13 Januari 2013

Kebaikan versus Kejahatan

Kejahatan menjalar ke mana-mana. Pembunuhan dengan mutilasi, pemerkosaan pada keluarga sendiri, penjualan manusia, perbudakan, perang berkepanjangan, pembakaran tempat-tempat ibadah, kekerasan, korupsi, dan masih banyak lagi. Tiada satu detik pun berlangsung tanpa terjadi satu tindakan kekerasan. Padahal Islam sejak ribuan tahun lalu telah hadir di muka bumi dan agama inilah yang dijanjikan Allah SWT sebagai rahmatan lil ’alamin. Keberadaannya memiliki berkah bagi seluruh makhluk dunia.

Kalau begitu, lantas kenapa masih ada begitu banyak kejahatan terjadi? Bukankah Allah menjanjikan bahwa kebaikan, yang dalam hal ini diwakili Islam, pasti akan menang melawan kejahatan? Tapi kenapa kejahatan seperti tidak ada habis-habisnya? Kapan kebaikan akan kembali menang dan kejahatan terhapus dari muka bumi? Kenapa setiap hal yang kita lakukan untuk menghapus kejahatan seolah-olah tidak ada pengaruhnya bagi kejahatan itu sendiri? Sampai kapan ini akan berlangsung? Kenapa kebaikan sampai sekarang selalu saja menjadi pihak yang kalah?

Barangkali pesan Umar bin Khattab pada Sa’ad bin Abi Waqqash saat ‘Singa Allah’ ini menjadi komandan ekspedisi untuk menghentikan kekejian Persia bisa menjadi jawaban serangkaian pertanyaan di atas.
Amma ba’du, sesungguhnya aku memerintahkanmu untuk bertaqwa kepada Allah atas segalanya. Sebab, taqwa kepada Allah adalah persiapan paling sempurna untuk menghadapi musuh dan sejeli-jelinya tipu daya dalam pertempuran. Aku perintahkan kamu dan orang yang menyertaimu untuk selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat yang berasal dari diri kalian sendiri, daripada maksiat dari musuh-musuh kalian. Sebab, dosa tentara kita lebih aku takutkan daripada kekuatan musuh.
Ketahuilah bahwasanya kemenangan kaum muslimin disebabkan perbuatan maksiat musuh-musuh mereka terhadap Allah. Kalau bukan demikian, kita tidak punya kekuatan apa-apa. Karena jumlah kita tidak sebanyak mereka, dan persiapan tempur tidak selengkap persiapan mereka. Jika kita berbuat maksiat, maka mereka memiliki keunggulan kekuatan (karena jumlah dan persenjataan yang lebih canggih). Kita bisa menang karena keutamaan kita.
Sebenarnya ada banyak keajaiban peperangan yang dialami umat Islam dalam sejarah, misalnya ketika berperang melawan imperium Tiran Romawi dan Tiran Persia. Keajaiaban terjadi ketika hanya dengan 30.000 tentara Islam saat itu mampu membuat ratusan ribu pasukan lawan kocar-kacir. Keajaiban ini terjadi karena Islam berperang demi kebaikan dan memiliki pasukan yang tidak kalah baik moralnya. Mereka berpuasa selama berperang dan sholat ketika jeda. Sedangkan umat Islam pun pernah kalah dalam Perang Uhud karena terburu-buru ingin mengambil harta rampasan perang. Shalahuddin Al-Ayyubi pun melihat sebab kekalahan umat Islam selama ini: bahwa kaum muslimin telah lupa terhadap nabinya. Demikianlah, kekuatan moral-mental-spiritual yang dimiliki Umat Islam merupakan penentu kemenangan dalam peperangan. Barangkali tingkat kehebatan dan kecanggihan peralatan militer yang dimiliki oleh salah satu pihak dalam peperangan bukan jaminan untuk mendapatkan kemenangan. Moral pasukan lah yang lebih menentukan. Kegagalan menumpas kejahatan pun bisa jadi disebabkan karena banyaknya maksiat yang kita lakukan meski kita ada di pihak yang benar.

Alasan sebenarnya kenapa kebaikan, dalam hal ini umat Islam, terus menerus mengalami kekalahan, adalah karena kita sendiri tidak menjaga moral masing-masing. Syarat pertama untuk menang adalah memperkuat ketaqwaan kepada Allah dan menjaga diri dari perbuatan maksiat. Kemenangan kebenaran hanya akan diraih bila pihak yang memperjuangkannya sudah pantas menerima kemenangan itu.

---
Dimuat dalam muslim-academy.com pada 9 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulis saja apa yang kau pikirkan