15 Mei 2013

Dekonstruksi Sapardi

Aku sudah pernah membuat tulisan mengenai buku yang mengubah hidupku. Kali ini bukan buku, ada satu puisi yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Sepenggal puisi Sapardi Djoko Damono.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu pada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti isyarat yang tak sempat disampaikan awan pada hujan yang menjadikannya tiada.

Sekali dua kali kudengar, kata-katanya biasa saja. Kuat metafor. Lama kelamaan kupahami, ternyata ini puisi luar biasa. Cinta dimaknakan ulang oleh Sapardi. Cinta dalam puisi ini, bukan sesuatu yang dipaksakan, diungkapkan membabibuta, dibudakkan, atau bahkan dituhankan. Cinta itu biasa saja. Bahkan ketika ia menjadi cinta platonis, tidak dipertemukan takdir, ia tetaplah cinta.

'Aku Ingin' mendobrak paradigma mainstream masyarakat yang tanpa sadar membuat banyak persyaratan dalam cinta. Misalnya pola pikir aku ingin orang yang kucintai sepeti ini, seperti itu, harus begini, harus begitu. Syarat-syarat yang jika dikumpulkan dan dibangun akan menjadi sebuah piramida besar yang dimaknai sebagai cinta. Piramida itu telah dihancurkan oleh Sapardi. Dekonstuksi makna dilakukan Sapardi pada Cinta. Cinta adalah sesuatu yang lumrah, sederhana, tidak bersyarat, tidak memonopoli, tidak menguasai, tidak menghamba, tidak menuntut. Ya cinta saja. Positif.

Aku bersyukur memahami puisi ini ketika sedang jatuh cinta. Karena cinta ini tidak keburu berkembang menjadi monster piramida bersyarat yang akan runtuh kapan saja. Dan aku lebih bahagia karenanya.