13 April 2012

Raksasa Murung dan Peri yang Jatuh Cinta Padanya

Seorang raksasa hidup menyendiri dalam hutan.

Ia tidak berkumpul dengan teman-teman sesama raksasa. Ia tidak begitu suka keramaian. Kadang kita justru merasa sangat kesepian ketika berada di tengah keramaian, begitu pikirnya. Jadi raksasa memilih untuk hidup sendirian dan berteman baik dengan kesepian.

Selain kesepian, raksasa juga murung. Ia tidak tahu pasti apa yang membuatnya murung. Ia murung tanpa alasan. Ketidaktahuan kita akan sesuatu kadang membuat kita sedih karena banyak hal di dunia ini yang tidak kita ketahui.

Raksasa pun suka mempertanyakan. Apapun dipertanyakan. Tapi karena tidak ada siapa-siapa di sekitarnya, maka ia bertanya-tanya pada diri sendiri. Meskipun kebanyakan dari pertanyaan itu tidak bisa dijawabnya sendiri. Yah, memang lebih mudah bertanya daripada menjawab pertanyaan.

Hari-harinya pun sama saja. Daun-daun berguguran dari pepohonan di kebun belakang rumahnya. Kupu-kupu berterbangan di sela-sela bunga. Semuanya sama saja. Setiap hari.

Sampai pagi itu tiba.

Pagi itu kelabu sehabis hujan turun. Langit semendung wajah raksasa seperti hari biasa. Yang tidak biasa adalah seketika ia terkejut. Ia melihat ada sesuatu yang tergeletak di depan pintu rumahnya. Bukan sesuatu, tapi mungkin seseorang. Bukan seseorang, tapi sesuatu!

Ada sesuatu yang berbinar lemah semakin lama meredup dari sesuatu yang sangat kecil. Tidak lebih besar dari ruas jarinya. Makhluk itu hampir sama dengannya. Tungkai kaki, tungkai tangan, kepala. Hanya saja jauh lebih kecil darinya. Dan juga bersayap seperti capung.

Ia pernah dengar tentang manusia. Desas-desus di antara teman-teman raksasa. Katanya manusia mirip dengan raksasa. Namun lebih kecil, paling tidak separuh dari tubuh raksasa. Tidak ada yang sekecil ini. Manusia juga tidak bersayap.

Makhluk ini tergeletak pingsan dengan tubuh basah kuyup. Warnanya kelabu. Kulitnya pucat. Mungkin sekarat.

Meskipun raksasa lebih suka hidup sendiri tanpa ada siapapun yang mengganggunya, tapi pada dasarnya ia raksasa yang baik. Jadi ia membawa makhluk sekarat ini ke tumpukan selimut di dalam rumah. Ia menyalakan perapian yang sudah lama tidak dinyalakan. Dan membuatkan segelas kopi. Seharusnya susu hangat, tapi yang ia punya hanya kopi.

Tak beberapa lama, makhluk itu terbangun perlahan. Raksasa ada di sampingnya, memperhatikannya, dan tentu saja bertanya-tanya makhluk apakah yang terbaring lemah di hadapannya.

Ternyata ia adalah seorang peri.

Peri berterima kasih karena telah diselamatkan dan bercerita perlahan, seolah tahu pertanyaan di dalam pikiran si raksasa. Ia seorang peri yang jatuh dari dunia peri, katanya. Ia melarikan diri dari kesalahan masa lalunya, dan terlalu pengecut untuk mempertanggung jawabkannya. Maka ia lari. Seorang peri yang melarikan diri kehilangan warnanya, sudah hukumnya begitu.

Dulu warnanya biru muda seperti warna payung si raksasa, si peri menunjuk payung di pojok dekat pintu rumah raksasa, namun kini menjadi kelabu. Begitu peri bercerita terputus-putus.

Ia bernafas dengan mulutnya, karena hidungnya tidak berfungsi dengan baik sehabis kehujanan.

Raksasa tidak tahu mau berkata apa. Ia sudah lama tidak berbicara. Ia bahkan sudah lupa caranya. Tapi raksasa tersenyum pada peri. Senyum yang sudah lama tidak dilakukannya pada siapapun. Peri pun membalas dengan senyuman. Dan ternyata senyum itu berasa hangat.

---

Sudah beberapa hari peri tinggal bersama raksasa.

Perlahan peri jatuh cinta pada raksasa. Peri sayang padanya. Ia tidak meminta balasan apa-apa, bahkan menyimpan harapannya dalam dirinya sendiri. Ia terkadang bertanya-tanya apa itu cinta. Ia tidak mengerti apa artinya.

Yang ia tahu, ia bisa menjadi dirinya sendiri selama berada bersama raksasa. Ia tidak tahu apa alasan ia jatuh cinta pada raksasa, namun ia tidak punya alasan untuk tidak jatuh cinta.

Peri berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat raksasa bahagia. Tapi apa itu bahagia? Peri maupun raksasa sudah mendiskusikan definisi bahagia bermalam-malam yang mereka habiskan, namun mereka berdua belum tahu apa artinya. Apalagi bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan itu.

Akhirnya peri bertekad selalu membuat raksasa tersenyum. Entah bahagia ataupun tidak, dengan setiap hari tersenyum, itu akan membuat raksasa senang. Dan baginya, senyum sang raksasa pun sudah cukup.

Tapi peri sendiri tidak tahu, usaha yang ia lakukan setiap hari itu murni untuk kebahagiaan raksasa, atau malah untuk kebahagiannya sendiri? Ia bisa jadi adalah makhluk munafik sejagat raya, tapi peri sendiri pun tidak memahami dirinya sendiri. Sungguh menyenangkan memahami diri sendiri, pikirnya.

---

Ini pertama kali bagi raksasa, ada makhluk lain yang menemani hidupnya. Sulit untuk mengakui, tapi ia benar-benar tidak tahu apa perasaannya sekarang.

Raksasa terbiasa hidup sendirian. Tidak ada makhluk lain yang terbang di sekelilingnya atau ikut kemana saja ia pergi. Tidak ada makhluk lain yang mengganggunya dengan banyak pertanyaan yang bahkan ia tidak tahu jawabannya. Sudah cukup banyak pertanyaan yang dia punya untuk dirinya sendiri, sekarang ditambah lagi dengan pertanyaan dari peri.

Tapi ia juga lega. Lega, bukan senang atau bahagia, karena ia tidak tahu apa itu senang atau bahagia. Ia hanya lega. Bahwa kadang pertanyaan-pertanyaan yang dimilikinya bisa tanyakan pada orang lain, meskipun tidak semua bisa dijawab peri.

Peri, entah bagaimana, membuatnya merasa tidak lagi membenci kehadiran orang lain. Ia tidak merasa kesepian. Ia tidak tahu perasaan apa ini. Tapi menyenangkan punya perasaan seperti ini.

---

Peri tiba-tiba patah hati. Entah kepada siapa, entah kepada apa, entah kenapa. Hatinya perih sekali. Perih hingga ke ujung sayapnya sehingga yang bisa dilakukannya hanya terkulai memandang tanah.

Peri dengan tubuh sekecil dan serapuh itu sebenarnya tidak mempu memiliki harapan dan mimpi yang lebih besar dari tubuhnya. Tapi tetap dipaksanya juga.

Karena mimpi yang dimilikinya begitu indah. Hidup di dunia mimpi juga jauh lebih menyenangkan daripada hidup di hutan hijau ataupun padang bunga di dunia peri.

Saking sakitnya, kadang peri berpikir ia lebih baik mati daripada terus berlari karena patah hati. Tapi kalau ia mati, bagaimana dengan raksasa? Tapi raksasa pasti bisa hidup tanpa dirinya, yah, bisa jadi begitu, ia juga baru kenal beberapa hari. Bagi raksasa, mungkin ia bukan apa-apa. Kalau begitu ia tidak boleh mengganggu kedamaian kehidupan raksasa lebih lama lagi.

Peri yang jatuh cinta pada raksasa, memilih untuk mengakhiri hidupnya. Kau tahu, peri sangat mudah mati, ia mati ketika sakit takterkira. Kadang karena terluka. Apalagi karena patah hati.

Lalu peri terbang perlahan dengan kekuatannya yang masih tersisa. Tetesan air matanya jatuh dan membasahi pipi, rambut dan pakaiannya yang kelabu. Ia terbang menuju raksasa.

---

Raksasa berada di beranda depan. Saat itu hujan, sama seperti hari ketika peri datang di hadapannya. Saat itu raksasa sedang memikirkan peri. Mempertanyakan apa yang dirasakannya pada peri.

Raksasa melihat peri terbang perlahan, mendarat di lengannya. Ia terkejut, melihat betapa basah kuyupnya peri. Bukan karena hujan, tapi karena air matanya sendiri. Ia tidak pernah melihat peri menangis sesedih itu. Terkadang mata mungilnya berkaca-kaca, tapi tidak menangis. Raksasa membuka telapak tangannya, dan dibiarkannya peri berjalan perlahan. Ia melihat peri tetap tersenyum meski tidak bisa menahan jatuhnya air mata.

Dada kiri raksasa terasa sangat sakit melihat keadaan peri. Ia bahkan tidak tahu apakah ia masih punya hati. Tapi sakit saja rasanya. Menjalar hingga telapak tangannya.

---

Peri tidak punya kekuatan untuk menahan air matanya yang mengalir deras. Ia berbaring, terjatuh perlahan di telapak tangan raksasa. Tersenyum dan menutup matanya. Untuk selamanya.

Perlahan sayap dan tubuh peri hilang menjadi serbuk bersinar. Kali ini sinarnya bukan kelabu, ia menjadi biru muda. Kemudian serbuk hilang begitu saja. Dalam kehampaan.

---

Untuk pertama kalinya, raksasa menangis. Ia ingin bersama peri. Ternyata, akhirnya ia ingin ditemani.

---

5 komentar:

  1. Cerpennya baguuss:)
    Bikin sediih:(

    BalasHapus
  2. terimakasih, nulisnya juga pas sedih banget :P

    BalasHapus
  3. alurnya lancar bgt, kalimatnya juga bikin alur cerita berjalan terus, lancar jaya euy ...ada sedikit filsafat2nya ketimbang cinta-cntaan

    pokoknya

    bagusss

    dah

    BalasHapus
  4. waaaaaaah, makasih banyak, makasih *terharu*
    ia banyakan filsafatnya, tulisan ini dibikin abis ngelarin Misteri Soliter, makanya kebawa-bawa pertanyaan-pertanyaan. hehehe.

    BalasHapus

tulis saja apa yang kau pikirkan