan, hak berkarya, kebebasan berpendapat, posisi sosial, dan sebagainya. Dia laki-laki, dan dia feminis. Aku sekedar baru dengar-dengar saja tentang feminisme. Aku tidak tahu apa-apa, maka aku diam saja. Apalagi menjadi aktivis.

Pada dasarnya, aku bahkan tidak berpikir sama sekali bahwa aku perempuan dan bukannya laki-laki. Aku tidak berpikir aku perempuan. Tapi aku juga tidak berpikir aku laki-laki. Fisikku memang perempuan. Tapi aku lupa aku perempuan. Ketika aku ingin melakukan sesuatu atau berpikir tentang sesuatu, aku ya berpikir saja, aku melakukan saja. Sama sekali tidak kepikiran, ini pekerjaan perempuan atau ini pekerjaan laki-laki. Ya kalau aku mau melakukan ya kulakukan. Kalau tidak ya tidak.

Yang aku tahu aku manusia. Setiap manusia punya hak yang sama. Kalau ada orang yang bilang kesamarataan gender, aku justru tidak peduli gender, bagiku yang terpenting kesamarataan manusia. Apa aku terpengaruh Matinya Gender - Ivan Illich? Ah tidak juga, aku belum pernah baca.

Menjadi feminis bagiku berlebihan. Menyamaratakan nasib salah satu gender dengan gender yang lain bisa saja, tapi justru dengan itulah ia mempertegas adanya perbedaan gender. Bukannya sama saja? Bukankah sama saja bohong kalau kamu melawan ketimpangan gender kalau tiap kamu berpikir semua-muanya berdasarkan gender?

Makanya aku menjadi manusia, alih-alih menjadi perempuan.