26 April 2013

Tato Titik Biru di Siku Kanan Ibuku

Mamaku punya sebuah tanda biru di siku kanannya. Bentuknya bulat diameter satu sentimeter. Berwarna biru. Selama ini aku mengira itu tanda lahir. Mungkin mama juga mengira begitu.

Tapi baru kemarin aku tahu persis, tanda apa itu.

Mamaku lahir di Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, tahun 1965 ketika Papua masih bernama Irian Barat dan belum tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekitar tahun 1950-1960an, Irian Barat mengalami endemi frambusia, sebuah wabah penyakit kulit hebat akibat cacing dan membunuh sekitar 40% penduduk Irian Barat. Untuk mencegah penyebaran penyakit frambusia, semua bayi yang lahir di Papua antara tahun 40an akhir hingga 60an akhir, diberi vaksin frambusia. Untuk menandai bayi mana yang belum disuntik dan yang sudah caranya dengan mentato mereka.

Menandai dengan tato di Papua adalah hal yang lumrah. Budaya tato dengan motif geometris seperti garis dan titik merupakan penanda suku, motif yang berbeda menunjukkan suku yang berbeda. Meski sekarang anak muda Papua sudah jarang menato tubuhnya. Saat itu tanda dengan tato adalah cara yang paling logis. Tidak mungkin menandai dengan dokumen, atau kertas, atau kartu sehat, karena sebagian besar masyarakat Papua belum bisa membaca aksara.


Namun belakangan ini tato biru frambusia menjadi wacana sosial dan politik di Papua. Pasalnya krisis kesejahteraan di Papua seringkali dikaitkan dengan kedatangan pendatang dari luar yang menguasai segala sektor kehidupan, sehingga masyarakat asli Papua menjadi tergantung dan terpinggirkan. Maka sentimen terhadap orang luar merebak.

Semua orang dibagi dua: pendatang dan asli Papua. Pendatang dengan kulit putih, rambut lurus, dipanggil ‘amber’ dalam Bahasa Biak, dan tanpa tato. Sedangkan masyarakat asli Papua dengan kulit hitam, rambut keriting, dipanggi ‘Komin’ pun dari Bahasa Biak, dan dengan tato. Perbedaan fisik ini yang sering diwacanakan ketika sentimen antar ras menajam.


Padahal mamaku adalah seorang bukan asli Papua, namun juga memiliki tato titik biru di sikunya. Barangkali kalau mama kembali lagi ke Papua dan mendamaikan kedua belah pihak, ‘perdamaian’ akan tercipta. Ya tapi itu pun kalau mama tahu dan mau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulis saja apa yang kau pikirkan