02 Januari 2013

Malcolm X: Islam dan Persamaan Hak

Malcolm X adalah seorang tokoh Muslim kulit hitam Amerika (Afro-Amerika) juga pejuang anti diskriminasi dan persamaan hak. Lahir pada 19 Mei 1925 di Omaha, Nebraska, AS, dengan nama asli Malcolm Little. Semasa kecilnya, Malcolm dan keluarganya sering menjadi sasaran penembakan, pembakaran rumah, pelecehan, dan ancaman lantaran ayahnya adalah anggota militan UNIA-organisasi untuk mewadahi perbaikan hidup bagi orang Afro-Amerika. Tindakan kekerasan yang diterima keluarga Malcolm mencapai puncak saat ayahnya dibunuh kelompok rasis kulit putih ketika Malcolm berusia enam tahun.

Kehilangan seorang ayah mengubah kehidupan Malcolm menjadi anak yang liar. Sekolahnya putus ketika ia berusia sekitar 15 tahun. Kehidupan jalanan seperti kejahatan antargeng, narkotika, minuman keras, perjudian, dan pelacuran menyeretnya ke penjara pada usia 20 tahun dan ditahan hingga usia 27 tahun.

Namun, dari balik tembok penjara Chalestown State, dia justru menemukan pencerahan diri. Ia membaca, menulis, berdiskusi dengan kedua saudaranya, Philbert dan Hilda. Diskusi yang dilakukan berkaitan dengan ajaran agama Islam di tempat kedua saudaranya terlibat, yakni Nation of Islam (NoI). Dari sinilah Malcolm mengenal NoI.

Malcolm juga mengadakan kontak melalui surat dengan Elijah Muhammad, pimpinan sekaligus tokoh NoI. Berkat Elijah, Malcolm memahami arti ketertindasan dan ketidakadilan yang menimpa ras kulit hitam sepanjang sejarah. Sejak itu, Malcolm menjadi seorang napi yang kutu buku. Ia menekuni sastra, agama, bahasa, sejarah, dan filsafat. Ia memutuskan masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Malcolm X. Inisial X menunjukkan bahwa ia adalah eks perokok, eks pemabuk, eks Kristen, dan eks budak.

Pada hari pembebasannya pada 1952, Malcolm langsung pergi ke Chicago untuk bergabung dengan kegiatan NoI. Dengan bergabungnya Malcolm, NoI berkembang menjadi organisasi yang berskala nasional. Malcolm sendiri menjadi figur yang terkenal di dunia, mulai dari wawancara di televisi, majalah, dan pembicara di berbagai universitas terkemuka dan forum lainnya. Kepopulerannya muncul atas kata-katanya yang tegas dan kritis tentang diskriminasi dan sikap kekerasan yang ditunjukkan kaum kulit putih terhadap kulit hitam.

Sayangnya, NoI sendiri bersikap rasis. Sehingga menolak bantuan apa pun dari kalangan kulit putih yang benar-benar mendukung perjuangan antidiskriminasi. Pandangan tersebut tentu saja bertentangan dengan ajaran Islam yang tidak membedakan kehormatan dan kehinaan seseorang berdasarkan ras. Karena hal itu, Malcom X memutuskan keluar dari NoI.

Setelah menunaikan haji pada 1964, Malcolm X tercerahkan untuk yang kedua kali. Ia melihat kaum Muslimin dari seluruh dunia, dari berbagai ras, bangsa, dan warna kulit yang semuanya memuji Tuhan yang satu dan tidak saling membedakan.

”Pengalaman haji yang saya alami dan lihat sendiri, benar-benar memaksa saya mengubah banyak pola pikir saya sebelumnya dan membuang sebagian pemikiran saya.”

”Saya melihat hal yang tidak pernah saya lihat selama 39 tahun hidup di Amerika Serikat. Saya melihat semua ras dan warna kulit bersaudara dan beribadah kepada satu Tuhan tanpa menyekutukannya.”

Kata-kata ini sebagai bukti bahwa dirinya mengubah pandangan hidup, dari memperjuangkan hak sipil orang Negro ke gagasan internasionalisme dan humanisme Islam. Ia juga mengganti namanya menjadi el-Hajj Malik el-Shabazz, meski nama Malcolm X jauh lebih populer. Kebenaran Islam telah menunjukkan kepada dirinya bahwa kebencian membabi buta kepada semua orang kulit putih adalah sikap yang salah, seperti halnya jika sikap yang sama dilakukan orang kulit putih terhadap orang Negro. Menghapus diskriminasi rasialis tanpa menciptakan diskriminasi baru terhadap pelaku.

Malcolm X akhirnya mendirikan Organization of Afro-American Unity pada 28 Juni 1964 di New York. Melalui organisasi ini, ia menerbitkan Muhammad Speaks (Muhammad Berbicara) yang kini diganti menjadi Bilalian News (Kabar Kaum Bilali [Muslim Kulit Hitam]). Namun tak lama, pada 21 Februari 1965, Malcolm X tewas ditembak oleh tiga orang Afro-Amerika dari NoI. Barangkali dianggap sebagai pengkhianat organisasi lamanya.

Kendati demikian, impian Malcolm X menyebarkan visi antirasisme dan nilai-nilai Islam yang humanis, menggugah kalangan Afro-Amerika dan dunia. Banyak yang menaruh simpati padanya. Kini pesan perjuangan Malcom X terus disampaikan antar generasi melalui berbagai dokumenter, buku, juga film.[nad]

---

Dimuat dalam muslim-academy.com pada 27 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulis saja apa yang kau pikirkan