06 November 2011

i had reasons to face them

semua orang punya sisi kelam dalam hidupnya, aku pun ia. ukuran orang baik-baik dan orang nakal pun sangat relatif. orang yang pendiam, setia pada pasangan hidupnya, sering ke masjid dianggap orang baik-baik. dan orang yang lebih aktif, sering pulang sebelum subuh, pacarnya tidak jelas yang mana atau semua, tidak shalat jumat, sering dianggap orang nakal. tapi apakah hanya itu ukurannya? bukankah itu hanya dari sudut pandang manusia? tidak bisakah sebaliknya? tidak bisakah berubah?

belakangan ada beberapa orang yang dianggap nakal ukuran manusia menghampiriku, mendekatiku dan berniat mengenalku lebih jauh. aku menanggapi. teman-temanku yang merasa aku orang baik-baik pun kecewa dengan sikapku yang menanggapi tadi. bagi mereka, tindakanku menanggapi orang-orang nakal sama saja dengan aku ikut menjadi nakal, sikapku rendahan, dan bukan tindakan baik-baik.

tapi aku, pasti punya alasan untuk melakukan itu. tidak menanggapi mereka adalah tindakan mudah sekali; tidak menganggap mereka ada, tidak membalas sapaan atau pesan mereka, membuang muka, menganggap duniaku dan mereka berbeda jauh. namun menanggapi mereka, memahami meski tidak menyetujui tindakan mereka, mengajak bicara baik-baik, silaturrahim dengan cara yang baik, siapa tahu bisa membuka hati mereka untuk menjadi orang baik-baik dalam pandangan manusia. menanggapi mereka adalah tindakan yang lebih sulit daripada tidak menanggapi. pilihannya bisa banyak; mereka berubah, tidak ada yang berubah sama sekali, atau malah aku yang berubah.

kalau aku tidak cukup tangguh, jelas aku yang akan berubah. namun kalau aku berhasil, aku mampu menjadi perantara kebaikan. sebuah tugas yang pahalanya terus mengalir meskipun aku mati. aku memang orang biasa, tapi sebisa mungkin melakukan hal yang tidak semua orang mau melakukannya. lagipula aku sendiri pun bisa jadi berubah menjadi lebih baik kalau semua itu terbalik, aku yang nakal dan mereka yang baik.

2 komentar:

tulis saja apa yang kau pikirkan