25 Januari 2012

Surabaya-Madura part1

Perjalanan ini bermula dari siang sekitar jam 10 di saat aku merasa bosan dengan buku yang aku baca namun tetap bertahan membacanya. Saat itu datanglah sms dari ifdal, teman yang baru kujumpai satu kali, berupa ajakan mengelilingi Jogja dengan Trans-Jogja. 

Meskipun aku sudah pernah naik Trans-Jogja, kenapa harus menolak ajakannya? Lagipula aku bisa membeli kartu langganan Trans-Jogja yang belum pernah aku punya. 

Ifdal mengajak Bang Ilul, temannya yang juga baru sekali kutemui. Mereka berdua selama ini mengelilingi Jogja dengan menggunakan motor, vespa, atau mobil. Ini kali pertamanya mereka menggunakan kendaraan umum. Seru sekali melihat mereka excited. 

Aku berangkat dari rumah dengan berjalan kaki ke jalan besar, berencana menggunakan bis kota ke terminal, dan dari terminal naik Trans-Jogja ke Kopma UGM, tempat janjian. Sebenarnya jauh lebih mudah dan cepat bila aku minta tolong Mba Ndari untuk mengantar ke Kopma. Tapi ini perjalanan, mencoba jalan lain yang tidak sering dilalui. 

Aku berjalan kaki, dan ada seorang ibu yang tidak aku kenal menawarkan tumpangan ke depan. Setelah tahu aku akan ke terminal, aku diantarkan pula ke terminal. Terlebih lagi, ibu itu juga tidak kenal aku. Luar biasa ya orang-orang baik ini. 

Trans-Jogja yang kutumpangi datang terlalu lama, sehingga Ifdal dan Bang Ilul harus menungguku sambil makan siang di Foodcourt Kopma. Di sana lah tercetus untuk memperjauh tujuan jalan, yang pertama Prambanan, kemudian Kota Solo dengan naik kereta Prameks dari Stasiun. 

Namun lagi-lagi Trans-Jogja terlambat. Sebenarnya aku tidak masalah menggunakan kendaraan umum, aku toh bisa mengumpulkan tiket sebanyak-banyaknya. Tapi masyarakat akan memilih mengandalkan dirinya sendiri dalam berkendara daripada kendaraan umum yang tidak jelas jadwalnya dan tepat tidaknya. Tidak terintegrasinya kendaraan Trans-Jogja dengan Kereta Prameks memberikan pelajaran tambahan pada kami. Kereta Prambanan Ekspres yang menjadi kendaraan favoritku itu melaju di depanku dan setelah seratusan meter aku kejar tetap tidak terkejar pada akhirnya. 

Kejar-kejaran dengan kereta itu, meskipun sudah kuduga apa yang akan terjadi pada akhirnya, tetap membuatku sangat senang. Aku sudah lupa kapan terakhir kali aku mengejar kereta. Akibatnya aku tersengal-sengal. Bang Ilul perutnya sakit akibat berlari. Dan juga Idal yang bukannya kecapekan malah memiliki ide gila dengan naik kereta yang jadwalnya paling dekat dengan saat itu dengan tujuan kemana saja. 

Itu ide gila sekali. Aku dan Bang Ilul merasa ada yang tidak beres dengan pikiran Idal. Tapi kami berdua tidak punya alasan untuk menghalangi Idal dengan pikiran gilanya itu. Hujan deras memblokade jalan dan niat pulang. Tapi tidak mungkin pulang dengan kehujanan tanpa membawa apa-apa. Akhirnya aku ikut. 


Dan tujuan kami adalah: SOE-RA-BAIA. Benar Surabaya yang itu! Berapa kilometer dari Jogja? Kami ke Surabaya dari Jogja dengan kereta ekonomi, dengan waktu tempuh selama 9 jam perjalanan. 

Dari rencana awal keliling Jogja, Prambanan, Solo, namun yang terjadi adalah ke Surabaya. Perjalanan memang tidak terduga. Begitu juga hidup. Aku sangat suka perjalanan, karena begitulah hidup. 

Dalam bayanganku, itu akan jadi perjalanan yang keras. Aku sudah pernah naik kereta ekonomi sebelumnya, dan aku tahu apa rasanya. Ternyata itu pertama kalinya Idal naik kereta, dan kondisi kereta ekonomi jelas akan memperburuk citra kereta di matanya. Bang Ilul juga baru pertama kali naik kereta ekonomi. Dan diantara kami, tidak ada satupun yang pernah ke Surabaya! This dream will be a hard one. 

Tapi ternyata jalan sangat mempermudah kami, PT KA sekarang hanya menjual tiket duduk, saat itu hari Rabu bukan libur nasional, hujan gerimis membuat udara nyaman, dan pedagang asongan tidak sebanyak yang dulu pernah kutemui. Perjalanan tidak berat sama sekali. 




Di dalam kereta, duduk beberapa orang di sekitar kami. Seorang lelaki seumuran ayahku. Tiga orang anak muda yang akan pulang ke Surabaya setelah menonton bola di Jogja, dengan salah satunya seorang bonek. Juga seorang anak laki-laki tengil bernama Mamat. Tadinya, kami bertiga sama sekali ndak ngajak mereka ngobrol. 

Tapi bukan backpack (ups, kami memang tidak bawa backpack, bahkan packing pun tidak), tapi bukan perjalanan namanya kalau tidak berinteraksi dengan orang lain, menambah teman baru, dan menambah ilmu baru. Kalau tidak melakukan itu, sama saja dengan jalan-jalan biasa menghamburkan uang. 

Akhirnya aku melawan kemalasanku dan kecuekanku itu, aku berkenalan dengan orang-orang baru dan sok kenal pula. Menjadi orang yang tidak tahu apa-apa dan jujur dengan keadaan tidak tahu itu, adalah salah satu cara mendapatkan banyak ilmu dari orang-orang baru yang kita kenal. Dari objek nongkrong, makanan khas Surabaya, hingga ilmu tentang cinta pun kami dapatkan dari teman-teman yang kami temui sepanjang perjalanan. Terima kasih banyak. 

Teman-teman dan kekasih yang kukabari pun kaget dan menganggapku gila dengan kelakuanku. Mau bagaimana lagi, aku memang orangnya seperti ini. Kalau tidak suka, ya marahlah, kecewalah, tapi aku memang seperti ini, dan aku tidak bohong pada siapa-siapa. Hanya saja tidak menceritakannya pada orangtuaku. Bohongkah ini? Hanya Tuhan yang tahu kedalaman hatiku. 

Aku menghubungi Pakdhe, seseorang yang aku kenal lewat game online memberi tahu aku sedang gila dan akan ke Surabaya dalam hitungan jam. (ngeri pas inget banyak berita banyak anak gadis menghilang karena kenal teman dari internet). Tapi aku sungguh memang kenal banyak sekali sahabat dari internet yang kini menjadi sahabat sungguhan di dunia nyata. 

Juga dua orang teman jalanku ini. Ifdal maupun Bang Ilul adalah teman baruku. Teman yang baru aku temui sekali. Sebelumnya melalui twitter. Ifdal sempat bertanya apakah aku tidak takut mereka culik? Entahlah. Aku tidak cukup cantik untuk dijual. Lagipula aku percaya saja dengan orang lain. Aku bodoh? Bisa jadi.

---

4 komentar:

tulis saja apa yang kau pikirkan