16 Juni 2012

Buku dan Kemampuannya Mengubah Dunia

Buku dapat mengubah dunia, katanya.

Sebuah buku dapat menyulut perang dan genosida, misalnya jilid 1 dan 2 Mein Kampf yang ditulis Hitler. Sebuah buku dapat menggugat teori kebenaran sehingga terwujud dalam Revolusi Perancis, misalnya Prinsipia Mathematic yang ditulis Isaac Newton. Sebuah buku juga dapat mempertanyakan kekuasaan modal dan ketidakadilan kelas sosial yang ditimbulkannya, misalnya keempat jilid Das Kapital yang ditulis Karl Marx.

Tapi buku-buku itu tidak hadir begitu saja dalam bentuk buku lalu mengubah dunia dengan sendirinya. Untuk bisa mengubah dunia, ada beberapa tahap yang harus ditempuh sebuah buku:

1. Ditulis dulu.
Percuma sebesar apapun ide yang kamu punya, kalau tidak ditulis hanya akan sia-sia. Scripta manet Verba volant: yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin. Kamu khotbah di mana-mana atau jadi pembicara di seminar-seminar tetap saja akan mudah dilupakan dibanding kalau kata-kata itu dituliskan. Tulis di kertas dengan tangan, pahat di batu, ketik di komputer, simpan dulu ide di media sosial, atau apapun lah; tulis dulu.

2. Dicetak.
Aku tahu ini memang jamannya digital, tapi tetap saja buku yang sudah kamu tulis harus dicetak. Buku-buku digital memang lebih mudah disebar, namun tidak banyak orang yang mampu membaca buku elektronik. Maka cetaklah, bawa ke penerbit, kalau tidak ada penerbit yang berani menerbitkan bukumu, maka terbitkanlah sendiri. Cetak dengan bawa sendiri ke percetakan. Tapi pastikan pohon-pohon tidak akan sia-sia hidupnya dengan mengorbankan diri untuk mencetak buku-bukumu. Pastikan bukumu bukan buku yang sia-sia dibaca.

3. Disebarkan atau Didistribusi.
Buku-bukumu yang sudah dicetak, distribusikan ke orang-orang. Dengan gratis atau bayar itu tergantung kebijakanmu sendiri. Ide-ide dalam bukumu bisa kamu sebar melalui poster-poster dan ditempelkan di seluruh penjuru kota. Ide-ide juga bisa disebarkan melalui digital, misalnya media sosial. Namun perlu diingat bahwa menulis di media sosial tak ubahnya berkata-kata, mudah hilang mudah tenggelam. Karena di saat bersamaan muncul banyak informasi baru, dan tetap membuat buku tidak tergantikan. Ide-ide yang disebarkan melalui digital juga biasanya tidak menyeluruh, dan informasi yang sepenggal lebih rentan mengalami salah persepsi.

4. Dibaca.
Buku-buku hebat banyak dimiliki hanya untuk pajangan rak buku, seolah-olah pemiliknya juga ikutan hebat. Tapi justru itulah penyebab buku-buku itu kehilangan kekuatannya. Buku-buku menjadi hebat karena ia dibaca orang. Percuma bila tidak dibaca. Tulisan di dalamnya, isinyalah yang menjadi inti perubahan dunia. Maka bacalah buku-buku itu. Turunkanlah buku itu dari raknya yang berdebu. Baca sendiri, atau bacakan pada orang lain.

5. Diambil tindakan berdasarkan buku itu.
Setelah dibaca lantas apa? Buku adalah benda pasif. Ia dibaca. Ia memang katanya bisa mengubah dunia. Tapi sebenarnya yang bisa mengubah dunia adalah orang yang membaca buku itu, lantas mengambil tindakan dengan mendapatkan inspirasi dari buku itu. Melakukan aksi! Melakukan sesuatu! Tidak semua buku hebat pantas ditelan bulat-bulat isinya, dan dipatuhi semua kata-katanya. Ada berbagai macam tindakan terhadap buku selain menelannya bulat-bulat. Misalnya diet makanan impor setelah membaca buku laporan pangan Indonesia. Misalnya tidak minum air kemasan setelah membaca pengaruh perusahaan air minum terhadap irigasi lokal. Misalnya mendiskusikan atau membedah buku itu bersama teman-teman, atau hingga membuat buku tandingan bila tidak suka pada isinya. Yang penting melakukan sesuatu yang bertanggung jawab, tidak diam saja setelah membaca buku tersebut.

Maka, jadilah penulis yang memberikan kontribusi pada dunia.
Serta jadilah pembaca yang mampu mengubah dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulis saja apa yang kau pikirkan