15 Juni 2012

Pembakaran Buku

Aku tidak percaya, hari gini, manusia masih saja melakukan pembakaran buku. Aku pun tidak habis pikir, kenapa mereka melakukannya? Buat apa?

Bukankah membakar buku adalah tindakan pengecut karena tidak berani menghadapi langsung? Melawan langsung? Bukankah seburuk apapun sebuah buku setidaknya ada sebaris manfaat yang bisa diambil dari sana? Menganggap seluruh isi buku itu hina kah?

Kalau kita di sini membakar buku lalu berani memaki orang yang membakar Al-Quran di Amerika sana, lantas apa bedanya kita dengan yang kita maki itu? Membakar buku adalah membakar sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan juga peradaban manusia, tidakkah kalian tahu itu? Lantas kalau dengan membakar buku, manusia mundur ke peradaban di masa lalu, kenapa masih dilakukan juga?

Sebenernya di Indonesia, untuk menentukan sebuah buku tidak boleh diedarkan, perlu keputusan pengadilan melalui Mahkamah Konstitusional. Ada sidangnya.

Pembakaran buku '5 Kota yang Paling Berpengaruh di Dunia', Penulis Douglas Wilson, terjadi Rabu, 13 Juni 2012 dilakukan oleh penerbitnya sendiri, Penerbit Gramedia. Yang sebelumnya lagi, inget ndak kasus Persepolis - Marjane Satrapi yang gak boleh diedarkan Gramedia itu, kan ga perlu sampe dibakar? Hanya tidak diedarkan secara bebas.

Untuk buku ini, alasan Gramedia, halaman 24 yang bermasalah, dan pihaknya menyalahkan editornya sendiri (pasti sebentar lagi ada yang dipecat), karena menerjemahkan apa adanya. Kalau halaman itu yang bermasalah, maka edit atau ralat halaman itu aja. Atau tambahkan catatan kaki serta permohonan maaf secara terbuka di media. Kenapa harus membakar?

Sudahkah Gramedia minta ijin pada penulisnya untuk membakar bukunya?

Kalau aku menulis buku, lalu ada bagian yang kontroversial dalam tulisanku, apalagi hanya satu halaman, lalu penerbitku membakar bukuku begitu saja, bagaimana rasanya? Bahkan pihak Gramedia tidak membela penulisnya sedikitpun!

Ada banyak banget buku yang gak aku setujuin isinya. Dengan berbagai macam alasan. Tapi kan gak perlu aku bakar.

Karena menurutku setiap pembaca dapat memilih peran ketika membaca. Apakah suka, percaya, dan tergila-gila dengan buku itu sampai semua kalimatnya ditelan mentah-mentah. Apakah aku tidak terlalu merasa perlu membaca genre atau bagian tersebut sehingga aku abaikan keberadaannya. Atau malah bersikap defense, setiap kalimat dalam buku itu aku tolak. Penolakan ini bisa dari tidak pernah merekomendasikannya kepada orang lain, menulis resensi tentang kejelekan buku ini, atau bahkan paling keras dilakukan dengan membuat buku tandingan yang jelas sumber dan latar belakangnya, jadi tidak hanya berdasar emosi semata. Toh Al-Quran juga begitu, kepada orang-orang yang membencinya, mereka ditantang langsung, kalau bisa membuat yang lebih bagus, buatlah. Itu juga, kalau bisa.

Dan tiap pembaca memang berhak memilih sikap apa yang dipilihnya ketika membaca buku. Asal bertanggung jawab dengan sikapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tulis saja apa yang kau pikirkan